Kota Mekkah
Kota Mekkah pada zaman kuno terletak di Garis Lalu lintas
perdagangan antara Yaman (Arabia selatan) dan Syam dekat Laut tengah. Kedua
Negara ini pada zaman dahulu telah mencapai peradaban yang tinggi dan
dihubungkan oleh beberapa Negeri-Negeri kecil antara lain Mekkah. Dipandang
dari segi geografis, Kota Mekkah hampir terletak ditengah-tengah Jazirah Arab.
Oleh karena itu kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru tidaklah terlalu sulit
mencapai Kota Mekkah. seperti Halnya penduduk Kota Mekkah, tidaklah sulit bagi
mereka untuk bepergian ke Negeri-Negeri tetangganya seperti Syam, Hirah dan
Yaman. Tidaklah mengherankan bilamana semangat dagang berkembang dikalangan
penduduk Kota Mekkah.
Didalam Kota Mekkah juga terdapat Rumah suci yang disebut
Baitullah atau Ka’bah. bangsa Arab pada umumnya memuliakan tempat Suci ini.
Pembangunan Baitullah ini menurut sejarah Agama Islam dilakukan oleh Nabi
Ibrahim AS bersama dengan Puteranya yang bernama Nabi Ismail AS.
Nabi Ismail AS kemudian kawin dengan penduduk Kota Mekkah dari
Suku Jurhum yang berasal dari Negeri Yaman dan terus menetap di Kota ini turun
temurun. Keturunan Nabi Ismail AS ini disebut banu Ismail atau Adnaniyyun.
ada waktu Bendungan besar di Ma’rib di daerahArabia bagian
Selatan pecah dan menyebabkan malapetaka yang besar bagi penduduknya, maka
kabilah-kabilah Arab bagian Selatan ini berbondong-bondong meninggalkan
daerahnya menuju arah Utara. Diantara mereka ada satu rombongan yang dipimpin
oleh seorang pemimpin yang bernama Harits bin Amir yang bergelar Khuza’ah,
mereka berpindah menuju Kota Mekkah. Dan mereka berhasil mengalahkan penduduk
Kota Mekkah (Suku Jurhum)dan seterusnya menjadi penguasa atas Negeri ini
turun-temurun.
Dalam masa pemerintahan Khuza’ah inilah Banu Ismail berkembang
biak dan dengan secara berangsur-angsur mereka meninggalkan Negeri ini
bertebaran ke seluruh pelosok-pelosok Jazirah Arab. Yang tersisa dan tertinggal
di Kota Mekkah ini keturunan Banu Ismail ialah Suku Quraisy. Mereka (Suku
Quraisy) sama sekali tidak punya kekuasaan atas Kota ini dan atas Ka’bah.
Kira-kira pada Abad ke-5 Masehi seorang pemimpin dari Kabilah
Quraisy yang bernama Qushai telah berhasil merebut kekuasaan Kota Mekkah dari
tangan Kaum Khuza’ah, setelah mereka berabad-abad lamanya menguasai Kota
Mekkah. Kekuasaan yang direbutnya meliputi di Bidang Pemerintahan dan
Keagamaan. dengan demikian maka Qushai menjadi Pemimpin Agama dan Pemerintahan
Kota Mekkah.
Di bidang Pemerintahan Qhusai meletakan dasar-dasar Demokrasi,
dan dia membagi-bagi kekuasaan antara para pemimpin Quraisy. Untuk tempat
Bermusyawarah para pemimpin, maka dibangunlah Balai Permusyawaratan yang mereka
namakan “Daarunnadwah”. Di tempat inilah mereka membahas dan memecahkan segala
persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat. Ketua dari balai ini adalah
Qushai sendiri. Kekuasaan dan kepemimpinan Qushai atas Kota Mekkah mendapat
dukungan dari segenap Kabilah-Kabilah Arab. Pada masa-masa selanjutnya,
nampaklah pertumbuhan atas kota Mekkah dengan Organisasinya yang sederhana itu.
Lebih-lebih setelah kerajaan Himyariyahdi Arabia bagian Selatan mulai runtuh
kira-kira pada permulaann abad ke-6 Masehi. Kesadaran bahwa kepentingan
Kota harus lebih diutamakan dari kepentingan Suku sendiri, mulai tumbuh pula
pada penduduk Kota Mekkah. Karena bagi mereka semua menganggap kalau sengketa
itu adalah menodai Kesucian Kota Mekkahyang sudah menjadi kepercayaan sejak
berabad-abad lamanya. selain dari pada itu merekapun sangat berkepentingan akan
ketentraman Kota Mekkah.
Setiap tahun pada Bulan-bulan Haji, Bangsa Arab dari segala
penjuru berdatangan berkunjung ke Kota Mekkah sebagai suatu kewajiban Agama.
Tidak sedikit keuntungan yang didapat oleh penduduk Kota Mekkah dari hasil
kunjungan ke agamaan ini. kunjungan itu dapat berjalan lancar jika bilamana
keadaan Kota Mekkah Aman dan Tentram serta kesuciannya senantiasa terjaga dan
terpelihara. Kaum Quraisylah yang diberi kepercayaan oleh bangsa Arab untuk
menjaga Kesucian dan Keamanan serta ketentraman kota Mekkah.
Mengenai ke Agamaan, sejak Qushai berhasil menggulingkan
kekuasaan orang-orang Khuza’ah, maka dialah yang memegang pimpinan Agama.
Bangsa Arab mengakui bahwa Hak untuk pemelihara Ka’bah dalam Kota Mekkah itu
hanya pada keturunan Nabi Ismail AS karena itu tindakan Qushai mengambil alih
kekuasaan Ka’bah dari orang-orang Khuza’ah dibenarkan dan diakui oleh
Bangsa-Bangsa Arab, dikarenakan Qushai adalah keturunan nabi Ismail AS. Dengan
demikian maka hanya dialah yang berhak menjaga, membuka dan menutup pintu
Ka’bah serta pemimpin upacar keagamaan dirumah suci itu. setelah Qushai
meninggal, maka kursi kepemimpinan dilanjutkan oleh keturunannya.
Kelahiran
Dikala umat manusia dalam kegelapan dankehilangan dalam pegangan
hidupnya, maka lahirlah ke Dunia dari keluarga yang sederhana. Di Kota Mekkah
inilah seorang bayi yang kelak membawa perubahan yang besar bagi sejarah
peradaban Dunia.
Bayi itu adalah seorang bayi yang Yatim, Bapaknya Abdullah
meninggal 7
bulan sebelum dia (bayi) lahir. Kehadiran bayi tersebut disambut oleh kakeknya
yang bernama Abdul Muththalib dengan penuh rasa kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawa ke kaki
Ka’bah. Di tempat Suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad, suatu nama yang belum
pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para ahli, kelahiran Nabi Muhammad
SAW pada tanggal 12 Rabbiul Awal Tahun Gajah atau tanggal 20 juni 571` Masehi.
Adapun sebab dinamakan Tahun Gajah, karena
pada Tahun itu Kota Mekkah diserang oleh suatu pasukan tentara orang Nasrani
yang kuat dibawah pimpinan Abraha, yaitu Gubernur dari Kerajaan Nasrani di
Abessinia yang memerintah di Yaman dan mereka bermaksud ingin menghancurkan
Ka’bah. Pada waktu itu Abraha berkendaraan Gajah. Belum lagi maksud mereka
tercapai, mereka sudah dihancurkan oleh Allah SWT dengan Mengirimkan
Burung-burung Ababil yang membawa batu kerikil dari tanah yang terbakar
(Neraka). Sehingga Abraha dan pasukannya yang berkendaraan Gajah Mati kejatuhan
batu seperti Daun yang dimakan lalat. Oleh karena pasukan tersebut menggunakan Gajah,
maka orang Arab menamakan bala tentara
itu dengan Pasukan Bergajah. sedangkan Tahun kejadiannya disebut dengan Tahun
Gajah.
Nabi Muhammad SAW adalah keturunan dari
Qushai pahlawan suku Quraisy yang berhasil menggulingkan kekuasaan Khuza’ah
atas Kota Mekkah. Ayahnya yang bernama Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim
bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah dari Golongan darah Banu Ismail.
sedangkan Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab
bin Murrah. Disinilah silsilah keturunan Ayah dan Ibu Nabi Muhammad SAW
bertemu. Baik keluarga dari pihak Bapak maupun dari pihak ibu, keduanya
termasuk golongan bangsawan dan terhormat dalam kalangan kabilah-kabilah Arab.
Sudah Menjadi kebiasaan bagi orang-orang
Kota Mekkah terutama pada orang-orang yang tergolong bangsawan untuk menyusukan
dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita Badiyah (dusun dipadang pasir)
agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa-hawa bersih terhindar dari
penyakit-penyakit di Kota dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan
bahasa yang murni dan fasih. Demikianlah halnya Nabi Muhammad SAW, beliau
diserahkan ibunya kepada perempuan yang baik yang bernama Halimah Sa’diyah dari
Bani Sa’ad kabilah Hawazin yang tempatnya tidak jauh dari Kota Mekkah. Di
perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad SAW diasuh dan dibesarkan sampai
berusia 5 tahun.
Meninggalnya Ibu dan Kakek
Sesudah berusia 5 Tahun, Muhammad SAW diantarkan Ke Kota Mekkah
kembali ke Ibunya Sitti Aminah. Setahun kemudian yaitu sesudah Muhammad SAW
berusia 6 tahun. Beliau dibawa oleh ibunya ke Kota Madinah bersama-sama dengan
Ummu Aiman sahaya peninggalan ayahnya. Maksud membawa Muhammad ke Madinah,
pertama untuk memperkenalkan kepada keluarga neneknya Bani Najjar dan kedua
untuk menziarahi makam ayahnya. Maka disitu diperlihatkan kepadanya rumah
tempat ayahnya dirawat di waktu sakit sampai meninggal dan pisara tempat
ayahnya dimakamkam. Agaknya mengharukan juga cerita Aminah kepada anaknya
tentang ayahnya itu. Demikian terharunya, sehingga sampai sesudah Muhammad SAW
diangkat menjadi Rosul dan sesudah beliau berhijrah ke Madinah, peristiwa itu
sering disebut-sebutnya.
Mereka tinggal disitu kira-kira satu bulan lamanya, kemudian
pulang kembali ke Kota Mekkah. Didalam perjalanan mereka pulang, pada suatu
tempat ‘Abwa namanya tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga sampai meninggal
dunia dan dimakamkan disitu juga. (Abwa’ adalah sebuah desa yang terletak
antara Madinah dan Juhfah. kira-kira 23 mill disebelah selatan Kota Madinah).
Dapatlah dibayangkan betapa sedih dan bingungnya Muhammad SAW
menghadapi bencana kemalangan atas kematian ibunya itu. Baru beberapa hari saja
beliau mendengar cerita dari ibunya atas kematian ayahnya yang telah
meninggalkannya selagi Muhammad SAW masih dalam kandungan. Sekarang ibunya
telah meninggal pula dihadapan matanya sendiri. Sehingga Muhammad SAW tinggal
sebatang kara menjadi seorang anak yang Yatim Piatu tiada berAyah dan tiada ber
Ibu.
Setelah selesai pemakaman Ibundanya, Nabi Muhammad SAW segera
meniggalakan Kampung Abwa’ kembali ke Kota Mekkah dan tinggal bersama-sama
dengan kakeknya Abdul Muththalib. Disinilah Nabi Muhammad SAW diasuh sendiri
oleh kakeknya dengan penuh kecintaan. Usia Abdul Muththalib waktu itu mendekati
80 tahun. Abdul Muththalib adalah seorang pemuka Quraisy yang disegani dan di
hormati oleh segenap kaum Quraisy pada umumnya dan penduduk Kota Mekkah pada
khususnya. Demikian kehormatan pada kedudukannya yang tinggi dan mulia itu
diberikan kepada Abdul Muththalib, sampai-sampai anaknya sendiri tidak ada yang
berani mendahului menduduki tikar yang disediakan khusus baginya disisi Ka’bah.
Disebabkan kasih sayang yang diberikan oleh kakeknya Abdul
Muththalib menjadikan Muhammad SAW mendapat hiburan dan dapat melupakan
kemalangan nasibnya karena kematian ibunya. Akan tetapi keadaan ini tidaklah
berjalan lama, sebab baru saja berselang 2 tahun Muhammad SAW terhibur dalam
asuhan kakeknya, orang tua yang baik hati itu meninggal pula dalam usia 80
tahun. Muhammad SAW pada waktu itu baru berusia 8 tahun.
Dengan meninggalnya Abdul Muththalib itu bukan saja merupakan
kemalangan yang besar bagi Muhammad SAW tetapi juga merupakan kemalangan dan
kerugian bagi segenap penduduk Kota Mekkah. Dengan Meninggalnya Abdul
Muththalib itu, penduduk Kota Mekkah kehilangan seorang Pembesar dan Pimpinan
yang cerdas, bijaksana, berani, dan perwira yang tidak mudah mencari gantinya.
Sesuai dengan Wasiat yang dibuat oleh Abdul Muththalib, maka
Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib. Kesungguhan Abu
Thalib dalam mengasuh Nabi Muhammad SAW serta kasih sayang yang dicurahkannya
kepada keponakannya ini tidaklah kurang dari apa yang diberikannya kepada
anaknya sendiri. Selama dalam Asuhan kakek dan pamannya Nabi Muhammad SAW
selalu menunjukan sikap yang terpuji dan selalu membantu meringankan kehidupan
mereka.
Pengalaman Nabi Muhammad SAW
Ketika berumur 12 tahun Nabi Muhammad SAW mengikuti pamannya Abu
Thalib membawa barang dagangan ke Syam. Sebelum sampai ke Kota Syam atau baru
sampai Bushra, bertemulah Kafilah Abu Thalib dengan seorang Pendeta Nasrani
yang alim. Pendeta tersebut bernama “Buhaira” namanya. Pendeta itu melihat ada
tanda-tanda keNabian pada diri Muhammad SAW. Maka dinasehatilah Abu Thalib
bahwa keponakannya kelak akan menjadi seorang Nabi dan Rosul yang terakhir
penutup dari semua Rosul ALLAH SWT, serta menyuruh Abu Thalib agar segera
membawa keponakannya itu pulang kembali ke Kota Mekkah. Sebab dia (Pendeta)
kuatir kalau-kalau Muhammad SAW ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti akan
menganiayanya. Maka Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke
Kota Mekkah.
Nabi Muhammad SAW sebagimana biasanya pada masa kanak-kanak itu,
dia kembali kepekerjaannya menggembala kambing keluarga dan kambing warga
penduduk Kota Mekkah yang dipercayakan kepadanya (Muhammad SAW). Pekerjaan
menggembala kambing ini memerlukan keuletan, keasabaran dan ketenangan serta
keterampilan dalam tindakan.
Diwaktu Nabi Muhammad SAW 15 tahun terjadilah peristiwa
bersejarah bagi penduduk Kota Mekkah yaitu kejadian peperangan antara Suku
Quraisy dan Kinanah disatu pihak dengan Suku Qais ‘Ailan dilain pihak. Pada
waktu itu Nabi Muhammad SAW ikut aktif dalam peperangan ini dengan
memberikan bantuan kepada paman-pamannya dengan menyediakan keperluan
peperangan.
Peperangan ini terjadi didaerah Suci pada bulan Suci pila yaitu
bulan Zulqaedah. Menurut pandangan bangsa Arab peristiwa itu adalah pelanggaran
terhadap keSucian. Karena melanggar keSucian bulan Zulqaedah yang sebenarnya
dilarang berkelahi dan berperang menumpahkan darah. Oleh karena demikian perang
tersebut dinamakan “Harbur Fijar” yang artinya “Perang Yang Memecahkan
KeSucian”.
Semenjak wafatnya Abdul Muththalib, Kota Mekkah mengalami
kemerosotan. Ketertiban di Kota Mekkah tidak terjaga, keamanan harta benda dan
diri pribadi tidak mendapat jaminan. Orang-orang asing menderita segala macam
pemerasan terang-terangan. Kadang-kadang mereka di rampok, bukan saja barang
dan harta bendanya saja, akan tetapi istri dan anak perempuannya.
Perbuatan-perbuatan yang demikian membawa suasana Kota Mekkah menjadi kacau dan
genting. Jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut akan merugikan penduduk
Kota Mekkah sendiri (Quraisy). Akhirnya timbulah ke Insyafan dikalangan para
pemimpin Quraisy untuk memulihkan kembali ketertiban di Kota Mekkah itu.
Maka berkumpullah para pemuka-pemuka dari Bani Hasyim, Bani
Muththalib, Bani Asad bin Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab dan Bani Tamim bin
Murrah. Di dalam pertemuan ini, para pemimpin Quraisy mengikat sumpah “Bahwa
tidak akan ada lagi seorangpun yang akan teraniaya lagi di Kota Mekkah baik
oleh penduduknya sendiri ataupun oleh orang lain. Dan barang siapa yang
teraniaya, maka dia harus di bela bersama-sama”. Demikianlah isi dari sumpah
itu yang dalam sejarah disebut “Halful Fudhul”. Nabi Muhammad SAW sendiri
mengatakan sesudah menjadi Rosul bahwa dia menyaksikan pertemuan paman-paman
beliau itu di rumah Abdullah bin Juda’an di waktu berusia belasan tahun.
Hasil pertemuan para pemuka-pemuka Quraisy itu membawa perubahan
yang baik bagi Kota Mekkah, sehingga Kota Mekkah ini kembali aman dan
selanjutnya memegang peranan penting dalam sejarah perkembangan Bangsa Arab.
Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad SAW mulai berusaha sendiri
dalam penghidupannya. Karena Muhammad SAW terkenal orang yang jujur, maka
seorang janda kaya yang bernama Siti Khadijah mempercayai beliau untuk
membawa barang dagangan ke Syam. Dalam perjalan ke Kota Syam, beliau ditemani
oleh seorang pembantu Siti Khadijah yang bernama Maisarah. Setelah selesai
menjual belikan barang dagangan di Kota Syam, dengan memperoleh laba yang tidak
sedikit, merekapun kembali ke kota Mekkah. Sesudah Nabi Muhammad SAW pulang
dari perjalanan ke Kota Syam itu, datanglah lamaran dari pihak Siti Khadijah
kepada beliau, lalu beliau menyampaikan Hal tersebut kepada Pamannya. Setelah
tercapai kata sepakat maka pernikahanpun dilangsungkan. Pada waktu itu umur
Nabi Muhammad SAW 25 tahun sedangkan Sitti Khadijah 40 Tahun.
Perkawinan ini telah memberikan kepada Nabi Muhammad SAW
ketenangan dan ketentraman. Nabi Muhammad SAW memperoleh cinta kasih yang
tulus dari seorang perempuan yang kemudian hari merupakan orang yang
pertama-tama mengakui ke-Rosullannya, dan senantiasa siap sedia menyertai dalam
segala penderitaan dan kesusahan dengan pengorbanan harta sekalipun.
Nama Nabi Muhammad SAW bertambah populer dikalangan penduduk
Kota Mekkah, sesudah beliau mendamaikan para pemuka-pemuka Quraisy dalam
sengketa mereka dalam memperbaharui Ka’bah. Pada permulaannya mereka tampak
bersatu dan bergotong-royong mengerjakan pembaharuan Ka’bah itu. Tetapi ketika
sampai pada peletakan Batu Hitam (Al Hajarul Aswad) ketempat asalnya,
terjadilah perselisihan sengit antara para pemuka-pemuka Quraisy. Mereka
masing-masing merasa berhak mengembalikan Batu Suci itu ketempat asalnya
semula. Akhirnya disepakati yang akan menjadi hakim adalah orang yang pertama
datang dan pada saat yang kritis ini, datanglah Nabi Muhammad SAW yang disambut
dan segera disetujui mereka. Maka diambilah sehelai kain dan dihamparkanlah dan
Al Hajarul Aswad diletakannya ditengah-tengah kain itu. Kemudian oleh Nabi
Muhammad SAW disuruhnya tiap-tiap pemuka-pemuka Quraisy bersama-sama mengangkat
tepi kain ke tempat asal Al Hajarul Aswad itu. Ketika sampai ditempatnya, maka
batu hitam itu diletakan dengan tangannya sendiri ketempatnya.
Dengan demikian selesailah persengketaan itu dengan membawa
kepuasan pada masing-masing golongan. Pada waktu itu usia Nabi Muhammad SAW 35
tahundan dikenal dengan nama “Al-Amin” yang dipercaya.
Akhlak Nabi Muhammad SAW dari masa anak-anak hingga dewasa
Dalam perjalanan hidupnya sejak masih anak-anak hingga dewasa
dan sampai diangkat menjadi Rosul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur,
berbudi luhur dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Tidak ada sesuatu
perbuatan dan tingkah lakunya yang tercela yang dapat dituduhkan kepadanya.
Sungguh sangat berlainan sekali dengan tingkah laku dan perbuatan kebanyakan
pemuda-pemuda dan penduduk Kota Mekkah yang pada umumnya gemar berfoya-foya dan
bermabuk-mabukan. Karena demikian jujurnya dalam perkataan dan perbuatan, maka
beliau diberi julukan “Al-Amin” yang artinya “Orang yang dapat dipercaya”.
Para Ahli sejarah menuturkan, bahwa Muhammad SAW sejak kecil
hingga dewasa tidak pernah menyembah berhala dan tidak pernah pula makan daging
hewan yang disembelih untuk korban berhala-berhala seperti lazimnya orang Arab
Jahiliyah pada waktu itu. Beliau sangat benci dengan berhala-berhala itu dan menjauhkan
diri dari keramaian dan upacara-upacara pemujaan kepada berhala itu.
Untuk mencukupi keperluan hidupnya sehari-hari, beliau berusaha
sendiri mencari nafkah, karena orang tuanya tidak meninggalkan harta warisan
yang cukup. Sejak sesudah beliau menikah dengan Sitti Khadijah, beliau
berdagang dengan istrinya dan terkadang pula berdagang dengan orang lain.
Sebagai seorang manusia yang bakal menjadi pembimbing umat manusia, Muhammad
SAW memiliki bakat-bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan pikirannya,
ketajaman otaknya, kehalusan perasaannya, kekuatan ingatannya, kecepatan
tanggapnya,kekerasan kemauannya,. Segala pengalaman hidupnya mendapat
pengolahan yang sempurna dalam jiwanya. Beliau mengetahui babak-babak sejarah
Negerinya, kesedihan masyarakatnya dan keruntuhan agama bangsanya. Pemandangan
itu tidak dapat hilang dari pikiran beliau.
Beliau mulai “menyiapkan dirinya” (bertahannuts) untuk
mendapatkan pemusatan jiwa yang lebih sempurna. Untuk bertahannuts ini
dipilihnya tempat disebuah Gua Kecil yang bernama “Hira” yang terletak pada
sebuah bukit yang bernama “Jabal Nur” (bukit cahaya) yang terletak kira-kira
dua atau tiga mill sebelah utara Kota Mekkah.
Walaupun Muhammad SAW dengan daya pikirannya yang jernih itu
berusaha merenungkan tentang pencipta alam raya ini, namun sebelum kenabiannya
beliau tidaklah sampai kepada hakikat penciptanya. Sebagaimana diisyaratkan
oleh Allah SWT dalam
QS.Asyuuraa 42 : 52 ALLAH SWT BerFirman :
Yang artinya : Dan Begitulah telah Kami wahyukan kepadamu suatu
Ruh (Al-Qur’an) dari Perintah kami. Kamu belum pernah mengetahui apakah Kitab
dan Apakah Iman….
QS. Adh-Dhuha 93 : 7 ALLAH SWT BerFirman :
Yang artinya : Dan Dia dapati kamu dalam kebingungan, lalu dia
diberi hidayah (kenabian)
Muhammad SAW menjadi Rasul
Ketika menginjak usia 40 tahun. Nabi Muhammad SAW lebih banyak
mengerjakan tahannuts dari waktu-waktu sebelumnya. Pada bulan Ramadhan
dibawalah perbekalan yang lebih banyak dari biasanya, dikarenakan akan
bertahannuts lebih lama dari waktu-waktu sebelumnya. Dalam melakukan
tahannuts kadang-kadang beliau bermimpi, mimpi yang benar (Arru’ yaa
ashshaadiqah). Pada malam 17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610
Masehi, di waktu Muhammad SAW sedang bertahannuts di Gua Hira, datanglah
Malaikat Jibril AS membawa wahyu dan menyuruh Muhammad SAW untuk membacanya,
katanya “Bacalah” dengan terperanjat Muhammad SAW menjawab “Aku tidak dapat
membaca”. Beliau lalu direngkuh beberapa kali oleh malaikat Jibril AS hingga
nafasnya terasa sesak, lalu dilepaskan olehnya seraya disuruh membaca sekali
lagi “Bacalah”. Tetapi Muhammad SAW masih tetap menjawab “Aku tidak dapat
membaca”. Begitulah keadaan berulang samapai tiga kali dan akhirnya Muhammad
SAW berkata ” Apa yang kubaca”. Kata Malaikat Jibril AS.
QS. Al-’Alaq 96 : 1-5
Yang artinya : Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang
menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu teramat Mulia. Yang
mengajarkan dengan pena (tulis baca). Mengajarkan kepada Manusia apa yang
tidak diketahuinya.
Inilah Wahyu yang pertama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW. Dan inilah pula saat penobatan beliau sebagai Rasulullah,
atau Utusan Allah SWT kepada seluruh umat manusia, untuk menyampaikan
risalahNya.
Pada saat menerima pengangkatan menjadi Rosul ini, umur beliau
mencapai 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut tahun bulan (Qamariyah) atau 39 tahun
3 bulan 8 hari menurut tahun matahari (syamsiah). Setelah menerima wahyu itu
beliau terus pulang ke rumah dalam keadaan gemetar, sehingga minta diselimuti
oleh istrinya Siti Khadijah. Istri yang patuh dan setia itu segera
menyelimutinya. Setelah agak reda cemasnya, maka diceritakannya kepada istrinya
segala apa yang terjadi atas diri beliau dengan perasaan cemas dan kuatir. Akan
tetapi istrinya yang bijaksana itu sedikitpun tidak memperlihatkan kekhawatiran
dan kecemasan hatinya bahkan dengan khidmat ia menatap muka suaminya, seraya
berkata “Bergembiralah hai anak pamanku, tetapkanlah hatimu, demi Tuhan yang
jiwa Khadijah didalam tanganNya, saya harap engkaulah yang akan menjadi Nabi
bagi umat kita ini. Allah tidak akan mengecewakan engkau. Bukankah engkau
senantiasa berkata benar yang selalu menumbuhkan silaturahmi, bukankah engkau
senantiasa menolong anak yatim, memuliakan tetamu dan menolong setiap orang
yang ditimpa kemalangan dan kesengsaraan?” Demikianlah Sitti Khadijah
menentramkan hati suaminya.
Karena terlampau lelah setelah mengalami peristiwa besar yang
baru saja terjadi itu, maka beliaupun tertidur. Sementara itu Sitti Khadijah
pergi kerumah anak pamannya “Waraqah bin Naufal”, seorang yang tidak menyembah
berhala, telah lama memeluk Agama Nasrani dan dapat menulis dengan Bahasa
Ibrany, telah mempelajari serta menyalin ke Bahasa Arab isi Kitab Injil dan
Taurat, Usianya sudah lanjut dan matanya sudah buta, lalu diceritakannya oleh
Sitti Khadijah tentang apa yang terjadi atas diri suaminya.
Setelah didengarnya cerita Khadijah itu, lalu ia berkata
“Quddus, quddus, demi Tuhan yang jiwa Waraqaf didalam TanganNya, jika engkau
membenarkan aku ya Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Muhammad)
namus akbar (petunjuk yang Maha Besar) sebagai yang pernah datang kepada Nabi
Musa AS. Dia sesungguhnya akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. Dan katakanlah
kepadanya hendaklah ia tetap tenang”.
Siti Khadijah kembali ke rumahnya, lalu diceritakannya apa yang
dikatakan oleh Waraqaf bin Naufal kepada Suaminya (Rasulullah) dengan kata-kata
yang lemah lembut yang dapat menghilangkan kecemasan dan kekhawatiran
Rasulullah.
Didalam kitab-kitab Tarikh diriwayatkan, bahwa setelah badan
Nabi Muhammad SAW kelihatan telah segar kembali dan telah seperti sedia kala,
suaranya sudah berangsur terang, maka Khadijah mengajak Nabi untuk segera pergi
menemui Waraqaf bin Naufal di rumahnya, dengan maksud hendak bertanya lebih
lanjut secara langsung kepadanya tentang peristiwa yang telah menimpa diri Nabi
yang terjadi dalam Gua Hira itu.
Sesampai Nabi bersama Khadijah dirumah Waraqaf bin Naufal, satu
sama lain menyampaikan penghormatannya. Kemudian Waraqaf menanyakan maksud
kedatangan Nabi berdua dengan Khadijah.
Setelah Khadijah memperkenalkan Nabi kepada Waragaf, kemudian
Nabi Muhammad SAW menceritakan apa-apa yang baru dialaminya. Kemudian Waraqaf
berkata “Quddus, Quddus! Hai (Muhammad) anak saudaraku, itu adalah rahasia yang
paling besar yang pernah diturunkan Allah kepada Nabi Musa AS. Wahai kiranya
aku dapat menjadi muda dan kuat, semoga aku masih hidup, dapat melihat, ketika
engkau dikeluarkan (diusir) kaummu”.
Nabi Muhammad SAW setelah mendengar perkataan Waraqaf yang
sedemikian itu, lalu beliau bertanya “Apakah mereka (kaumku) akan mengusir
aku??” Waraqaf menjawab “Ya semua orang yang datang membawa seperti apa yang
engkau bawa ini, mereka tetap dimusuhi. Jikalau aku masih menjumpai hari dan
waktu engkau dimusuhi itu, aku akan menolong engkau dengan sekuat tenagaku.”
Dengan keterangan Waraqaf itu, Nabi Muhammad SAW merasa telah
mendapat keterangan dan penjelasan yang jelas tentang peristiwa yang baru
dialaminya itu. Juga Khadijah memegang teguh keterangan-keterangan Waraqaf itu,
dan memang itulah yang dinantikan selama ini, berita gembira tentang keangkatan
suaminya menjadi Rasul.
Peranan Khadijah di saat-saat Nabi Muhammad SAW Menerima Wahyu
Sitti Khadijah adalah masih satu keturunan dengan Nabi Muhammad
SAW yaitu bertemu di Qushai. Jika diuraikan silsilah keturunan Nabi Muhammad
SAW dan Sitti Khadijah adalah demikian (Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muththalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai) sedangkan (Khadijah binti
Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai). Jadi diantara istri-istri Nabi
Muhammad SAW. Sitti Khadijah inilah yang paling dekat nasabnya dengan beliau.
Sitti Khadijah adalah seorang Janda keturunan bangsawan Quraisy.
Ia telah dua kali menikah, yang pertama dengan ‘Atieq bin ‘Aabld Al-Makhzumy
seorang laki-laki masih tergolong keluarga bangsawan Quraisy. Perkawinan
Khadijah dengan suaminya yang pertama ini lama berlangsung, hanya menurunkan
seorang puteri yang bernama Hindun, karena ‘Atieq meninggal dunia. Kemudian
Sitti Khadijah kawin lagi dengan Nabbasy ini menurunkan seorang putera bernama
Halal dan seorang puteri juga bernama Hindun. Perkawinan dengan suaminya yang
ke dua inipun tidak lama berlangsung, karena Nabbasy meninggal dunia pula. Sehingga
kedua kalinya Sitti Khadijah menjadi Janda.
Sitti Khadijah mempunya Pribadi yang luhur dan Akhlak yang
Mulia. Dalam kehidupannya sehari-hari senantiasa memelihara kesucian dan
martabat dirinya. Ia jauhi adat istiadat yang tidak senonoh wanita-wanita Arab
Jahiliyah pada waktu itu, sehingga oleh penduduk Mekkah ia diberi gelar “At
Thahirah”. Ia mempunyai pemikiran yang tajam, lapang dada, kuat himmah dan
tinggi cita-citanya. Ia suka menolong orang-orang yang hidup dalam kekurangan
dan sangat penyantun kepada orang-orang yang lemah. Disamping itu ia adalah
seorang wanita yang pandai berdagang. Perdagangannya tidak dikerjakannya
sendiri, melainkan dibawa oleh beberapa orang kepercayaannya atau oleh orang
yang sengaja mengambil upah untuk membawakan dagangannya ke Negeri Syam dan
lain-lain. Perdagangannya sangat maju, sehingga ia adalah terhitung seorang
wanita yang kaya raya dan sangat dermawan dalam masyarakat Quraisy Kota
Mekkah pada saat itu.
Meskipun Sitti Khadijah telah dua kali menikah dan telah pula menjadi
janda dan mempunyai anak, akan tetapi masih banyak laki-laki yang meminangnya
untuk mengambilnya menjadi istri. Tetapi semua pinangan yang diumajukan itu
ditolaknya dengan cara yang bijaksana dan sangat halus sehingga laki-laki yang
telah ditolak pinangannya itu tidak merasa tersinggung atau merasa dihina.
Demikianlah pribadi dan ketinggian budi wanita pilihan yang akan menjadi
seorang utusan Allah yang akan memperbaiki akhlak kaumnya dan mengangkat derajat
kaumnya yang bergelimang dalam kesesatan dan kehinaan, ke derajat
kemuliaan dan kebahagiaan yang kekal abadi.
Adapun peranan Sitti Khadijah isteri Nabi Muhammad SAW yang
patuh dan setia ini, disaat-saat Nabi menerima wahyu dan keangkatan sebagai
Rasulullah (utusan Allah) secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sitti nKhadijah kenal benar akan jiwa, pribadi serta akhlak
suaminya (Nabi Muhammad SAW) sejak kecil hingga dewasa dan kemudian menjadi
suaminya, yang tidak puas bahkan sangat tidak suka kepada adat istiadat kaumnya
yang menyembah dan mendewakan patung dan berhala. Demikian pula ia sangat benci
pada kegemaran kaumnya berjudi dan meminum khamar serta melakukan
perbuatan-perbuatan diluar peri kemanusiaan seperti membunuh bayi perempuan
mereka hidup-hidup karena malu dan takut miskin.
2. Sitti Khadijah member suaminya kesempatan dan keleluasaan
yang sebesar-besarnya untuk memasuki kehidupan berpikir dan alam nafsani untuk
mencari hakikat yang benar dan mutlak. Suaminya diberi dorongan semangat, agar
terus mencari hakikat yang benar dan mutlak itu. Dengan tidak dibebani
persoalan-persoalan rumah tangga dan untuk membantu melancarkan roda
perdagangannya, karena semuanya itu telah diurus oleh Sitti Khadijah sendiri.
Dan ketika suaminya bertafakur atau bertahanuts di Gua Hira’ disediakannya
perbekalanuntuk tinggal selama beberapa hari dalam melakukan tahannuts mencari
hakikat yang benar itu.
3. Ketika Nabi Muhammad SAW dalam keraguan dan kebimbangan
menghadapi kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam tidurnya (mimpi yang benar),
Sitti Khadijah sebagai isteri yang setia meyakinkan suaminya bahwa dengan
akhlaknya yang mulia dan tidak pernah berdusta atau menyakiti hati orang lain,
mustahil ia akan diganggu atau digoda oleh Jin dan Syetan.
4. Ketika Nabi Muhammad SAW dalam kegelisahan dan kebingungan
setelah menerima wahyu yang pertama. Sitti Khadijah menghibur dan meyakinkan
hati suaminya bahwa suaminya akan menjadi Nabi dan akan mengangkat derajat
kaumnya dari lembah kehinaan dan kesesatan ke derajat kemuliaan dan kebahagiaan
abadi. Kemudian setelah hilang kecemasan dan keraguan suaminya, pergilah ia
kerumah Waraqah bin Naufal menceritakan perihal yang dialami suaminya. Dan oleh
Waraqah ditegaskan berdasarkan pengetahuannya dalam Kitab Injil yang
dipelajarinya bahwa Muhammad SAW akan menjadi seorang Nabi.
5. Ketika suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah
menyuruh mulai bekerja dan berjuang menyiarkan agama Allah dan mengajak kaumnya
kepada Agama Tauhid, Sitti khadijah adalah seorang wanita yang pertama yang
percaya bahwa suaminya adalah Rasulullah (utusan Allah) dan kemudian ia
menyatakan ke-Islam-annya tanpa ragu-ragu dan bimbang sedikit juapun.
Peranan Sitti Khadijah sebagai seorang istri dan wanita pilihan
yang memang telah ditetapkan oleh Allah dalam Qadar-Nya adalah sangat besar sekali
dalam usaha suaminya untuk menyeru dan mengajak kaumnya kepada Agama Tauhid dan
meninggalkan agama Berhala dan adat-istiadat Jahiliyah.
Tugas Nabi Muhammad SAW
Menurut riwayat selama lebih kurang dua setengah tahun lamanya
sesudah menerima wahyu yang pertama, barulah Rasulullah menerima wahyu yang ke
dua. Dikala menunggu-nunggu wahyu yang ke dua itu, kembali Rasulullah diliputi
perasaan cemas dan khawatir kalau-kalau wahyu itu putus, malahan hampir saja
beliau berputus asa. Akan tetapi ditetapkannya hatinya dan beliau terus
bertahannuts sebagaimana biasa di Gua Hira. Tiba-tiba terdengarlah suara dari
langit dan beliau menengadah dan tampaklah Malaikat Jibril AS. Sehingga beliau
menggigil ketakutan dan segera pulang kerumah. Kemudian minta kepada istrinya
Sitti Khadijah supaya menyelimutinya. Dalam keadaan berselimut itulah datang
Malaikat Jibril AS menyampaikan wahyu Allah yang ke dua kepada beliau yang
berbunyi :
Q.S Al-Muddatstsir 74 : 1-7
Artinya : Hai Orang yang Berselimut, Bangun dan Berilah Peringatan!
Besarkanlah (nama) Tuhanmu, Bersihkanlah Pakaianmu, Jauhilah Perbuatan Maksiat,
Janganlah kamu member, karena Hendak Mendapatkan yang Lebih Banyak, Dan
Hendaklah Kamu Bersabar untuk Memenuhi Perintah Tuhanmu.
Menyiarkan Agama Islam Secara Sembunyi-sembunyi
Sesudah Rasulullah menerima wahyu yang ke dua yang menjelaskan
tugas atas dirinya mulailah beliau secara sembunyi-sembunyi menyeru keluarganya
yang tinggal dalam satu rumah dan sahabat-sahabat beliau yang terdekat seorang
demi seorang agar mereka meninggalkan agama berhala dan hanya menyembah Allah
Yang Maha Esa. Maka yang mula-mula iman kepadanya ialah isteri beliau sendiri
Sitti Khadijah, kemudian disusul oleh putera pamannya yang masih amat muda Ali
bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah budak beliau yang kemudian menjadi anak
angkat beliau.
Setelah itu lalu beliau menyeru ke Abu Bakar siddiq seorang
sahabat karib yang telah lama bergaul dan Abu Bakar pun segera beriman dan
memeluk Agama Islam. Dengan perantara Abu Bakar, banyak orang-orang yang
memeluk Agama Islam antara lain ialah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad
bin Abi Waqqash, Abdurahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidilah, Abu Ubaidillah bin
Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Fatimah binti Khaththab (adik Umar bin Khaththab)
beserta suaminya Said bin Zaid Al ‘Adawi dan beberapa orang penduduk Kota
Mekkah lainnya dari Kabilah Quraisy. Mereka itu diberi gelar “As Saabiquunal
awwaluun” artinya Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama masuk Agama
Islam.
Mereka ini mendapat gemblengan dan pelajaran tentang Agama Islam
dari Rasulullah sendiri di tempat yang tersembunyi di Arqam bin Abil Arqam
dalam Kota Mekkah.
Menyiarkan Agama Islam secara Terang-terangan
Tahun lamanya Rasulullah SAW melakukan Da’watul Afraad yaitu
ajakan masuk Agama Islam seorang demi seorang secara diam-diam atau secara
sembunyi-sembunyi dari satu rumah ke rumah lainnya. Kemudian sesudah ini
turunlah Firman Allah Surat Al Hijr 15 : 94 yang berbunyi ;
Artinya Maka Jalankanlah Apa Yang Telah Diperintahkan Kepadamu
dan Berpalinglah dari Orang-orang musrik.
Ayat ini memerintahkan kepada Rasulullah agar menyiarkan Islam
dengan Terang-terangan dan meninggalkan cara sembunyi-sembunyi itu. Maka
mulailah Nabi Muhammad SAW menyeru kaumnya secara umum ditempat-tempat
terbukauntuk menyembah Allah dan mengEsakan-Nya. Pertama kali seruan (Da’wah)
yang bersifat umum ini beliau tujukan kepada kerabatnya sendiri lalu kepada
penduduk Kota Mekkah pada umumnya yang terdiri dari bermacam-macam lapisan
masyarakat baik golongan bangsawan, hartawan dan hamba sahaya. Kemudian pada
Kabilah-kabilah Arab dari berbagai daerah yang datang ke Kota Mekkah untuk
mengerjakan Haji.
Dengan seruan yang bersifat umum dan terang-terangan ini, maka
Nabi Muhammad SAW dan Agama baru yang dibawanya (Islam)menjadi perhatian dan
pembicaraan ramai dikalangan Masyarakat Kota Mekkah.
Pada mulanya mereka anggap gerakan nabi Muhammad SAW itu adalah
suatu gerakan yang tidak mempunyai dasar dan tujuan dan bertahan hidup hanya
sebentar saj. Oleh karena itu sikap mereka terhadap Nabi acuh tak acuh dan
mereka membiarkannya. Gerakan Nabi Muhammad SAW semakin meluas dan
pengikut-pengikutnya bertambah banyak dan seruan Nabi Muhammad SAW semakin
tegas dan lantang. Beliau juga mulai mengecam agama berhala kaumnya dengan
mencela sembahan mereka serta membodohkan pula nenek moyang mereka yang
menyembah berhala-berhala itu.
Reaksi Orang Quraisy
Ketika orang-orang Quraisy melihat gerakan Islam serta mendengar
bahwa mereka dengan nenek moyang mereka dibodoh-bodohkan dan berhala-berhala
mereka dihina-hina, bangkitlah kemarahan mereka dan mulailah mereka melancarkan
permusuhan terhadap Nabi dan pengikut-pengikutnya. Banyaklah pengikut Nabi yang
terkena siksa diluar perikemanusiaan terutama sekali pengikut dari golongan
rendah. Terhadap Nabi sendiri, mereka tidak berani melakukan gangguan badan, karena
beliau masih dilindungi paman beliau Abu Thalib dan disamping itu beliau adalah
keturunan Bani Hasyim yang mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi dalam
pandangan masyarakat Quraisy sehingga beliau disegani.
Pada suatu ketika datanglah beberapa pemuka-pemuka Quraisy
menemui Abu Thalib meminta agar dia menghentikan segala kegiatan Nabi
Muhammad SAW dalam menyiarkan Islam dan janganlah mengecam Agama mereka.
Tuntutan mereka ini ditolak secara baik oleh Abu Thalib. Setelah mereka melihat
perutusan itu tidak memberi hasil. Datanglah mereka kembali kepada Abu Thalib
untuk menyatakan bahwa mereka tidak dapat membiarkan tingkah laku Nabi Muhammad
SAW itu dan mereka mengajukan pilihan kepadanya : menghentikan ucapan-ucapan
Nabi Muhammad SAW atau mereka sendiri yang melakukannya. Setelah Abu Thalib
mendengar ketegasan perutusan itu, timbulah rasa kekuatiran akan terjadinya
perpecahan dan permusuhan kaumnya, namun tak sampai hati juga ia melarang
keponakannya itu. Akhirnya dipanggilnya Nabi Muhammad SAW dan ia berkata :
“wahai anakku! Sesungguhnya aku dijumpai oleh pemimpin-pemimpin kaummu. Mereka
mengatakan kepadaku supaya aku mencegah kamu melakukan penyiaran Islam dan
tidak mencela agama serta nenek moyang mereka, maka jagalah diriku dan dirimu,
janganlah aku dibebani dengan sesuatu perkara diluar kesanggupanku”. Mendengar
ucapan itu Nabi Muhammad SAW mengira pamannya tidak bersedia lagi
melindunginya. Beliau berkata :
“Demi Allah wahai paman! Sekiranya mereka meletakan matahari
disebelah kananku dan bulan disebelah kiriku dengan maksud agar aku tinggalkan
pekerjaan ini (menyeru mereka kepada agama Allah) sehingga tersiar (dimuka
bumi ini) atau aku akan binasa karenanya, namun aku tidak akan menghentikan
pekerjaan ini”.
Sesudah mengucapkan kata-kata itu Nabi Muhammad SAW berpaling
seraya menangis. Ketika berpaling hendak pergi itu Abu Thalib memanggilnya :
“Menghadaplah kemari wahai anakku!” Nabipun kembali menghadap. Berkatalah
pamannya : “Pergilah dan katakanlah apa yang kamu kehendaki, demi Allah aku
tidak akan menyerahkan kamu karena suatu alasanpun selama-lamanya”.
Demikianlah tekad dan pembelaan Abu Thalib terhadap Nabi
seterusnya walaupun pemuka-pemuka Quraisy berkali-kali membujuknya, dalam pada
itu beliau menginsyafi pula kekompakan orang-orang Quraisy menghadapi beliau.
Oleh karena itu beliau mengingatkan Bani Hasyim dan Bani Muththalib agar tetap
memelihara semangat setia keluarga bahwa bilamana salah seorang dari mereka
teraniaya maka seluruh keluarga harus bangkit serentak membelanya. Peringatan
Abu Thalib ini disambut mereka dengan sungguh-sungguh baik yang sudah Islam
maupun yang masih kafir.
Ada beberapa faktor yang mendorong orang Quraisy menentang Islam
dan kaum muslimin antara lain ialah :
1. Persaingan berebut kekuasaan, Didalam Kabilah besar Quraisy
sudah sejak lama terdapat golongan-golongan (keluarga besar) yang saling bersaing
untuk merebut pengaruh dan kekuasaan. Tunduk kepada Nabi Muhammad SAW
menurut pendapat mereka sama dengan tunduk menyerahkan pimpinan atau kekuasaan
kepada keluarga Nabi Muhammad SAW yaitu Bani Abdul Muththalib. Mereka tidak
dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
2. Ajaran persamaan Hak dan Derajat yang dibawa Islam, Orang
Quraisy memandang diri mereka adalah lebih mulia dan tinggi dari golongan
Bangsa Arab lainnya, sedangkan Agama Islam memandang manusia itu sama saja Hak
dan martabatnya dan tidak berbeda antara hamba sahaya dengan tuannya, antara
kulit putih dengan orang kulit hitam. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS.
Al-Hujurat 49;13 yang artinya : ……Sesungguhnya orang yang paling mulia pada
sisi Allah ialah orang yang paling Taqwa…
Oleh sebab itu orang Quraisy enggan dan tidak mau masuk Agama
Islam yang menurut anggapan mereka menurunkan martabat diri mereka dan
merugikan kedudukan mereka.
3. Taklid kepada nenek moyang. Segala adat istiadat,
kepercayaan-kepercayaan dan upacara-upacara keagamaan yang mereka dapati dari
leluhur mereka. Diterima dan dipegangi secara membabi buta sebagaimana tersebut
dalam AL-Qur’an
QS. Al Maa’idah 5;104 yang artinya : ….cukuplah bagi kami apa
yang telah kami terima dari nenekmoyang kami…
Hijrah Ke Habsyah
Setelah orang-orang Quraisy merasa bahwa usaha -usaha mereka
untuk melunakan Abu Thalib tidak berhasil, maka mereka melancarkan
bermacam-macam gangguan-gangguan dan penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW dan
memperhebat siksaan-siksaan diluar perikemanusiaan terhadap pengikut-pengikut
beliau. Akhirnya Nabi Muhammad SAW tidak tahan melihat penderitaan
sahabat-sahabatnya itu lalu menganjurkan agar mereka hijrah ke Habsyah
(Abisinia) yang rakyatnya menganut Agama Kristen dan Nabi Muhammad SAW
mengetahui bahwa Raja Habsyah yaitu Najasyi dikenal adil, maka berangkatlah
rombongan pertama terdiri dari sepuluh orang laki-laki dan empat orang
perempuan. Kemudian disusul oleh rombongan-rombongan yang lain hingga mencapai
hampir 100 orang. Diantaranya Utsman bin Affan beserta Istri beliau
Rukayyah (Putri Nabi), Zuer bin Awwam, Abdurahman bin Auf, Ja’far bin Abu
Thalib dan lain-lain. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-5 sesudah Nabi
Muhammad SAW menjadi Rasul (615 M).
Setibanya di Negeri Habsyah mereka mendapat penerimaan dan
perlindungan yang baik dari rajanya. Sikap baik yang ditunjukan oleh raja
Najasyi membawa kegelisahan pada orang Quraisy. Karenanya mereka mengutus Amru
bin Ash dan Abdullah bin Rabiah yang meminta agar mengembalikan orang-orang
Mekkah yang Hijrah itu dan permintaannya di tolak raja.
Sementara itu Rasulullah tetap tinggal di Mekkah menyeru kaumnya
kedalam Islam walaupun gangguan bertambah sengit. Seorang demi seorang pengikut
beliau bertambah. Berkat Rahmat Allah SWT masuklah kedalam Agama Islam pada masa
ini dua orang pemimpin Quraisy yang sangat perkasa yakni : Hamzah bin Abdul
Muththalib dan Umar bin Khaththab. Kedua orang ini pada mulanya penentang Islam
yang sangat keras. Kehadiran mereka dalam barisan Islam menghidupkan semangat
kaum muslimin, karena mereka akhirnya menjadi benteng Islam. Masuknya Umar
kedalam Agama Islam itu menimbulkan kejengkelan dan reaksi yang kuat di pihak
Quraisy. Oleh sebab itu mereka memperhebat usaha-usaha mereka untuk melumpuhkan
gerakan Nabi Muhammad SAW.
Pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib
Sesudah orang Quraisy melihat bahwa segala jalan yang mereka
tempuh untuk memadamkan da’wah (seruan) Nabi Muhammad SAW tidak memberikan
hasil dikarenakan Bani Hsyim dan Bani Muththalib (dua keluarga besar Nabi
Muhammad SAW baik yang sudah masuk Islam ataupun belum) tetap melindungi
beliau, maka mereka mencari taktik baru untuk melumpuhkan kekuatan Islam.
Mereka mengadakan pertemuan dan mengambil keputusan untuk melakukan pemboikotan
terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib ialah dengan jalan memutuskan segala
perhubungan yaitu hubungan perkawinan, jual beli, ziarah menziarahi dan
lain-lain. Keputusan mereka itu ditulis diatas kertas dan digantungkan di
Ka’bah.
Dengan adanya pemboikotan umum ini, maka Nabi Muhammad SAW dan
orang-orang Islam serta keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib terpaksa
menyingkir dan menyelamatkan diri keluar kota Mekkah. Selama tiga tahun lamanya
menderita kemiskinan dan kesengsaraan. Banyak juga diantara kaum Quraisy yang
merasa sedih akan nasib yang dialami keluarga Nabi itu. Dengan
sembunyi-sembunyi pada waktu malam hari, mereka mengirim makanan dan keperluan
lainnya kepada kaum kerabat mereka yang terasing di luar kota, seperti yang
dilakukan oleh Hisyam bin Amr. Akhirnya bangkitlah beberapa pemuka Quraisy
menghentikan pemboikotan itu. Dengan itu pulihlah kembali hubungan Bani Hasyim
dan Bani Muththalib dengan orang Quraisy. Akan tetapi nasib pengikut-pengikut
Nabi Muhammad SAW bukanlah menjadi baik bahkan orang-orang Quraisy lebih
meningkatkan sikap permusuhan mereka.
Nabi Mengalami Tahun Kesedihan
Belum lagi sembuh kepedihan yang dirasakan oleh Nabi Muhammad SAW
akibat pemboikotan umum itu, tibalah pula musibah yang besar menimpa beliau.
Yaitu wafatnya paman beliau Abu Thalib dalam usia 87 tahun. Tidak beberapa lama
kemudian disusul oleh istrinya Sitti Khadijah. Kedua musibah terjadi pada tahun
ke-10 dari masa kenabian. Tahun ini dalam sejarah disebut “Aamul Huzni” (Tahun
Kesedihan). Baik Abu Thalib maupun Sitti Khadijah telah banyak memberikan
bantuan kepada Nabi Muhammad SAW secara moril dan materiil. Abu Thalib adalah
orang amat berpengaruh dalam masyarakat; dia merupakan perisai yang setiap saat
memberikan perlindungan kepada Nabi. Sedangkan Sitti Khadijah adalah seorang
wanita bangsawan dan hartawan di Kota Mekkah. Dia juga mempunyai pribadi dan
pergaulan yang baik dalam masyarakat. Dialah yang menghibur hati Nabi di waktu
susah dan menghidupkan jiwa NAbi diwaktu mengalami kesukaran. Dikorbankannya
hartanya untuk perjuangan suaminya Nabi Muhammad SAW. Kedua orang yang
dicintainya itu telah meninggalkan beliau, disaat-saat permusuhan Quraisy
terhadap beliau sedang menjadi-jadi. Mereka sudah mulai berani menyakiti badan
Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dengan macam musibah dan penganiayaan itu tidaklah
mengendorkan semangat perjuangan beliau.
Sesudah beliau melihat bahwa Kota Mekkah tidak lagi sesuai
menjadi pusat dakwah Islam, maka beliau berdakwah keluar Kota Mekkah. Negeri
yang dituju ialah Tha’if daerah Kabilah Tsaqif. Beliau menjumpai pemuka-pemuka
kabilah itu dan diajaknya mereka kepada Agama Islam. Ajakan Nabi Muhammad SAW
itu ditolak dengan kasar. Nabi diusir, disorak-soraki dan dikejar-kejar sambil
dilempari dengan batu sampai berlindung dibawah pohon anggur dikebun utba dan
syaiba (anak Rabi’a).
Nabi Muhammad SAW Menjalani Isra’ dan Mi’raj
Disaat-saat menghadapi ujian yang maha berat dan tingkat
perjuangan sudah pada puncaknya ini, gangguan dan hinaan, aniaya serta siksaan
yang dialami beliau dengan pengikut-pengikutnya beliau semakin hebat, maka Nabi
Muhammad SAW diperintahkan oleh Allah SWT menjalani Isra’ dan Mi’raj dari
Mekkah ke Baitul Maqdis di Palestina terus naik ke langit ketujuh dan Sidratul
Muntaha. Disitulah beliau menerima perintah langsung dari Allah SWT tentang
Shalat lima waktu. Hikmah Allah SWT memerintahkan Isra’ dan Mi’raj kepada Nabi
dalam perjalanan satu malam itu adalah untuk menambah kekuatan iman dan
keyakinan beliau sebagai Rasul yang diutus Allah ketengah-tengah umat manusia
untuk membawa risalah-Nya. Dengan demikian akan bertambahlah kekuatan batin
sewaktu menerima cobaan dan musibah serta siksaan yang bagaimanapun juga
besarnya dalam memperjuangkan cita-cita luhur, mengajak seluruh umat manusia
kepada Agama Islam.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun
ke-11 sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Kejadian Isra’ dan Mi’raj ini
disamping memberikan kekuatan batin kepada Nabi Muhammad SAW dalam perjuangan
menegakan agama Allah juga menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri,
apakah mereka beriman dan percaya kepada kejadian yang menakjubkan dan diluar
akal manusia itu yaitu perjalanan beratus-ratus mil serta menembus tujuh lapis
langit dan hanya ditempuh dalam satu malam saja.
Ilmu pengetahuan dewasa ini ditantang dengan membuka tabir
rohani pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi melalui peristiwa
Isra’ dan Mi’raj. Penemuan ilmu membenarkan teori telepati transmisi masa
dengan radio, telephotography (Facsmile) dan lain-lain yang semula dianggap
pekerjaan lamunan mereka.
Orang Yatsrib Masuk Islam
Pada waktu musim Haji tiba, datanglah ke Kota Mekkah
kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru tanah Arab. Diantara mereka itu
terdapat jemaah Khazraj dari Yatsrib. Sebagaimana biasanya setiap musim Haji,
Nabi Muhammad SAW meyampaikan seruan Islam kepada Kabilah-kabilah yang
sedang melakukan Haji. Kali ini beliau menjumpai orang-orang Khazraj. Mereka
ini sudah mempunyai pengertian tentang Agama ketuhanan, dan kerap kali
mendengar dari orang Yahudi di negeri mereka tentang akan lahirnya seorang Nabi
pada waktu dekat. Segeralah mereka mencurahkan perhatian kepada dakwah yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada mereka itu. Pada waktu itu juga
langsung ber-Iman setelah mereka yakin bahwa Muhammad itu Nabi yang
dinanti-nantikan. Peristiwa ini merupakan titik terang bagi perjalanan risalah
Nabi Muhammad SAW. Orang Khazraj yang masuk Islam ini lebih dari enam orang.
Tetapi merekalah yang membuka lembaran baru sejarah perjuangan Nabi Muhammad
SAW.
Setibanya mereka di Yatsrib dari Mekkah, mulailah mereka
menyiarkan kepada kaum kerabat mereka tentang kebangkitan Nabi Akhir zama
Muhammad SAWyang berada di Kota Mekkah. Berkat kegiatan mereka hampir setiap
rumah di Madinah sudah mendengar dan membicarakan tentang Nabi Muhammad
SAW.
Pada tahun ke dua belas sesudah kenabian, datanglah ke Mekkah di
musim Haji 12 orang laki-laki dan seorang wanita penduduk Yatsrib. Mereka
menemui Rasulullah secara rahasia di Aqabah. Ditempat inilah mereka mengadakan
bai’at (perjanjian) atas dasar Islam dengan Nabi Muhammad SAW bahwa mereka
tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri, berzina, membunuh
anak-anak, fitnah memfitnah dan tidak akan mendurhakai Nabi Muhammad SAW.
Perjanjian ini dalam sejarah dinamakan Bai’atul Aqabatil Ula (perjanjian Aqabah
yang pertama) karena dilangsungkan di Aqabah untuk yang pertama kalinya.
Dinamakan pula Bai’atun Nisaa’ (perjanjian wanita) karena dalam Bai’at itu ikut
juga seorang wanita bernama Afra binti abid bin Tsa’labah. Sesudah selesai
pembai’atan ini, Rasulullah mengirim Mushab bin Umair bersama mereka ke Yatsrib
untuk mengajarkan Alqur’an dan Agama Islam. Maka Agama Islam pun tersebar
kesetiap rumah dan keluarga penduduk Yatsrib, kecuali beberapa keluarga kecil
orang Aus.
Pada tahun ke tiga belas dari kenabian, berangkatlah serombongan
kaum muslimin dari Yatsrib ke Mekkah untuk mengerjakan Haji. Orang-orang Islam
itu mengundang Rasul agar mengadakan pertemuan dengan mereka di Aqabah pada
hari Tasyriq. Sesudah selesai melaksanakan upacara Haji, keluarlah orang-orang
Islam dari perkemahan mereka menuju Aqabah secara sembunyi-sembunyi pada waktu
tengah malam. Ditempat itulah mereka berkumpul menunggu Nabi. Jumlah mereka 73
orang laki-laki dan 2 orang wanita. Rasulullah pun datang dengan
didampingi oleh Abbas, paman beliau yang dimasa itu masih belum menganut agama
Islam. Setelah mereka duduk semuanya, maka yang berbicara yang pertama kali
adalah Abbas, katanya :
“Para Khazraj! Kamu semua telah mengetahui bahwa Muhammad SAW
ini adalah salah seorang diantara kaum kami. Kami telah membelanya, sebab itu
dia terhormat dan terjaga di negerinya. Sekarang dia ingin menyebelah dan
menggabungkan diri dengan kamu. Sekiranya kamu benar-benar bermaksud akan setia
kepadanya dalam segala hal yang kamu kemukakan kepadanya dan kamu kamu akan
membelanya dari semua orang yang menantangnya, dapatlah saya menyerahkan
Muhammad kepada kamu, atas pertanggung jawab kamu sendiri. Akan tetapi
sekiranya kamu akan menyerahkan kepada musuh-musuhnya dan mengecewakannya, maka
tinggalkanlah dia dari sekarang”.
Pembicaraan Abbas ini dijawab oleh Khazraj “Telah kami dengar
apa yang kamu katakana, ya Abbas. Maka cobalah Rasulullah sendiri yang
berbicara. Ambillah ya Rasulullah apa yang kamu inginkan buat dirimu dan Tuhanmu”.
Maka berbicaralah dan beliau baca ayat-ayat Al-Qur’an kemudian beliau
berkata :
“Saya ingin mengambil perjanjian dari kamu semua, bahwa kamu
akan menjaga saya sebagaimana kamu menjaga keluarga dan anak-anak kamu
sendiri”.
Kemuadian berdirilah 12 orang pemuka-pemuka Khazraj dan Aus dari
penduduk Yatsrib itu. Masing-masing mewakili golongan yang ada dalam kabilah
mereka. Merekapun berjanji akan membela Nabi Muhammad SAW walaupun harta dan
jiwa mereka habis tandas karenanya. Seorang demi seorang menjabat tangan
Rasulullah tanda bai’at yang berarti peryataan dan sumpah setia. Peristiwa ini
dalam sejarah dinamakan Bai’atul Aqabah Ats Tsaaniyah (perjanjian Aqabah
kedua).
Hijrah ke Yatsrib
Sejak zaman dahulu kota Yatsrib (empat belas hari perjalanan ke
sebelah utara Kota Mekkah) merupakan stasiun yang penting yang terletak
dilalu-lintas perdagangan dari Mekkah ke Syiria. Orang yahudi dan orang Arab
yang beragama Yahudi sejak sebelum masehi sudah berkuasa di negeri ini. Barulah
pada abad ke-5 Masehi orang Khazraj dan Aus berpindah dari Arabia Selatan dan
ikut menetap di Yatsrib. Karena hidup mereka berdekatan dengan orang Yahudi
maka mereka sedikit banyaknya sudah mengerti tentang ketuhanan, kenabian, wahyu
dan hari akhirat. Maka tidaklah mengherankan, apabila orang Arab Yatsrib mudah
menerima Agama Islam.
Tatkala Nabi Muhammad SAW melihat tanda-tanda baik pada
perkembangan Islam di Yatsrib, disuruhnyalah para sahabat-sahabatnya berpindah
kesana. Berkatalah Rasulullah kepada para sahabat-sahabatnya “Sesungguhnya
Allah Azza Wa Jalla telah menjadikan orang-orang Yatsrib sebagai
saudara-saudara bagimu dan Negeri itu sebagai tempat yang aman bagimu”.
Orang-orang Quraisy sangat terperanjat setelah mengetahui
perkembangan Islam di Yatsrib itu. Mereka merasa khawatir jika Nabi Muhammad
SAW berkuasa di Yatsrib itu, karena tentulah Muhammad dan pengikutnya akan
menyerang Kafilah-kafilah dagang merekayang pulang pergi ke Syam. Hal demikian
berarti kerugian bagi perniagaan mereka. Oleh karena itu sebelum terlambat
mereka harus bertindak cepat dan tegas terhadap Nabi Muhammad SAW selagi dia
belum ikut pindah ke Yatsrib. Maka bersidanglah pemuka-pemuka Quraisy di Daarun
Nadwah untuk merencanakan tindakan apakah yang akan diambil terhadap Nabi.
Akhirnya mereka memutuskan bahwa Nabi Muhammad SAW harus dibunuh. Demi
keselamatan masa depan mereka. Untuk melaksanakan pembunuhan ini, setiap suku
Quraisy mengirimkan seorang pemuda pilihan. Dengan demikian bilamana Nabi
Muhammad SAW berhasil dibunuh, keluarganya tidak akan mampu menuntut kepada
seluruh suku.
Rencana keji kaum Quraisy ini telah diketahui oleh Nabi Muhammad
SAW dan beliau diperintahkan oleh Allah SWT agar segera berpindah ke Yatsrib.
Hal ini beliau beritahukan kepada sahabatnya Abu Bakar. Abu Bakar minta kepada
Nabi Muhammad SAW supaya diijinkan menemani beliau dalam perjalanan yang
bersejarah ini. Nabi Muhammad SAW setuju dan lalu Abu Bakar menyediakan
persiapan untuk perjalanan ini.
Pada malam hari waktu pemuda-pemuda Quraisy sedang mengepung
rumah Nabi dan siap akan membunuh beliau, Rasulullah berkemas-kemas untuk
meninggalkan rumah. Ali bin Abi Thalib disuruh menempati tempat tidur beliau
supaya orang-orang Quraisy mengira bahwa beliau masih tidur. Kepada Ali
diperintahkan juga, supaya mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepada
beliau kepada pemiliknya masing-masing. Kemudian dengan diam-diam beliau keluar
dari rumah. Dilihatnya pemuda-pemuda yang mengepung rumah beliau sedang
tertidur tak sadarkan diri. “Alangkah kejinya mukamu” kata Rasulullah seraya
melemparkan pasir diatas kepala mereka. Dengan sembunyi-sembunyi beliau pergi
menuju rumah Abu Bakar. Kemudian mereka berdua keluar dari pintu belakang rumah
dengan menaiki unta yang sudah disiapkan oleh Abu Bakar. Menuju ke sebuah Gua
dibukit Tsuur sebelah selatan kota Mekkah. Lalu mereka bersembunyi didalam Gua
tersebut.
Setelah pemuda-pemuda tersebut mengetahui bahwa Nabi Muhammad
SAW tidak ada dirumah dan terlepas dari kepungan mereka, maka mereka
menjelajahi seluruh Kota untuk mencari Nabi, tetapi tetep tidak juga bertemu.
Akhirnya mereka sampai juga di Gua Tsuur tempat Nabi dan Abu Bakat bersembunyi.
Tetapi dengan perlindungan dari Allah SWT, dimuka Gua itu terdapat sarang
laba-laba yang berlapis-lapis seolah-olah terjadinya telah lama sebelum Nabi
dan Abu Bakar masuk didalamnya. Melihat keadaan yang demikian, pemuda-pemuda
Quraisy itu sedikitpun tidak menaruh curiga. Setelah tiga hari lamanya mereka
bersembunyi dalam Gua tersebut dan keadaan sudah dirasakan aman, maka Nabi dan
Abu Bakar (dengan penunjuk jalan Abdullah bin Uraiqit) barulah meneruskan
perjalanan menyusur pantai Laut Merah, dan Ali bin Abi Thalib menyusul
kemudian.
Dengan berpindahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ini
berakhirlah periode pertama risalahnya, tidak kurang 13 tahun lamanya berjuang
antara hidup dan mati menegakan agama Allah SWT ditengah-tengah masyarakat
Mekkah. Peristiwa bersejarah tersebut dituangkan dalam Firman Allah SWT
Q.S 8 ; 30 dan lihat pula Q.S 9 ; 40
Artinya : Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy)
memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau
membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan
tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Yatsrib menjadi Madinatun Nabiy
Setelah mengarungi padang pasir yang sangat luas dan amat
panas, akhirnya pada hari senin tanggal 8 Rabi’ul awal tahun 1 Hijriyah tibalah
Nabi Muhammad SAW di Quba sebuah tempat kira-kira 10 kilometer jauhnya
dari Yatsrib. Selama empat hari beristirahat. Nabi Muhammad SAW mendirikan
sebuah Masjid yaitu Masjid Quba, inilah masjid yang pertama kali didirikan
dalam sejarah Islam.
Pada hari Jum’at tanggal 12 Rabi’ul awal tahun 1 Hijriyah
bertepatan dengan tanggal 24 September tahun 622 Masehi. Nabi Muhammad SAW Abu
Bakar dan Ali bin Abi Thalib memasuki Kota Yatsrib dengan mendapat sambutan yang
hangat, penuh kerinduan dan rasa hormat dari penduduknya. Pada hari itu juga
Nabi Muhammad SAW mengadakan Sholat Jum’at yang pertama kali dalam sejarah
Islam. Dan beliaupun berkhutbah dihadapan kaum Muslimin (Muhajirin dan Anshar).
Sejak ini Yatsrib berubah namanya menjadi Nabiy artinya “Kota Nabi” yang
selanjutnya disebut Madinah
Setelah menetap di Madinah, barulah Nabi Muhammad SAW memulai
rencana mengatur siasat membentuk masyarakat Islam yang bebas dari ancaman dan
tekanan, mempertalikan hubungan kekeluargaan antara kaum Anshar dan Muhajirin,
mengadakan perjanjian saling membantu antara kaum muslimin dengan orang-orang
yang bukan Islam dan menyusun siasat, ekonomi, social serta dasar-dasar Daulah
Islamiyah.
Dalam usaha membentuk masyarakat Islam di Kota Madinah ini
sekaligus beliau berjuang pula memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam
yang dibina itu dari rongrongan musuh, baik dari dalam maupun dari luar. Dengan
demikian gerak perjuangan Nabi Muhammad SAW di Madinah itu bersifat dua segi.
Pertama yaitu membina masyarakat Islam dan Kedua yaitu memelihara dan
mempertahankan masyarakat Islam itu.
NABI MUHAMMAD SAW MEMBINA MASYARAKAT ISLAM
Dalam membina masyarakat Islam di Kota Madinah ini, usaha-usaha
pokok yang terlebih dahulu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW antara lain :
1. Mendirikan Masjid
Beliau dahulukan mendirikan bangunan Masjid sebelum mengerjakan
bangunan-bangunan lainnya selain rumah tempat kediaman beliau sendiri,
dikarenakan masjid mempunyai potensi yang sangat vital didalam menyatukan umat
dan menyusun kekuatan mereka lahir batin dan untuk membina masyarakat Islam
atau Daulah Islamiyah berlandaskan semangat Tauhid. Didalam masjid Nabi
Muhammad SAW dapat mengadakan benteng pertahanan yang bersifat Moril dan
spirituil yaitu semangat jihad di jalan Allah SWT. Sehingga kaum muslimin yang
waktu itu jumlahnya belum seberapa banyak, rela mengorbankan harta benda dan
segenap kesenangan materi mereka. Didalam masjid beliau senantiasa mengajarkan
pokok-pokok agama Islam kepada kaum Muhajirin dan Anshar. Dan didalam masjid
pula kaum muslimin melakukan ibadat berjama’ah dan senantiasa dapat bertemu,
bermusyawarah untuk merundingkan masalah-masalah yang bersama-sama mereka
hadapi.
Masjid selain tempat untuk bersujud kepada Allah SWT juga
digunakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pembinaan umat Islam yang berjiwa
Tauhid. Karena Masjid adalah tempat yang paling efektif untuk menyusun dan
menghimpun potensi umat Islam.
2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dengan Anshar
Kaum Muhajirin yang jauh dari sanak keluarga dan kampung halaman
mereka, diper-erat oleh beliau dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum
Anshar. Karena kaum Anshar telah menolong mereka dengan ikhlas dan tidak
memperhitungkan keuntungan-keuntungan yang bersifat materi, melainkan hanya
karena mengharap keRidhaan Allah SWT semata-mata.
Abu Bakar, beliau persaudarakan dengan Haritsah bin Zaid. Ja’far
bin Abi Thalib, beliau persaudarakan dengan Mu’as bin Jabal dan Umar bin
Khatab, beliau persaudarakan dengan Itbah bin Malik. Begitu seterusnya tiap-tiap
orang dari kaum Anshar dipersaudarakan dengan kaum Muhajirin dan persaudaraan
itu hukumnya sebagai saudara kandung. Dengan demikian maka kaum Muhajirin yang
bertahun-tahun terpisah dengan sanak saudara dan kampung halamannya merasa
tenteram dan aman menjalankan syari’at agamanya. Ditempat yang baru itu
sebagian dari mereka ada yang hidup berniaga dan ada pula yang bertani (seperti
Abu Bakar, Utsman dan Ali) mengerjakan tanah kaum Anshar. Dengan ikatan yang
teguh ini dapatlah Nabi Muhammad SAW mengikat setiap pengikut Islam yang
terdiri dari bermacam-macam suku dan kabilah itu kedalam satu ikatan masyarakat
Islam yang kuat dengan semangat kerja bergotong-royong, senasib sepenanggungan,
seperasaan, sesakit, sesenang, dengan persaudaraan Islam.
Segolongan orang Arab yang menyatakan masuk Islam dalam keadaan
miskin disediakan tempat tinggal dibagian masjid yang kemudian dikenal dengan
Ashhab Shuffa. Keperluan hidup mereka dipikul bersama diantara Muhajirin dan
Anshar yang berkecukupan.
3. Perjanjian Perdamaian dengan Kaum Yahudi
Guna menciptakan suasana tenteram dan aman dikota baru bagi
Islam (Madinah), Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian persahabatan dan
perdamaian dengan kaum Yahudi yang berdiam didalam dan disekeliling Kota
Madinah. Dalam perjanjian ini ditetapkan dan diakui hak kemeredekaan tiap-tiap
golongan untuk memeluk dan menjalankan agamanya. Inilah salah satu perjanjian
politik yang memperlihatkan kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW sebagai seorang
ahli politik yang ulung. Tindakan seperti ini belum pernah dilakukan oleh
Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang terdahulu, baik oleh Nabi Isa AS maupun Nabi
Musa AS atau Nabi-Nabi sebelum mereka.
Kedudukan Nabi Muhammad SAW bukan saja hanya sebagai seorang
Nabi dan Rasul, tetapi juga dalam masyarakat Islam beliau sebagai ahli Politik,
Diplomat yang bijak. Ditengah-tengah medan pertempuran beliau sebagai
pahlawan yang gagah berani dan didalam melakukan musuh yang sudah kalah beliau
sebagai seorang yang ksatria yang tidak ada taranya.
Diantara isi perjanjian yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW
dengan kaum Yahudi itu antara lain :
- Bahwa kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum
muslimin. Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya
masing-masing.
- Kaum Muslimin dan kaum Yahudi wajib bertolong-tolongan untuk
melawan siapa saja yang memerangi mereka dan orang-orang Islam memikul belanja
mereka sendiri pula.
- Kaum Muslimin dan Kaum Yahudi wajib nasehat-menasehati,
tolong-menolong, dan melaksanakan kebajikan dan keutamaan.
- Bahwa Kota Madinah adalah Kota Suci yang wajib dihormati oleh
mereka yang terikat dengan perjanjian itu
- Kalau terjadi perselisihan diantara kaum Yahudi dengan Kaum
Muslimin, sekiranya dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan. Maka urusan itu hendaklah diserahkan kepada Allah SWT dan Rasul.
- Bahwa siapa saja yang
tinggal didalam atau diluar dari Kota Madinah, wajib dilindungi keamanan
dirinya (kecuali orang yang zalim dan bersalah) sebab Allah SWT menjadi
pelindung orang-orang yang baik dan berbakti.
Perjanjian politik yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW sejak 14
abad yang silam menjamin kemerdekaan beragama dan menyakini hak-hak
kehormatan jiwa dan harta golongan bukan Islam. Perjanjian yang dibuat oleh
Nabi Muhammad SAW ini merupakan peristiwa baru dalam dunia politik dan
peradaban. Sebab waktu itu di berbagai pelosok bumi masih berlaku pemerkosaan
dan perampasan hak-hak asasi manusia.
Disebabkan oleh perjanjian yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW
dengan kaum Yahudi dan perjanjian-perjanjian lain yang dibuatnya dengan kaum
Yahudi Bani Quraizhah, maka Kota Madinah menjadi sebuah kota yang suci atau
“Madinatul Haram” dalam arti kata yang sebenar-benarnya karena setiap penduduk
mempunyai tanggung jawab dan memikul kewajiban bersama untuk menyelenggarakan
keamanandan guna membela serta mempertahankan terhadap setiap serangan musuh
dari mana juapun datangnya.
4. Meletakan dasar-dasar politik, Ekonomi, dan Sosial untuk
Masyarakat Islam
Karena masyarakat Islam telah terwujud maka sudah tiba saatnya
bagi Nabi Muhammad SAW untuk menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat
Islam yang baru saja terwujud itu, baik dilapangan politik, ekonomi, sosial
maupun yang lain-lain. Hal ini disebabkan karena dalam periode perkembangan
Agama Islam di Madinah inilah telah turun wahyu Ilahi yang mengandung perintah
berzakat, berpuasa, dan hukum-hukum yang bertalian dengan pelanggaran atau
larangan, jinayat (pidana) dan lain-lain. Ayat-ayat yang diturunkan dalam
periode Madinah ini sebagian besar yang bersangkutan dengan pembinaan hukum
Islam. Diantara ayat-ayat yang belum jelas dan belum ada keterangannya secara
terperinci (detail), dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan beliau. Maka timbullah daripadanya
dua buah sumber yang menjadi pokok hukum Islam yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan
Sunnah Rasulullah (Hadits).
Dengan ditetapkannya dasar-dasar politik, ekonomi, sosial dan
lain-lain, maka semakin teguhlah masyarakat Islam. Sehingga dari hari kehari
pengaruh Agama Islam di Kota Madinah semakin bertambah besar.
NABI MUHAMMAD SAW MEMELIHARA DAN MEMPERTAHANKAN
MASYARAKAT ISLAM
Ada
dua kekuatan yang ingin memadamkan api Islam di Madinah, yaitu kekuatan dari dalam dan dari luar. Kekuatan
dari dalam ialah golongan orang Yahudi dan orang Munafik sedangkan kekuatan
dari luar ialah Orang Quraisy dengan sekutunya.
1. Penggerogotan oleh orang Yahudi
Orang Yahudi sejak sebelum Masehi sudah hidup di Madinah
(Yatsrib). Orang Yahudi di Madinah itu terdiri atas tiga golongan yaitu Bani
Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah. Dengan ketiga golongan ini Rasulullah
sudah mengikat perjanjian persahabatan guna menjaga kesejahteraan dan keamanan
Kota Madinah. Bangsa Yahudi memandang dirinya sebagai putera dan kekasih Allah
dan kenabian itu hanyalah hak bagi orang Yahudi. Betapa sakitnya hati orang
Yahudi itu ketika melihat Agama Islam dibawa orang bukan Yahudi kemudian Agama
itu berkembang demikian cepatnya.
Maka dengan diam-diam mereka berusaha memadamkan Agama Allah
ini. Mula-mula mereka tempuh dengan berdebat. Dengan jalan perdebatan ini
mereka kira akan dapat menyelusupkan rasa sangsi dan ragu kedalam dada kaum
muslimin. Dengan demikian kaum muslimin akan meninggalkan Nabi Muhammad SAW.
Tipu muslihat mereka semacam ini disebutkan didalam Al-Qur’an dalam Surat
Al-Baqarah 109 Artinya :
“Sebahagian Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman. Karena dengki yang
(timbul) dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka
ma’afkanlah dan biarkan mereka sampai Allah mendatangkan Perintah-NYA.
sesungguhnyaAllah kuasa atas segala sesuatu”.
Usaha-usaha mereka yang hendak menjatuhkan Nabi Muhammad SAW melalui
perdebatan itu tidak berhasil. Bahkan kepalsuan mereka dibongkar oleh Allah
SWT. Mereka mengadakan perdebatan dengan Nabi bukan hendak mencari kebenaran
tapi hanya untuk menjatuhkan beliau semata-mata. Kedudukan Nabi Muhammad SAW
bertambah kuat dan pengikut beliaupun bertambah semakin banyak, karena dapat
menunjukan kebenaran risalah beliau.
Orang Yahudi kemudian menempuh jalan yang tidak sah yaitu jalan
kekerasan. Mereka mengadakan keonaran, hasut-hasutan serta propokasi dikalangan
penduduk Kota Madinah. Yang mula-mula merusak perjanjian Nabi ialah orang
Yahudi BAni Qainuqa.
Pada suatu hari seorang wanita Arab dianiaya dengan cara yang
amat keji sewaktu dia masuk pasar Banu Qainuqa. Seorang Arab yang kebetulan
lewat ditempat tersebut berusaha menolong wanita itu, tetapi dikeroyok oleh
orang-orang Yahudi sampai mati. Perbuatan mereka ini membangkitkan kemarahan
kaum muslimin. Oleh karena itu terjadilah perkelahian-perkelahian yang
menumpahkan darah antara kedua belah pihak. Nabi Muhammad SAW datang ketempat
tersebut dan mengambil tindakan tegas terhadap orang-orang Banu Qainuqa karena
sudah acap kali mereka menunjukan sikap permusuhan terhadap kaum muslimin.
Mereka tidak dapat dibiarkan lebih lama lagi tinggal di Madinah, karena amat
membahayakan bagi masyarakat Islam yang baru tumbuh itu. Nabi Muhammad SAW
segera menjatuhkan hukuman atas mereka dengan pengusiran dari Kota Madinah.
Peristiwa itu terjadi habis perang Badar.
Kira-kira setahun kemudian sesudah peristiwa ini, orang Yahudi
Banu Nadhir melakukan pula suatu penghianatan yang keji. Mereka mencoba
melakukan pembunuhan atas diri Nabi Muhammad SAW, sewaktu beliau dengan
beberapa orang sahabat berkunjung ke perkampungan mereka untuk suatu keperluan.
Hanya berkat pertolongan Allah SWT, beliau selamat dari percobaan pembunuhan
ini. Komplotan para penghianat ini akhirnya terbongkar. Terhadap mereka Nabi
menjatuhkan hukuman yang serupa saudara mereka yang terdahulu Banu Qainuqa
yaitu pengusiran dari Kota Madinah. Hukuman ini sebenarnya adalah terlalu ringan
dibandingkan dengan akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan mereka itu.
Allah SWT menyebutka kejadian ini sebagai suatu nikmat atas beliau dan
sahabat-sahabatnya…QS. Al Maaidah 11 artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah
(yang diberikan-Nya) kepadamu. Diwaktu suatu kaum bermaksud hendak memanjangkan
tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari
kamu. Dan berTaqwalah kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus
bertawakal”.
Pengusiran Banu Nadhir itu terjadi pada bulan Rabi’ul awal tahun
4 Hijriyah. Diantara orang Yahudi Bani Nadhir yang terkena usir itu ada yang
menetap di Khaibar. Karena kekayaan mereka, mereka kemudian mendapat kedudukan
sebagai ketua-ketua dan pembesar-pembesar di Khaibar itu. Orang-orang Banu
Nadhir ini sama sekali tidak dapat merasakan belas kasihan Nabi Muhammad SAW
atas hukuman yang mereka alami itu. Malahan mereka melanjutkan permusuhan
kepada Nabi. Mereka menghasut kabilah-kabilah Arab yang besar seperti Quraisy
dan Ghathfan serta kabilah-kabilah lainnya untuk sama-sama menghancurkan Nabi
Muhammad SAW berserta umanya di Madinah. Hasutan mereka berhasil. Kedua kabilah
yang besar itu dibantu oleh kabilah-kabilah lainnya termasuk Banu Nadhir yang
mengadakan persekutuan untuk kemudian bersama-sama menghancurkan Nabi Muhammad
SAW berserta umatnya di Kota Madinah
Peperangan ini dikenal
dengan nama perang Al-Ahzab yang berarti persekutuan golongan-golongan, perang
ini terjadi pada tahun 5 Hijriyah. Peperangan ini adalah yang teramat berat
dirasakan olehkaum muslimin, karena mereka menderita kelaparan
sampai-sampai mengikatkan batu ke perut mereka. Musuh-musuh mereka mengepung
rapat Kota Madinah. Pada saat yang kritis ini orang Yahudi Bani Quraizhah,
warga Kota Madinah, mengkhianati kaum
Muslimin dari dalam. Pemimpin mereka Ka’ab bin As’ad dihasut oleh pemimpin dari
Banu Nadzir Huyai bin Akhthab dan diajaknya agar membatalkan perjanjian dengan
Nabi Muhammad SAW. Serta menggabungkan diri kepada Al Ahzab yang sedang
mengepung Kota Madinah itu.
Berita penghianatan Bani Quraizhah ini menggemparkan kaum
Muslimin. Rasulullah segera mengutus dua orang sahabatnya Sa’ad bin Mu’adz
kepala suku Aus dan Sa’ad bin Ubadah kepala suku Khazraj kepada Banu
Quraizhah untuk menasehati mereka agar mereka jangan meneruskan penghianatan
itu. Setibanya kedua utusan itu ke tempat Kepala Banu Quraizhah Ka’ab bin
As’ad, kedua utusan itu segera menyampaikan pesan-pesan dari Rasulullah. akan
tetapi mereka ditolak dengan sikap kasar dan penuh keangkuhan dan kesombongan
dan penghianatanpun terus dilakukannya.
Penghianatan Banu Quraizhah ini sangat menyusahkan kaum Muslimin
dan menakutkan hati mereka, dikarenakan orang Yahudi ini berada didalam Kota
Madinah. Dengan pertolongan Allah SWT pasukan sekutu (Al Ahzaab) itu bercerai
berai pulang kembali ke Negeri masing-masing tanpa membawa hasil sama sekali.
Tinggalah sekarang Bani Quraizhah sendirian. Nabi Muhammad SAW beserta kaum
muslimin segera membuat perhitungan dengan para penghianat ini. Setelah dua
puluh lima hari lamanya mereka diepung didalam benteng, mereka mau menyerah
kepada Nabi Muhammad SAW dengan syarat bahwa yang akan menjadi hakim atas
perbuatan mereka ialah Sa’ad bin Muadz kepala suku Aus. Lalu Nabi Muhammad SAW
menerima syarat itu. Sesudah mempertimbangkan dengan sematang-matangnya, Sa’ad
kemudian menjatuhkan hukuman mati: laki-laki mereka dibunuh, sedang yang wanita
dan anak-anak mereka ditawan.
Hukuman demikian adalah wajar bagi pengkhianat-pengkhianat
masyarakat yang sedang dalam keadaan perang, lebih-lebih pengkhianatan itu
dilakukan ketika musuh sedang melancarkan serangannya. Masyarakat Islam di Kota
Madinah adalah masyarakat yang baru tumbuh, masyarakat yang sedang
ber-revolusi. Mereka membina suatu Negara diatas konsepsi baru (islam) dengan
mengadakan pendobrakan unsur-unsur lama secara revolusioner. Maka wajarlah
bila pada hukuman yang dijatuhkan kepada Bani Quraizhah yang menjadi
pengkhianat itu, berlaku hukum perang, hukum revolusi karena sifat perbuatan
mereka itu penggerogotan dari dalam. Akibat perbuatan mereka itu dapat
mematikan semangat Islam. Dengan dilenyapkannya orang-orang Yahudi itu,
berakhirlah riwayat mereka di Kota Madinah. Umat Islam merasa aman dan tenteram
dalam Kota Madinah. Mereka mendapat kesempatan seluas-luasnya menyusun dan
membangun masyarakatnya.
2. Penggerogotan orang-orang munafik.
Disamping orang-orang Yahudi, ada pula satu golongan di Kota
Madinah yang selalu berusaha melemahkan perjuangan umat Islam. Mereka itu ialah
orang-orang munafik. Golongan orang munafik ini tidaklah begitu berpengaruh,
sebab mereka tidak memegang peranan penting dalam masyarakat. Pada diri mereka
masih tersimpan suatu rahasia yang tidak baik, yaitu kegemaran mereka menyembah
berhala. Mereka ini dikepalai oleh Abdullah bin Ubaiy. Abdullah mempunyai
kedudukan sebagai kepala suku yang selalu memimpikan akan menjadi raja di Kota
Madinah. Untuk kepentingan ini, ia mengumpulkan orang-orang disekelilingnya
untuk dijadikan pengikut-pengikutnya. Segala sesuatu telah disiapkan untuk setiap
waktu sedia merebut kekuasaan. Rencana itu akan mereka laksanakan bilamana Nabi
Muhammad SAW tidak ada lagi. Usaha mereka yang utama ialah orang-orang Islam
masuk Islam. Mereka sama sekali tidak dapat kesempatan untuk bertindak terhadap
kaum muslimin, karena Nabi Muhammad SAW terhadap masyarakat Islam yang baru itu
tidak putus-putusnya. Sikap Nabi Muhammad SAW terhadap golongan munafik ini
adalah teramat lunak sekali, tidak seperti halnya orang Yahudi. Beliau selalu
berusaha memberikan pengajaran-pengajaran terhadap mereka dengan penuh harapan
supaya mereka pada suatu ketika insyaf dan beriman dengan iman yang
sebenar-benarnya. Harapan Nabi Muhammad SAW itu terbukti sesudah Abdullah bin
Ubaiy mati, maka golongan ini tidak nampak lagi dalam masyarakat Islam.
Golongan munafik ini mengadakan hubungan yang baik dengan orang-orang Yahudi.
Mereka ini pernah menjanjikan bantuan kepada Bani Quraizhah sewaktu mereka
sedang mengkhianati kaum Muslimin. Untunglah bantuan itu tidak jadi mereka
berikan.
Diwaktu Nabi Muhammad SAW pergi memimpin barisan kaum Muslimin
untuk menghadapi perang Uhud, golongan munafik ini keluar dari barisan secara
demonstratif untuk tidak mengikuti peperangan. Dalam peristiwa “Qishshatul
ifki” (cerita bohong) yang menyangkut diri pribadi Siti Aisyah, isteri Nabi,
maka orang munafik ini pula yang menjadi biang keladinya. Banyaklah
perbuatan-perbuatan mereka yang merugikan kaum Muslimin. Namun demikian Nabi
Muhammad SAW tetap tidak mengadakan tindakan-tindakan terhadap orang munafik
ini. Beliau dengan penuh kesabaran dan harapan terus membimbing sampai mereka
beriman sebaik-baiknya. Didalam Al-Qur’an, pada surat-surat yang diturunkan di
Mdinah banyak diceritakan keadaan orang-orang muafik ini. Surat yang ke-63
bernama Al Munafiqun menggambarkan sifat-sifat mereka itu.
3. Rongrongan orang Quraisy dan sekutu-sekutunya
Orang Quraisy sejak masa permulaan Islam lahir, sudah berusaha
keras untuk memusnahkan Islam. Tiga belas tahun lamanya NabiMuhammad SAW
di Kota Mekkah menegakan Islam mendapatkan perlawanan yang sengit dari mereka.
Sedangkan pengikut-pengikut beliau pada waktu itu di siksa diluar
peri-kemanusiaan. Oleh sebab demikian Beliau meninggalkan daerah yang
penduduknya menentangnya dengan
sangat itu dan mencari daerah yang subur untuk perkembangan Islam yaitu Kota
Madinah.
Walaupun umat Islam sudah meninggalkan Kota Mekkah, orang
Quraisy masih tetap juga memusihinya dan bertekad untuk menghancurkannya.
Pendirian orang-orang Quraisy ini disadari oleh Rasulullah bahwa selama Beliau
menyebarkan Agama Islam maka selama itu pula orang-orang Quraisy memusuhinya.
Segala harta milik orang-orang Islam yang ditinggalkan di Kota Mekkah, semuanya
disita oleh orang-orang Quraisy dan mereka bagi-bagikan sebagai harta rampasan.
Nabi Muhammad SAW bukanlah hanya sebagai seorang pemimpin agama
saja, yang setiap waktu memberikan wejangan-wejangan dan pelajaran-pelajaran
kepada pengikut-pengikutnya. Akan tetapi Beliaupun juga seorang pemimpin dari
suatu masyarakat yang sedang membangun suatu Negara yang sedang berjuang untuk
menegakan keadilan dan kebenaran yang Hakiki. Oleh karena itu Beliaupun
mempunyai kewajiban pula membela masyarakat itu dari setiap rongrongan yang
membahayakannya. Untuk tugas ini, Allah SWT menurunkan Ayat yang mengijinkan
kepada Nabi dan umatnya mengangkat senjata guna membela diri.
Allah SWT ber-Firman dalam Surat Al-Haj ayat 39-40
Artinya : “Diizinkan berperang kepada mereka yang diperangi ,
karena mereka sesungguhnya dianiaya dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa menolong
mereka; yaitu orang-orang yang diusir keluar dari kampungnya tanpa suatu alas an yang
patut kecuali karena mereka berkata Tuhan Kami ialah Allah….”
Inilah
ayat yang pertama kali mengenai peperangan. Dengan turunnya ayat tersebut
diatas, rasulullah lalu membentuk pasukan-pasukan tentara yang berkewajiban
pertama-tama untuk berjaga-jaga
di luar Kota Madinah terhadap serangan mendadak yang
mungkin dilakukan oleh suku-suku Badui ataupun kaum Quraisy.
Suatu
peperangan pertama kali terjadi antara kaum Muslimin dengan kaum Quraisy
disuatu tempat yang bernama Badar pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H.
Peperangan ini didalam sejarah dinamakan Perang Badar. Dalam peperangan Badar
ini kaum muslimin memperoleh kemenangan yang besar. Walaupun kekuatan mereka
lebih kecil dari kaum Musyrikin Quraisy. Al-Qur’an menamakan peperangan ini
dengan “Yaumul Furqaan” yang berarti hari memisahkan antara
yang Hak dengan yang Batil. Peperangan inilah yang menentukan jalannya sejarah
perkembangan agama Islam. Sekiranya umat Islam kalah dalam peperangan ini, maka
leyaplah Islam untuk selama-lamanya. Kedudukan umat Islam sesudah peperangan
ini menjadi kuat dan kokoh. Orang Yahudi sesudah mendengar kemenangan kaum
Mslimin ini, merasa kecewa dan geram. Oleh sebab itu mulailah mereka membuat
huru-hara dan keonaran didalam Kota Madinah dan berusaha menusuk umat Islam
dari belakang. Sebagaimana telah dikemukakan sewaktu membicarakan tentang
penggerogotan orang Yahudi. Orang-orang Quraisy merasakan kekalahan Perang
Badar itu sebagai suatu pukulan yang yang besar atas mereka. Karena itu mereka
bertekad untuk mengadakan pembalasan. Maka disiapkanlah perbekalan yang cukup
dan tentara dengan senjata yang lengkap berjumlah tidak kurang dari 3000 orang.
Turut pula membantu orang-orang Quraisy ini beberapa kabilah Arab lain seperti Arab
Kinanahdan Tihamah. Pada pertengahan bulan sya’ban tahun 3 H berangkatlah
pasukan kaum musyrikin ini menuju Kota Madinah. Setelah Nabi Muhammad SAW
mendengar gerakan musuh ini, beliaupun keluar Kota Madinah dengan kekuatan 1000
orang tentara untuk menyongsong musuh yang menyerang. Akan tetapi baru saja
beliau berangkat , keluarlah dari barisan segolongan kaum Munafik yang dipimpin
oleh Abdullah bin Ubay yang jumlahnya hampir seper tiga dari barisan itu.
Laskar pasukan yang masih setia kepada Nabi Muhammad SAW terus berangkat
bersama beliau.
Di kaki Gunung
Uhud yang terletak disebelah utara Kota Madinah, bertemulah kedua pasukan yang
bermusuhan itu. Mula-mula kaum Muslimin menguasai jalannya pertempuran itu,
akan tetapi karena ada diantara mereka yang tidak disiplin, maka berubahlah
keadaannya. Umat Islam terdesak dan menderita kerugian yang tidak sedikit.
Pahlawan Islam Hamzah paman Nabi, gugur dalam pertempuran ini, sedangkan Nabi
sendiri mendapatkan luka-luka. Dalam peperangan ini kaum Muslimin gugur sebagai
syuhada 70 orang. Peperangan ini dalam sejarah Islam disebut Perang Uhud.
Karena terjadinya dikaki Gunung Uhud pada bulan Sya’ban than 3 Hijriyah.
Kaum
Muslimin mendapat pengalaman yang tidak sedikit dari peperangan Uhud ini,
walaupun mereka pada lahirnya menderita kekalahan. Mereka tetap berusaha untuk
mendapatkan kembali kedudukan mereka semula. Sementara itu orang-orang yang
bukan Islam, menggiatkan pula kerja sama mereka untuk menyempurnakan kemenangan
yang telah dicapai oleh Quraisy dalam perang Uhud ini. Terutama sekali
orang-orang Yahudi yang ada di Kota Madinah. Orang Yahudi dari Bani Nadhir
melakukan percobaan pembunuhan atas diri Nabi. Akan tetapi usaha mereka gagal
dan mereka di usir dari Kota Madinah. Tetapi kemudian mereka menggabungkan diri
dengan Quraisy untuk menggempur kaum Muslimin yang berada di Kota Madinah. Pada
bulan Syawal tahun 5 Hijriyah berhimpunlah lascar Al Ahzab (Persekutuan
golongan-golongan) yang terdiri dari Kaum Quraisy, Ghathfaan, Bani Salim, Bani
Asad, Bani Murrah, Bani Asya’ dan orang Yahudi dari Bani Nadhir.
Peristiwa
inilah pertama kali dalam sejarah Arabia mempersaksikan Laskar yang berjumlah
10.000 orang memanggul senjata yang menyerbu Kota Madinah. Perang inilah yang
dalam sejarah disebut dengan Perang Al-Ahzaab yang dikarenakan melibatkan diri
dalam peperangan ini beberapa kabilah Arab. Dalam peperangan ini posisi kaum
Muslimin, mempertahankan dan membela diri. Mereka telah membuat parit yang
dalam dan lebar sebelah utara Kota Madinah. Oleh karena itu peperangan ini
dinamakan pula Perang Khandaq (Perang Parit) Bagian kota lainnya mereka jaga
dengan rapid an kuat. Rumah-rumah dihubungkan dan lorong-lorong ditutup,
sehingga Kota Madinah merupakan sebuah benteng. Ketika tentara Al-Ahzaab tiba
dipinggir kota Madinah, mereka tidak dapat menyeberangi Parit karena selalu
dihujani anak panah oleh kaum Muslimin. Pihak penyerang terus berusaha menembus
garis-garis pertahanan lainnya, akan tetapi selalu dapat digagalkan. Lebih dari
20 (dua puluh) hari lamanya mereka mengepung kota Madinah. Sehingga kaum
Muslimin menderita kekurangan makanan. Pada saat kritis inilah, orang Yahudi
dari Bani Quraizhah yang masih menjadi warga Kota Madinah melakukan
penghianatan terhadap kaum Muslimin dari dalam Kota Madinah. Seperti yang sudah
pernah diceritakan diatas. Oleh suatu sebab terjadilah perselisihan paham
diantara kaum penyerang yang menyebabkan keretakan diantara mereka. Memang
wajar hal itu terjadi, karena mereka itu terdiri dari golongan-golongan yang
tidak sama tujuandan kepentingan mereka dalam peperangan itu dan masing-masing
ingin merebut pimpinan. Pada waktu yang tepat inilah, Allah SWT menurunkan di
malam hari hujan lebat dan angina kencang kepada pasukan Al-Ahzaab itu dan
menyapu bersih kemah-kemah dan perbekalan mereka serta mengkucar-kacirkan
pasukan-pasukannya.
Akhirnya
masing-masing golongan dari penyerang itu pulang ke Negerinya tanpa membawa
hasil apa-apa selain kegagalan. Dalam peperangan ini, dipihak kaum Muslimin
gugur sebagai Syuhada enam orang diantaranya Sa’ad bin Mu’adz akibat luka yang
dideritanya. Dia meninggal sesudah selesai menjatuhkan hukuman kepada Bani
Quraizhah. Di pihak kaum Musyrikin jatuh korban 3 orang. Cerita perang
Al-Ahzaab ini dituturkan dalam Al-Qur’an dalam surat 33 yang namanya sesuai
dengan peperangan itu yaitu “Surat Al-Ahzaab”. Sesudah peperangan ini masuklah
kedalam agama Islam 2 (dua) orang pemimpin yang gagah perwira dari Quraisy
yaitu Amr bin ‘Ash Asahmi dan Khalid bin Walid Al Makhzuumi. Peristiwa ini
adalah pertanda bahwa perang akan berakhir Antara Quraisy dengan kaum Muslimin,
karena sesudah ini tidak akan terjadi lagi peperangan Antara kedua belah pihak.
Pada
tahun ke-6 Hijriyah, Nabi Muhammad SAW beserta pengikut-pengikutnya amat rindu
kepada Baitullah yang merupakan Kiblat umat Islam dan mereka ingin berziarah ke
kota Mekkah mengunjungi sanak family dan kampong halaman yang sudah lama
ditinggalkan. Pada bulan Zulqaedah tahun itu, berangkatlah beliau Nabi Muhammad
SAW dan pengikut-pengikutnya yang berjumlah tidak lebih dari 1000 orang menuju
Kota Mekkah dengan niat semata-mata melakukan Umrah dan Haji. Untuk
menghilangkan persangkaan yang bukan-bukan dari pihak Quraisy maka kaum
Muslimin pakain ihram dan membawa hewan-hewan untuk disembelih (hadya) di Mina.
Mereka umat Muslim tidak memanggul senjata hanya membawa pedang dalam sarungnya
sekedar menjaga diri dalam perjalanan. Setelah sampai disuatu tempat yang
bernama “Hudaibiah”, Rasulullah berhenti bersama kaum Muslimin lainnya.
Disinilah Nabi Muhammad SAW bermusyawarah dengan para sahabat-sahabatnya untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya. Akhirnya Nabi Muhammad SAW mengutus
Usman bin ‘Affan kepada kaum Quraisy untuk mengadakan pembicaraan dengan kaum
Quraisy serta menjelaskan maksud kaum Muslimin ke Mekkah.
Tetapi
yang terjadi malahan Utsman di tahan oleh orang Quraisy dan kemudian terdengar
desas-desus ia dibunuh. Mendengar berita itu, Rasulullah pun mengadakan
“Bai’atur Ridhwaan” dengan sahabat-sahabatnya yaitu Bai’at untuk berperang
mati-matian sampai tercapai kemenangan. Berita dibunuhnya Utsman bin ‘Affan
oleh kaum Quraisy teryata tidak benar terjadi. Karena Utsman kembali dengan
membawa berita keberhasilan melunakan hati kaum Quraisy. Sesudah ini datanglah
utusan dari kaum Quraisy Suhail bin Amruh Aamiri menjumpai Nabi Muhammad SAW
untuk mengadakan perundingan. Dalam perundingan ini tercapai persetujuan damai
yang dalam sejarah dikenal dengan “Ahulhul Hudaibiyah” (Perdamaian Hudaibiyah).
Diantara isinya ialah kaum Muslimin membatalkan rencana mereka ke Mekkah tahun
ini dan dibolehkan ke Mekkah di tahun berikutnya, dan perjanjian damai selama
10 (sepuluh) tahun antara kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian damai ini
kaum Muslimin berkesempatan mengkonsolidasikanmasyarakat mereka.
Nabi
Muhammad SAW mulai menyebarkan Islam kepada kabilah-kabilah Arab lainnya dan
banyak pula diantara mereka yang memeluk agama Islam. Kemudian beliau mengirim
surat-surat yang dibawa oleh utusan-utusannya kepada kaisar-kaisar dan
raja-raja, diantara lain Khusru Parvis, Kisra -Parsia dan kepada Heraclius sang
kaisar Romawi. Hal tersebut dilakukan oleh Beliau dengan maksud agar
kaisar-kaisar dan raja-raja tersebut masuk agama Islam. Seorang utusan yang
lain telah dikirimkan pula, kemudian kepada Amir Ghassan, pangeran dibawah
Heraclius yang bertempat tinggal di Busra dekat dengan Damaskus. Utusan Nabi
Muhammad SAW ini ditolak secara kasar oleh raja itu dan kemudian dibunuh oleh
kepala suku orang Ghasan yang lain. Perbuatan yang melanggar adat internasional
ini, menyebabkan timbulnya peperangandan konflik Antara pasukan Islam dengan
pasukan romawi. Nabi Muhammad SAW mengirim satu pasukan yang terdiri dari 3000
orang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah. Tentara Romawi yang berada di Syiria
yang jumlahnya mencapai 100.000 orang itu, setelah mendengar gerakan tentara
Islam itu, segera menyongsong mereka. Disuatu tempat yang bernama Mu’tah,
ditempat itulah bertemulah kedua pasukan tersebut. Peristiwa ini terjadi pada
tahun ke 8 H. yang dalam sejarah disebut dengan “Perang Mu’tah”. Karena
kekuatan musuh terlalu besar, maka tentara Islam mengundurkan diri dari medan
perang. Gugur dalam medan peperangan ini Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi
Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Tentara yang masih tinggal dipimpin oleh
Khalid bin Walid dan kiembali dan kembali di Madinah. Dalam tahun itu juga (8
H) orang Quraisy menyerang Bani Khuza’ah sekutu kaum Muslimin. Menurut
perjanjian Antara kedua belah pihak tidak boleh ada penyeranganterhadap sekutu
masing-masing. Maka tindakan orang Quraisy menyerang Bani khuza’ah itu berarti pembatalan
terhadap perjanjian yang sudah disepakati. Memerangi sekutu kaum Muslimin sama
dengan memerangi kaum Muslimin sendiri. Pada Tanggal 10 bulan Ramadhan 8 H,
berangkatlah Rasulullah dengan 10.000 orang laki-laki menuju Kota Mekkah. Orang
Quraisy mendengar berita pasukan besar yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW
menjadi gemetar ketakutan dan putus asa. Akhirnya Abu Sofyan pemimpin Quraisy
pergi menemui Nabi Muhammad SAW diluar Kota Mekkah untuk menyerah dan
menyatakan ke Islamannya. Rasulullah kemudian memerintahkan pasukannya untuk
memasuki Kota Mekkah dari empat jurusan. Dengan demikian Kota Mekkah jatuh
kedalam kekuasaan kaum Muslimin tanpa perlawanan sama sekali. Patung-patung dan
berhala-berhala disekeliling Ka’bah, mereka hancurkan seraya meneriakan QS.
AL-Israa 17; 81).
Artinya
: “…Telah dating Kebenaran dan telah lenyap kebatilan, sesungguhnya kebatilan
itu pasti lenyap”.
Orang
Quraisy yang dahulu mengejar-ngejar dan menyakiti Nabi Muhammad SAW dan
sahabat-sahabatnya dan terus-menerus memusuhi mereka, sekarang berkerumun di
sekeliling beliau laksana sekumpulan orang-orang tawanan yang sedang menunggu
putusan terakhir. Berkata Nabi Muhammad SAW kepada bekas musuh-musuhnya itu:
“Tindakan apakah yang menurut perkiraan kalian yang akan kuambil terhadap kamu
sekalian??”. Mereka semua menjawab : ” Engkau , Wahai Muhammad adalah saudara
kami yang mulia dan putera dai saudara kami yang mulia”. Kemudian Rasulullah
menyahut : “Ya, Pergilah! Sekarang kalian bebas semuanya “. Dengan demikian
padamlah api permusuhan selama bertahun-tahun Antara Quraisy dengan kaum
Muslimin pada hari yang bersejarah itu. Sesudah selesai penaklukan Kota Mekkah
beberapa hari lamanya, Nabi Muhammad SAW menghadapi lagi kabilah-kabilah Arab
yang masih membangkang dan memusuhi kaum Muslimin. Dua Kabilah Arab yang
terkenal berani dan kuat yaitu Hawazin dan Tsaqif memilih tempat pertempuran
yang strategis yaitu tanah pegunungan yang berbukit-bukit menunggu tentara kaum
Muslimin lewat di jalan sempit dibawahnya. Ketika kaum Muslimin tiba di tempat
tersebut yang dinamakan lembah Hunain, maka datanglah serbuan yang mendadak
dari musuh. Tentara kaum Muslimin menjadi panick dan lari bercerai-berai.
Peristiwa ini diceritakan dalam AL-QUR’AN QS.AT-TAUBAH 9; 25
Artinya
: Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukmin) di medan peperangan
yang banyak, tetapi dipeperangan Humain diwaktu kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfa’at kepadamu
sedikitpun. Dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu. Kemuian kamu
lari kebelakang dengan bercerai-berai.
Berkat
ketenangan dan ketrampilan Nabi Muhammad SAW dapatlah beliau menghimpun kembali
pasukan kaum Muslimin yang kacau balau itu. Serangan pembalasan kemudian
dilancarkan sampai musuh dapat dikalahkan. Sisa pasukan musuh yang kalah
melarikan diri ke Tha-if. Dalam benteng Tha-if inilah musuh mempertahankan
diri. Beberapa waktu lamanya kaum Muslimin mengepung Benteng ini, namun tidak
berhasil juga menundukannya. Akhirnya Nabi Muhammad SAW pulang ke Ja’ranah
tempat tawanan dan rampasan-rampasan, meninggalkan benteng itu tapi memblokir
daerah disekitarnya. Di Ja’ranah Nabi Muhammad SAW didatangi oleh delegasi
Hawazin. Mereka menyatakan bertaubat kepada Tuhan dan masuk Islam. Hawazin
memohon kepada Nabi Muhammad SAW supaya harta benda dan kaum keluarga mereka
yang ditawan dibebaskan dan dikembalikan kepada mereka. Rasulullah SAW dan kaum
Muslimin tiada keberatan mengabulkan permohonan mereka itu. Semua tawanan dan
rampasan dari mereka dikembalikan kepada mereka seluruhnya. Sedangkan penduduk
Tha-if karena tidak tahan menderita akibat blockade kaum Muslimin akhirnya
mereka mengirimkan delegasi kepada Rasulullah SAW untuk menyampaikan keinginan
mereka menganut agama Islam. Dengan demikian berakhirlah peperangan dengan
kabilah Tsaqif itu.
Pada
tahun ke-9 Hijriyah Nabi Muhammad SAW mempersiapkan pasukan untuk menghadapi
tentara Romawi di sebelah utara. Banyak kesulitan yang dihadapi oleh Nabi
ketika menyusun tentara, karena mulai datangnya musim panas dan di Kota Madinah
kebetulan waktu itu sedang musim panen dan lagi medan perang yang dituju
amatlah jauh serta lawan yang bakal dihadapi pun bukan sembarangan yaitu
tentara Romawi yang terkenal kuat dan terlatih. Di samping itu ada segolongan
umat Islam (orang Munafik) yang tidak mau memenuhi perintah Rasul sebagaimana
yang diterangkan dalam Al-Qur’an surat (9) At-Taubah Antara lain ayat 38, 42,
81-83. Orang-orang munafik mendapat kesempatan untuk melemahkan iman
orang-orang Islam. Akan tetapi pahlawan-pahlawan Islam yang jiwa mereka sudah
pasrah kepada Tuhannya, selalu senantiasa siap bersedia memanggul senjata untuk
mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Rasullah telah berhasil membentuk
tentara yang dinamakan “Jaisyul ‘Usrah” (Laskar Saat Kesulitan). Pasukan Islam
ini kemudian bergerak meninggalkan Kota Madinah menuju ke Utara. Orang-orang
Romawi yang semula mau menyerang, amatlah terkejut menyaksikan bala tentara
Islam itu dalam jumlah yang besar dan dipimpin oleh Nabi sendiri dan
pahlawan-pahlawan padang pasir yang tidak mengenal mundur. Oleh karena itu
mereka (tentara Romawi) mundur kembali kedalam Negerinya untuk membela diri.
Laskar Islam tidaklah mengejar mereka, akan tetapi berkemah disuatu tempat yang
bernama Tabuk. Karenanya perang ini dinamakan “Perang Tabuk”. Dari tempat
inilah Nabi Muhammad SAW mengirimkan pasukan-pasukannya kepada kabilah-kabilah
Arab yang tinggal di tapal batas tanah Arabia dan Syam, untuk mengadakan
perjanjian-perjanjian dengan kaum Muslimin. Sesudah 10 malam lebih berkemah di
Tabuk. Nabi pun beserta pengikut-pengikutnya kembali pulang ke Kota Madinah.
Dengan demikian selesailah peperangan Tabuk dan peperangan inilah yang paling
terakhir diikuti oleh Rasulullah SAW.
Sesudah
Kota Mekkah ditaklukan dan peperangan Tabuk telah selesai, Rasulullah tidak
lagi menghadapi tugas-tugas berat. Dalam tahun kesembilan Hijriyah ini Nabi
Muhammad SAW menerima utusan-utusan kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru
yang dating berduyun-duyun menghadap Rasulullah SAW. Mereka semua menyatakan
bahwa suku mereka menjadi pemeluk Agama Islam. Peristiwa yang menggembirakan
ini diceritakan dalam Al-Qur’an QS. An-Nashr 110; 1-3
Artinya
: Apabila pertolongan Allah dan kemenangan itu telah datang dan telah kamu
lihat manusia dengan berduyun-duyun memasuki agama Islam. Maka bertasbihlah
memuji Tuhanmu dan meminta ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Allah itu Penerima
Taubat.
Jatuhnya
Kota Mekkah dan Baitullah kedalam kekuasaan Islam serta masuknya orang Quraisy
kedalam agama Islam, mempengaruhi pendirian dan sikap orang Badui itu terhadap
agama Islam. Menurut anggapan mereka tidaklah dapat menguasai Baitullah yang
suci itu kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa yang disembah oleh
masing-masing mereka. Oleh sebab itu mereka yakin bahwasannya disamping kaum
Muslimin ada kekuatan yang menolongnya.
Demikianlah
agama Islam telah dapat merata keseluruh jazirah Arab. Nabi Muhammad SAW telah
dapat menyaksikan buah (hasil) perjuangannya yang dilakukannya selama lebih
dari dua puluh tahun lamanya. Bangsa Arab yang tadinya hidup dalam perpecahan
dan saling bermusuhan, kini hidup bersatuy dibawah satu pimpinan dan bernaung
dibawah satu panji, yaitu panji Islam.
4. Tugas
Nabi Muhammad SAW Selesai.
Ketika
para utusan kabilah-kabilah Arab datang menghadap Nabi Muhammad SAW untuk
menjadi pemeluk agama Islam kemudian disusul dengan turunnya surat An-Nashr
(110) yang menggambarkan kedatangan utusan-utusan itu serta menyuruh Nabi
memohonkan ampun untuk mereka, maka terasalah oleh Beliau bahwa
tugasnya hamper selesai. Karena merasa bahwa pekerjaannya telah
hampir pada akhirnya. Beliau berniat untuk melaksanakan “Haji Wada” (Haji
Perpisahan) ke Mekkah. Pada tanggal 25 Zulqaedah tahun 10 Hijriyah, Rasulullah
SAW meninggalkan Madinah menuju Mekkah dengan kaum Muslimin yang ikut
mengerjakan haji kira-kira 100.000 orang.
Sebelum
menyelesaikan ibadah haji, Rasulullah SAW mengucapkan sebuah pidato amanat yang
bernilai dihadapan kaum Muslimin di Bukit ‘Arafah pada tanggal 8
Zulhijjah tahun 10 Hijriyah, bersamaan dengan 7 Maret 632 Masehi. Setelah
selesai mengerjakan ibadah haji, Nabi pun kembali ke Madinah.
Kira-kira
3 (tiga) bulan sesudah mengerjakan haji wada’ itu, Nabi menderita demam
beberapa hari sehingga tidak dapat mengimami shalat jamaah, maka disuruhnyalah
Abu Bakar menggantikan Beliau menjadi Imam.
Pada
tanggal 12 Rabi’ul awwal tahun 11 Hijriyah bertepatan dengan 8 Juni 632 Masehi,
Nabi Muhammad SAW kembali ke hadirat Allah SWT dalam usia 63 Tahun. Dua puluh
tiga tahun lamanya sejak beliau diangkat menjadi Rasul Allah, berjuang tidak
mengenal lelah dan derita untuk menegakan agama Allah, agama Islam.
Nabi
Muhammad SAW telah wafat dan telah meninggalkan umatnya. Tidak ada harta benda
yang berarti yang akan diwariskan kepada anak istrinya tetapi Beliau
meninggalkan dua buah pusaka yang diwariskannya kepada seluruh umatnya.
Sabdanya :
TAROKTU
FIIKUM AMROINI, MA IN TAMASSAKTUM BIHIMA LAN TADHILLU ABADAA, KITABALLAHI WA
SUNNATA ROSUULIHI
Artinya
: Kutinggalkan untuk kamu dua perkara (pusaka), tidaklah kamu akan tersesat
selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah
dan Sunnah Rasul-Nya.
IV.
PERUBAHAN YANG DIBAWA OLEH AJARAN NABI MUHAMMAD SAW TERHADAP BANGSA ARAB
Perubahan
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW terhadap bangsa Arab meliputi segala segi
dan bidang kehidupan. Apa yang telah dicapainya untuk kejayaan bangsanya itu
merupakan suatu sukses besar yang menakjubkandalam sejarah dunia. Dia
bangkitkan bangsanya dari lembah kebodohan untuk kemudian diserahi mengemban
tugas suci yakni membawakan risalahnya (agama Islam) kepada seluruh umat manusia.
Sebab
utama dari kemenangan yang besar itu terletak dalam kebenaran agama yang
dibawanya, agama yang diturunkan dari Allah Rabbul Alamin, agama Islam yang
memuat ajaran-ajaran tentang kepercayaan, kemasyarakatan, politik, dan
lain-lain yang kesemuanya itu diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW kedalam
kehidupan bangsa Arab. Karena itu pengaruh atau efek dari agama Islam Nampak
pula di berbagai segi dan bidang kehidupan bangsa Arab. Secara ringkas dapatlah
dikemukakan garis besar perubahan yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW terhadap
bangsa Arab sebagai berikut :
1. Segi
Keagamaan
Bagsa
Arab di zaman Jahiliyah menyembah patung-patung dan batu-batu berhala dan
mereka menyembelih hewan-hewan korban dihadapan ptung-patung itu untuk
memuliakannya. Mereka pada umumnya tenggelam dalam kemusyrikan dan dalam
kehidupan yang berpecah belah serta saling bermusuhan dan
berperangan. Setiap sengketa yang timbul dikalangan mereka, mereka serahkan
penyelesaiannya kepada pemimpin-pemimpin mereka . kemudian datanglah agama
Islam membawa Undang-Undang dari Allah SWT yskni AL-QUR’AN, yang mengatur
kehidupan mereka baik yang mengenai hubungan Antara individu-individu maupun
yang mengenai kepercayaan seperti percaya kepada ke Esaan Allah, Hari
Berbangkit, dan yang mengenai Ibadat seperti ; Shalat, Puasa dan Zakat dan
lain-lain. Kitab Suci Al Qur’an benar-benar telah menghidupkan jiwa Bangsa
Arab. Dan sudah pula berjalin menjadi satu dengan jiwa mereka. Dengan demikian
Bangsa Arab telah mencapai kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Adalah suatu
hal yang Unik dalam sejarah Dunia, satu bangsa yang sederhana setelah
menaklukan bangsa-bangsa yang sudah berkebudayaan tinggi, dia tidak luluh
kedalam kebudayaan bangsa taklukannya itu. Bahkan dia telah memberi bentuk yang
lebih positif kepada kebudayaan bangsa itu.
2. Segi
Kemasyarakatan.
Satu
pengaruh yang menonjol dari Islam terhadap mental bangsa Arab ialah
timbulnya kesadaran akan arti dan pentingnya disiplin dan ketaatan. Sebelum
Islam keinsyafan yang demikian itu sangat tipis bagi mereka. Padahal untuk
membina suatu masyarakat yang teratur dan tertib amat diperlukan disiplin dan
kepatuhan kepada pimpinan, hal ini pada masa Jahiliyah belum jelas kelihatan.
Dalam mengatur masyarakat, Islam mengharamkan menumpahkan darah, dan
dilarangnya orang menuntut bela dengan cara menjadi hakim
sendiri-sendiriseperti zaman Jahiliyah. Akan tetapi Islam menyerahkan
penuntutan bela itu kepada pemerintah. Banyaklah Islam telah meletakkan
dasar-dasar umum masyarakat yang mengatur hubungan Antara individu dengan individu,
Antara individu dengan masyarakatnya Antara suatu kelompok masyarakat dengan
kelompok lainnya. Hukum keluarga sampai kepada soal bernegara.
Islamlah
yang pertama-tama mengangkat derajat wanita, memberikan hak-hak kepada wanita
sesuai dengan kewanitaannya. Islam menegakkan pula ajaran persamaan Antara
manusia dan memberantas perbudakan.
3. Segi
Politik
Bangsa
Arab sebelum Islam, hidupnya bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri
sendiri-sendiri satu sama lainnya, malahan terkadang saling bermusuhan. Mereka
tidak mengenal rasa ikatan masional. Yang ada pada diri mereka hanyalah ikatan
kabilah. Dasar perhubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa
Ashabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bila mana
terjadi salah seorang diantara mereka teraniaya maka seluruh anggota-anggota
kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka “tolong saudaramu baik dia
menganiaya atau teraniaya”.
Sesudah
bangsa Arab memeluk agama Islam kekabilahan itu ditinggalkan dan timbullah
kesatuan persaudaraan dan kesatuan agama yaitu kesatuan umat manusia dibawah
satu naungan panji kalimah syahadah. Dasar pertalian darah diganti dengan dasar
pertalian agama. Demikianlah bangsa Arab yang tadinya bercerai-berai dan
berkelompok-kelompok. Berkat agama Islam, mereka menjadi satu kesatuan bangsa,
kesatuan umat, yang mempunyai pemerintahan pusat dan mereka tunduk kepada satu hokum Allah SWT dan Rasul-Nya.
Mukjizat Rasulullah SAW :
Ø Mukjizat Akhlak
Sejak masa muda, Nabi Muhamad saw telah dikenal dengan kejujuran, amanat, kesabaran, ketegaran, dan kedermawana. Beliau tida pernah duduk dan bangun (dari duduk) kecuali dengan menyebut nama Allah dan mayoritasnya, beliau duduk menghadap ke arah Kiblat. Beliau tidak pernah menentukan tempat duduk khusus bagi dirinya. Beliau tidak banyak berbiacara dan tidak pernah memotong pembicaraan seseorang kecuali ia berbicara kebatilan. Beliau pernah menulis enam surat dalam satu hari kepada para raja penguasa masa itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam, raja-raja yang menganggap diri mereka berada di puncak kekuatan dan meremehkan kaum Arab.
Ketika surat beliau sampai ke tangan raja Iran dan melihat nama beliau disebutkan di atas namanya, ia marah seraya memerintahkan para suruhannya untuk pergi ke Madinah dan membawa Muhammad ke hadapannya.
Sejak masa muda, Nabi Muhamad saw telah dikenal dengan kejujuran, amanat, kesabaran, ketegaran, dan kedermawana. Beliau tida pernah duduk dan bangun (dari duduk) kecuali dengan menyebut nama Allah dan mayoritasnya, beliau duduk menghadap ke arah Kiblat. Beliau tidak pernah menentukan tempat duduk khusus bagi dirinya. Beliau tidak banyak berbiacara dan tidak pernah memotong pembicaraan seseorang kecuali ia berbicara kebatilan. Beliau pernah menulis enam surat dalam satu hari kepada para raja penguasa masa itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam, raja-raja yang menganggap diri mereka berada di puncak kekuatan dan meremehkan kaum Arab.
Ketika surat beliau sampai ke tangan raja Iran dan melihat nama beliau disebutkan di atas namanya, ia marah seraya memerintahkan para suruhannya untuk pergi ke Madinah dan membawa Muhammad ke hadapannya.
Ø Mukjizat Ma’nawiyah
Umat
Muslim meyakini bahwa Mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Quran, yaitu kitab suci umat Islam. Hal
ini disebabkan karena kebudayaan Arab pada masa itu yang masih barbar dan tidak
mengenal peradaban, namun oleh Al-Qur'an hal itu berubah total.
Ø Mukjizat Keturunan
Salah
satu mukjizat beliau yang lain adalah keturunan suci beliau yang terjaga dari
dosa. Hanya kedudukan tinggi kenabianlah yang mampu menghaturkan putri-putri
dan para imam ma’shum seperti ini kepada masyarakat.
Ø Mukjizat Amaliah
Dalam
kurun waktu dua puluh tiga tahun, beliau telah berhasil melakukan empat
pekerjaan besar dan fundamental meskipun banyak aral melintang dan problema
yang melilit.
Kronologi Kehidupan Rasulullah SAW :
1. 569
Meninggalnya ayah, Abdullah
2. 571 Tanggal
lahir
3. 570 Tahun Gajah,
gagalnya Abrahah
menyerang Mekkah
4. 576
Meninggalnya ibu Aminah
5. 578
Meninggalnya kakek, Abdul Muthalib
6. 583
Melakukan perjalanan dagang ke Suriah
7. 595 Bertemu
dan menikah dengan Khadijah
8. 610
Wahyu pertama turun dan menjadi Nabi sekaligus Rasul, kemudian mendapatkan
sedikit pengikut: As Sabiqun Al
Awwalun
9. 613
Menyebarkan Islam
di Makkah
10.
614 Mendapatkan banyak pengikut
11.
615 hHijrah pertama ke Habsyah
12.
616 Awal
dari pemboikotan Quraisy terhadap
Bani Hasyim
13.
619
Akhir dari pemboikotan Quraish terhadap Bani Hasyim
14.
619 Tahun kesedihan: Khadijah dan Abu Tahlib meninggal
15.
620 Dihibur oleh Allah melalui Malaikat Jibrildengan cara Isra’ dan Mi’raj sekaligus menerima
perintah shalat 5 waktu
16.
621 Bai’at Aqabah pertama
17.
622 Hijrah ke Madinah
18.
Tahun 624 Pertempuran Badar
19.
Tahun Pengusiran Bani Qaynuqa
20.
Tahun 625 Pertempuran Uhud
21.
Tahun 625 Pengusiran Bani Nadir
22.
Tahun 625 Pertempuran Zaturiqqa’
23.
Tahun 626 Penyerangan ke Dumat
al-Jandal: Suriah
24.
Tahun 627 Pertempuran Khandak
25.
Tahun 627 Penghancuran Bani Quraizhah
26.
Tahun 628 Perjanjian Hubaidiyah
27.
Tahun 628 Melakukan umrah ke Ka’bah
28.
Tahun 628 pertempuran Khaybar
29.
Tahun 629 melakukan ibadah haji
30.
Tahun Pertempuran Mut’ah
31.
Tahun 630 Pembukaan Kota Makkah
32.
Tahun 630 Pertempuran Hunain
33.
Tahun 630 Pertempuran Autas
34.
Tahun 630 Pendudukan Thaif
35.
Tahun 631 Menguasai sebagian
besar Jazirah Arab
36.
Tahun 632 Pertempuran Tabuk
37.
Tahun 632 Haji Wada’
38.
Dan pada Tahun 632 Rasulullah SAW (Tanggal 8 Juni) di
madinah beliau menghembuskan nafas terakhir dan ketika beliau mengalami
sakaratul maut, beliau berdoa supaya semua kesakitan umatnya ketika sakaratul
maut beliau yang menanggung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar