Label

Kamis, 12 Juni 2014

Biografi Nabi Muhammad SAW


Kota Mekkah
Kota Mekkah pada zaman kuno terletak di Garis Lalu lintas perdagangan antara Yaman (Arabia selatan) dan Syam dekat Laut tengah. Kedua Negara ini pada zaman dahulu telah mencapai peradaban yang tinggi dan dihubungkan oleh beberapa Negeri-Negeri kecil antara lain Mekkah. Dipandang dari segi geografis, Kota Mekkah hampir terletak ditengah-tengah Jazirah Arab. Oleh karena itu kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru tidaklah terlalu sulit mencapai Kota Mekkah. seperti Halnya penduduk Kota Mekkah, tidaklah sulit bagi mereka untuk bepergian ke Negeri-Negeri tetangganya seperti Syam, Hirah dan Yaman. Tidaklah mengherankan bilamana semangat dagang berkembang dikalangan penduduk Kota Mekkah.
Didalam Kota Mekkah juga terdapat Rumah suci yang disebut Baitullah atau Ka’bah. bangsa Arab pada umumnya memuliakan tempat Suci ini. Pembangunan Baitullah ini menurut sejarah Agama Islam dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS bersama dengan Puteranya yang bernama Nabi Ismail AS.
Nabi Ismail AS kemudian kawin dengan penduduk Kota Mekkah dari Suku Jurhum yang berasal dari Negeri Yaman dan terus menetap di Kota ini turun temurun. Keturunan Nabi Ismail AS ini disebut banu Ismail atau Adnaniyyun.
ada waktu Bendungan besar di Ma’rib di daerahArabia bagian Selatan pecah dan menyebabkan malapetaka yang besar bagi penduduknya, maka kabilah-kabilah Arab bagian Selatan ini berbondong-bondong meninggalkan daerahnya menuju arah Utara. Diantara mereka ada satu rombongan yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang bernama Harits bin Amir yang bergelar Khuza’ah, mereka berpindah menuju Kota Mekkah. Dan mereka berhasil mengalahkan penduduk Kota Mekkah (Suku Jurhum)dan seterusnya menjadi penguasa atas Negeri ini turun-temurun.
Dalam masa pemerintahan Khuza’ah inilah Banu Ismail berkembang biak dan dengan secara berangsur-angsur mereka meninggalkan Negeri ini bertebaran ke seluruh pelosok-pelosok Jazirah Arab. Yang tersisa dan tertinggal di Kota Mekkah ini keturunan Banu Ismail ialah Suku Quraisy. Mereka (Suku Quraisy) sama sekali tidak punya kekuasaan atas Kota ini dan atas Ka’bah.
Kira-kira pada Abad ke-5 Masehi seorang pemimpin dari Kabilah Quraisy yang bernama Qushai telah berhasil merebut kekuasaan Kota Mekkah dari tangan Kaum Khuza’ah, setelah mereka berabad-abad lamanya menguasai Kota Mekkah. Kekuasaan yang direbutnya meliputi di Bidang Pemerintahan dan Keagamaan. dengan demikian maka Qushai menjadi Pemimpin Agama dan Pemerintahan Kota Mekkah.
Di bidang Pemerintahan Qhusai meletakan dasar-dasar Demokrasi, dan dia membagi-bagi kekuasaan antara para pemimpin Quraisy. Untuk tempat Bermusyawarah para pemimpin, maka dibangunlah Balai Permusyawaratan yang mereka namakan “Daarunnadwah”. Di tempat inilah mereka membahas dan memecahkan segala persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat. Ketua dari balai ini adalah Qushai sendiri. Kekuasaan dan kepemimpinan Qushai atas Kota Mekkah mendapat dukungan dari segenap Kabilah-Kabilah Arab. Pada masa-masa selanjutnya, nampaklah pertumbuhan atas kota Mekkah dengan Organisasinya yang sederhana itu. Lebih-lebih setelah kerajaan Himyariyahdi Arabia bagian Selatan mulai runtuh kira-kira pada permulaann abad ke-6 Masehi. Kesadaran bahwa kepentingan Kota harus lebih diutamakan dari kepentingan Suku sendiri, mulai tumbuh pula pada penduduk Kota Mekkah. Karena bagi mereka semua menganggap kalau sengketa itu adalah menodai Kesucian Kota Mekkahyang sudah menjadi kepercayaan sejak berabad-abad lamanya. selain dari pada itu merekapun sangat berkepentingan akan ketentraman Kota Mekkah.
Setiap tahun pada Bulan-bulan Haji, Bangsa Arab dari segala penjuru berdatangan berkunjung ke Kota Mekkah sebagai suatu kewajiban Agama. Tidak sedikit keuntungan yang didapat oleh penduduk Kota Mekkah dari hasil kunjungan ke agamaan ini. kunjungan itu dapat berjalan lancar jika bilamana keadaan Kota Mekkah Aman dan Tentram serta kesuciannya senantiasa terjaga dan terpelihara. Kaum Quraisylah yang diberi kepercayaan oleh bangsa Arab untuk menjaga Kesucian dan Keamanan serta ketentraman kota Mekkah.
Mengenai ke Agamaan, sejak Qushai berhasil menggulingkan kekuasaan orang-orang Khuza’ah, maka dialah yang memegang pimpinan Agama. Bangsa Arab mengakui bahwa Hak untuk pemelihara Ka’bah dalam Kota Mekkah itu hanya pada keturunan Nabi Ismail AS karena itu tindakan Qushai mengambil alih kekuasaan Ka’bah dari orang-orang Khuza’ah dibenarkan dan diakui oleh Bangsa-Bangsa Arab, dikarenakan Qushai adalah keturunan nabi Ismail AS. Dengan demikian maka hanya dialah yang berhak menjaga, membuka dan menutup pintu Ka’bah serta pemimpin upacar keagamaan dirumah suci itu. setelah Qushai meninggal, maka kursi kepemimpinan dilanjutkan oleh keturunannya.
Kelahiran
Dikala umat manusia dalam kegelapan dankehilangan dalam pegangan hidupnya, maka lahirlah ke Dunia dari keluarga yang sederhana. Di Kota Mekkah inilah seorang bayi yang kelak membawa perubahan yang besar bagi sejarah peradaban Dunia.
Bayi itu adalah seorang bayi yang Yatim, Bapaknya Abdullah meninggal 7 bulan sebelum dia (bayi) lahir. Kehadiran bayi tersebut disambut oleh kakeknya yang bernama Abdul Muththalib dengan penuh rasa kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawa ke kaki Ka’bah. Di tempat Suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad, suatu nama yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para ahli, kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabbiul Awal Tahun Gajah atau tanggal 20 juni 571` Masehi.
Adapun sebab dinamakan Tahun Gajah, karena pada Tahun itu Kota Mekkah diserang oleh suatu pasukan tentara orang Nasrani yang kuat dibawah pimpinan Abraha, yaitu Gubernur dari Kerajaan Nasrani di Abessinia yang memerintah di Yaman dan mereka bermaksud ingin menghancurkan Ka’bah. Pada waktu itu Abraha berkendaraan Gajah. Belum lagi maksud mereka tercapai, mereka sudah dihancurkan oleh Allah SWT dengan Mengirimkan Burung-burung Ababil yang membawa batu kerikil dari tanah yang terbakar (Neraka). Sehingga Abraha dan pasukannya yang berkendaraan Gajah Mati kejatuhan batu seperti Daun yang dimakan lalat. Oleh karena pasukan tersebut menggunakan Gajah, maka orang Arab menamakan bala tentara itu dengan Pasukan Bergajah. sedangkan Tahun kejadiannya disebut dengan Tahun Gajah.
Nabi Muhammad SAW adalah keturunan dari Qushai pahlawan suku Quraisy yang berhasil menggulingkan kekuasaan Khuza’ah atas Kota Mekkah. Ayahnya yang bernama Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah dari Golongan darah Banu Ismail. sedangkan Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah. Disinilah silsilah keturunan Ayah dan Ibu Nabi Muhammad SAW bertemu. Baik keluarga dari pihak Bapak maupun dari pihak ibu, keduanya termasuk golongan bangsawan dan terhormat dalam kalangan kabilah-kabilah Arab.
Sudah Menjadi kebiasaan bagi orang-orang Kota Mekkah terutama pada orang-orang yang tergolong bangsawan untuk menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita Badiyah (dusun dipadang pasir) agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa-hawa bersih terhindar dari penyakit-penyakit di Kota dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa yang murni dan fasih. Demikianlah halnya Nabi Muhammad SAW, beliau diserahkan ibunya kepada perempuan yang baik yang bernama Halimah Sa’diyah dari Bani Sa’ad kabilah Hawazin yang tempatnya tidak jauh dari Kota Mekkah. Di perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad SAW diasuh dan dibesarkan sampai berusia 5 tahun.
Meninggalnya Ibu dan Kakek
Sesudah berusia 5 Tahun, Muhammad SAW diantarkan Ke Kota Mekkah kembali ke Ibunya Sitti Aminah. Setahun kemudian yaitu sesudah Muhammad SAW berusia 6 tahun. Beliau dibawa oleh ibunya ke Kota Madinah bersama-sama dengan Ummu Aiman sahaya peninggalan ayahnya. Maksud membawa Muhammad ke Madinah, pertama untuk memperkenalkan kepada keluarga neneknya Bani Najjar dan kedua untuk menziarahi makam ayahnya. Maka disitu diperlihatkan kepadanya rumah tempat ayahnya dirawat di waktu sakit sampai meninggal dan pisara tempat ayahnya dimakamkam. Agaknya mengharukan juga cerita Aminah kepada anaknya tentang ayahnya itu. Demikian terharunya, sehingga sampai sesudah Muhammad SAW diangkat menjadi Rosul dan sesudah beliau berhijrah ke Madinah, peristiwa itu sering disebut-sebutnya.
Mereka tinggal disitu kira-kira satu bulan lamanya, kemudian pulang kembali ke Kota Mekkah. Didalam perjalanan mereka pulang, pada suatu tempat ‘Abwa namanya tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga sampai meninggal dunia dan dimakamkan disitu juga. (Abwa’ adalah sebuah desa yang terletak antara Madinah dan Juhfah. kira-kira 23 mill disebelah selatan Kota Madinah).
Dapatlah dibayangkan betapa sedih dan bingungnya Muhammad SAW menghadapi bencana kemalangan atas kematian ibunya itu. Baru beberapa hari saja beliau mendengar cerita dari ibunya atas kematian ayahnya yang telah meninggalkannya selagi Muhammad SAW masih dalam kandungan. Sekarang ibunya telah meninggal pula dihadapan matanya sendiri. Sehingga Muhammad SAW tinggal sebatang kara menjadi seorang anak yang Yatim Piatu tiada berAyah dan tiada ber Ibu.
Setelah selesai pemakaman Ibundanya, Nabi Muhammad SAW segera meniggalakan Kampung Abwa’ kembali ke Kota Mekkah dan tinggal bersama-sama dengan kakeknya Abdul Muththalib. Disinilah Nabi Muhammad SAW diasuh sendiri oleh kakeknya dengan penuh kecintaan. Usia Abdul Muththalib waktu itu mendekati 80 tahun. Abdul Muththalib adalah seorang pemuka Quraisy yang disegani dan di hormati oleh segenap kaum Quraisy pada umumnya dan penduduk Kota Mekkah pada khususnya. Demikian kehormatan pada kedudukannya yang tinggi dan mulia itu diberikan kepada Abdul Muththalib, sampai-sampai anaknya sendiri tidak ada yang berani mendahului menduduki tikar yang disediakan khusus baginya disisi Ka’bah.
Disebabkan kasih sayang yang diberikan oleh kakeknya Abdul Muththalib menjadikan Muhammad SAW mendapat hiburan dan dapat melupakan kemalangan nasibnya karena kematian ibunya. Akan tetapi keadaan ini tidaklah berjalan lama, sebab baru saja berselang 2 tahun Muhammad SAW terhibur dalam asuhan kakeknya, orang tua yang baik hati itu meninggal pula dalam usia 80 tahun. Muhammad SAW pada waktu itu baru berusia 8 tahun.
Dengan meninggalnya Abdul Muththalib itu bukan saja merupakan kemalangan yang besar bagi Muhammad SAW tetapi juga merupakan kemalangan dan kerugian bagi segenap penduduk Kota Mekkah. Dengan Meninggalnya Abdul Muththalib itu, penduduk Kota Mekkah kehilangan seorang Pembesar dan Pimpinan yang cerdas, bijaksana, berani, dan perwira yang tidak mudah mencari gantinya.
Sesuai dengan Wasiat yang dibuat oleh Abdul Muththalib, maka Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib. Kesungguhan Abu Thalib dalam mengasuh Nabi Muhammad SAW serta kasih sayang yang dicurahkannya kepada keponakannya ini tidaklah kurang dari apa yang diberikannya kepada anaknya sendiri. Selama dalam Asuhan kakek dan pamannya Nabi Muhammad SAW selalu menunjukan sikap yang terpuji dan selalu membantu meringankan kehidupan mereka.
Pengalaman Nabi Muhammad SAW
Ketika berumur 12 tahun Nabi Muhammad SAW mengikuti pamannya Abu Thalib membawa barang dagangan ke Syam. Sebelum sampai ke Kota Syam atau baru sampai Bushra, bertemulah Kafilah Abu Thalib dengan seorang Pendeta Nasrani yang alim. Pendeta tersebut bernama “Buhaira” namanya. Pendeta itu melihat ada tanda-tanda keNabian pada diri Muhammad SAW. Maka dinasehatilah Abu Thalib bahwa keponakannya kelak akan menjadi seorang Nabi dan Rosul yang terakhir penutup dari semua Rosul ALLAH SWT, serta menyuruh Abu Thalib agar segera membawa keponakannya itu pulang kembali ke Kota Mekkah. Sebab dia (Pendeta) kuatir kalau-kalau Muhammad SAW ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti akan menganiayanya. Maka Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke Kota Mekkah.
Nabi Muhammad SAW sebagimana biasanya pada masa kanak-kanak itu, dia kembali kepekerjaannya menggembala kambing keluarga dan kambing warga penduduk Kota Mekkah yang dipercayakan kepadanya (Muhammad SAW). Pekerjaan menggembala kambing ini memerlukan keuletan, keasabaran dan ketenangan serta keterampilan dalam tindakan.
Diwaktu Nabi Muhammad SAW 15 tahun terjadilah peristiwa bersejarah bagi penduduk Kota Mekkah yaitu kejadian peperangan antara Suku Quraisy dan Kinanah disatu pihak dengan Suku Qais ‘Ailan dilain pihak. Pada waktu itu Nabi Muhammad SAW ikut aktif dalam peperangan ini dengan memberikan bantuan kepada paman-pamannya dengan menyediakan keperluan peperangan.
Peperangan ini terjadi didaerah Suci pada bulan Suci pila yaitu bulan Zulqaedah. Menurut pandangan bangsa Arab peristiwa itu adalah pelanggaran terhadap keSucian. Karena melanggar keSucian bulan Zulqaedah yang sebenarnya dilarang berkelahi dan berperang menumpahkan darah. Oleh karena demikian perang tersebut dinamakan “Harbur Fijar” yang artinya “Perang Yang Memecahkan KeSucian”.
Semenjak wafatnya Abdul Muththalib, Kota Mekkah mengalami kemerosotan. Ketertiban di Kota Mekkah tidak terjaga, keamanan harta benda dan diri pribadi tidak mendapat jaminan. Orang-orang asing menderita segala macam pemerasan terang-terangan. Kadang-kadang mereka di rampok, bukan saja barang dan harta bendanya saja, akan tetapi istri dan anak perempuannya. Perbuatan-perbuatan yang demikian membawa suasana Kota Mekkah menjadi kacau dan genting. Jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut akan merugikan penduduk Kota Mekkah sendiri (Quraisy). Akhirnya timbulah ke Insyafan dikalangan para pemimpin Quraisy untuk memulihkan kembali ketertiban di Kota Mekkah itu.
Maka berkumpullah para pemuka-pemuka dari Bani Hasyim, Bani Muththalib, Bani Asad bin Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab dan Bani Tamim bin Murrah. Di dalam pertemuan ini, para pemimpin Quraisy mengikat sumpah “Bahwa tidak akan ada lagi seorangpun yang akan teraniaya lagi di Kota Mekkah baik oleh penduduknya sendiri ataupun oleh orang lain. Dan barang siapa yang teraniaya, maka dia harus di bela bersama-sama”. Demikianlah isi dari sumpah itu yang dalam sejarah disebut “Halful Fudhul”. Nabi Muhammad SAW sendiri mengatakan sesudah menjadi Rosul bahwa dia menyaksikan pertemuan paman-paman beliau itu di rumah Abdullah bin Juda’an di waktu berusia belasan tahun.
Hasil pertemuan para pemuka-pemuka Quraisy itu membawa perubahan yang baik bagi Kota Mekkah, sehingga Kota Mekkah ini kembali aman dan selanjutnya memegang peranan penting dalam sejarah perkembangan Bangsa Arab.
Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad SAW mulai berusaha sendiri dalam penghidupannya. Karena Muhammad SAW terkenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya yang bernama Siti Khadijah mempercayai beliau untuk membawa barang dagangan ke Syam. Dalam perjalan ke Kota Syam, beliau ditemani oleh seorang pembantu Siti Khadijah yang bernama Maisarah. Setelah selesai menjual belikan barang dagangan di Kota Syam, dengan memperoleh laba yang tidak sedikit, merekapun kembali ke kota Mekkah. Sesudah Nabi Muhammad SAW pulang dari perjalanan ke Kota Syam itu, datanglah lamaran dari pihak Siti Khadijah kepada beliau, lalu beliau menyampaikan Hal tersebut kepada Pamannya. Setelah tercapai kata sepakat maka pernikahanpun dilangsungkan. Pada waktu itu umur Nabi Muhammad SAW 25 tahun sedangkan Sitti Khadijah 40 Tahun.
Perkawinan ini telah memberikan kepada Nabi Muhammad SAW ketenangan dan ketentraman. Nabi Muhammad SAW memperoleh cinta kasih yang tulus dari seorang perempuan yang kemudian hari merupakan orang yang pertama-tama mengakui ke-Rosullannya, dan senantiasa siap sedia menyertai dalam segala penderitaan dan kesusahan dengan pengorbanan harta sekalipun.
Nama Nabi Muhammad SAW bertambah populer dikalangan penduduk Kota Mekkah, sesudah beliau mendamaikan para pemuka-pemuka Quraisy dalam sengketa mereka dalam memperbaharui Ka’bah. Pada permulaannya mereka tampak bersatu dan bergotong-royong mengerjakan pembaharuan Ka’bah itu. Tetapi ketika sampai pada peletakan Batu Hitam (Al Hajarul Aswad) ketempat asalnya, terjadilah perselisihan sengit antara para pemuka-pemuka Quraisy. Mereka masing-masing merasa berhak mengembalikan Batu Suci itu ketempat asalnya semula. Akhirnya disepakati yang akan menjadi hakim adalah orang yang pertama datang dan pada saat yang kritis ini, datanglah Nabi Muhammad SAW yang disambut dan segera disetujui mereka. Maka diambilah sehelai kain dan dihamparkanlah dan Al Hajarul Aswad diletakannya ditengah-tengah kain itu. Kemudian oleh Nabi Muhammad SAW disuruhnya tiap-tiap pemuka-pemuka Quraisy bersama-sama mengangkat tepi kain ke tempat asal Al Hajarul Aswad itu. Ketika sampai ditempatnya, maka batu hitam itu diletakan dengan tangannya sendiri ketempatnya.
Dengan demikian selesailah persengketaan itu dengan membawa kepuasan pada masing-masing golongan. Pada waktu itu usia Nabi Muhammad SAW 35 tahundan dikenal dengan nama “Al-Amin” yang dipercaya.
Akhlak Nabi Muhammad SAW dari masa anak-anak hingga dewasa
Dalam perjalanan hidupnya sejak masih anak-anak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rosul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Tidak ada sesuatu perbuatan dan tingkah lakunya yang tercela yang dapat dituduhkan kepadanya. Sungguh sangat berlainan sekali dengan tingkah laku dan perbuatan kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk Kota Mekkah yang pada umumnya gemar berfoya-foya dan bermabuk-mabukan. Karena demikian jujurnya dalam perkataan dan perbuatan, maka beliau diberi julukan “Al-Amin” yang artinya “Orang yang dapat dipercaya”.
Para Ahli sejarah menuturkan, bahwa Muhammad SAW sejak kecil hingga dewasa tidak pernah menyembah berhala dan tidak pernah pula makan daging hewan yang disembelih untuk korban berhala-berhala seperti lazimnya orang Arab Jahiliyah pada waktu itu. Beliau sangat benci dengan berhala-berhala itu dan  menjauhkan diri dari keramaian dan upacara-upacara pemujaan kepada berhala itu.
Untuk mencukupi keperluan hidupnya sehari-hari, beliau berusaha sendiri mencari nafkah, karena orang tuanya tidak meninggalkan harta warisan yang cukup. Sejak sesudah beliau menikah dengan Sitti Khadijah, beliau berdagang dengan istrinya dan terkadang pula berdagang dengan orang lain. Sebagai seorang manusia yang bakal menjadi pembimbing umat manusia, Muhammad SAW memiliki bakat-bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan pikirannya, ketajaman otaknya, kehalusan perasaannya, kekuatan ingatannya, kecepatan tanggapnya,kekerasan kemauannya,. Segala pengalaman hidupnya mendapat pengolahan yang sempurna dalam jiwanya. Beliau mengetahui babak-babak sejarah Negerinya, kesedihan masyarakatnya dan keruntuhan agama bangsanya. Pemandangan itu tidak dapat hilang dari pikiran beliau.
Beliau mulai “menyiapkan dirinya” (bertahannuts) untuk mendapatkan pemusatan jiwa yang lebih sempurna. Untuk bertahannuts ini dipilihnya tempat disebuah Gua Kecil yang bernama “Hira” yang terletak pada sebuah bukit yang bernama “Jabal Nur” (bukit cahaya) yang terletak kira-kira dua atau tiga mill sebelah utara Kota Mekkah.
Walaupun Muhammad SAW dengan daya pikirannya yang jernih itu berusaha merenungkan tentang pencipta alam raya ini, namun sebelum kenabiannya beliau tidaklah sampai kepada hakikat penciptanya. Sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT dalam
QS.Asyuuraa 42 : 52 ALLAH SWT BerFirman :
Yang artinya : Dan Begitulah telah Kami wahyukan kepadamu suatu Ruh (Al-Qur’an) dari Perintah kami. Kamu belum pernah mengetahui apakah Kitab dan Apakah Iman….
QS. Adh-Dhuha 93 : 7 ALLAH SWT BerFirman :
Yang artinya : Dan Dia dapati kamu dalam kebingungan, lalu dia diberi hidayah (kenabian)
Muhammad SAW menjadi Rasul
Ketika menginjak usia 40 tahun. Nabi Muhammad SAW lebih banyak mengerjakan tahannuts dari waktu-waktu sebelumnya. Pada bulan Ramadhan dibawalah perbekalan yang lebih banyak dari biasanya, dikarenakan akan bertahannuts lebih lama dari waktu-waktu sebelumnya. Dalam melakukan tahannuts kadang-kadang beliau bermimpi, mimpi yang benar (Arru’ yaa ashshaadiqah). Pada malam 17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi, di waktu Muhammad SAW sedang bertahannuts di Gua Hira, datanglah Malaikat Jibril AS membawa wahyu dan menyuruh Muhammad SAW untuk membacanya, katanya “Bacalah” dengan terperanjat Muhammad SAW menjawab “Aku tidak dapat membaca”. Beliau lalu direngkuh beberapa kali oleh malaikat Jibril AS hingga nafasnya terasa sesak, lalu dilepaskan olehnya seraya disuruh membaca sekali lagi “Bacalah”. Tetapi Muhammad SAW masih tetap menjawab “Aku tidak dapat membaca”. Begitulah keadaan berulang samapai tiga kali dan akhirnya Muhammad SAW berkata ” Apa yang kubaca”. Kata Malaikat Jibril AS.
QS. Al-’Alaq 96 : 1-5
Yang artinya : Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu teramat Mulia. Yang mengajarkan dengan pena (tulis baca). Mengajarkan kepada Manusia apa yang tidak diketahuinya.
Inilah Wahyu yang pertama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dan inilah pula saat penobatan beliau sebagai Rasulullah, atau Utusan Allah SWT kepada seluruh umat manusia, untuk menyampaikan risalahNya.
Pada saat menerima pengangkatan menjadi Rosul ini, umur beliau mencapai 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut tahun bulan (Qamariyah) atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut tahun matahari (syamsiah). Setelah menerima wahyu itu beliau terus pulang ke rumah dalam keadaan gemetar, sehingga minta diselimuti oleh istrinya Siti Khadijah. Istri yang patuh dan setia itu segera menyelimutinya. Setelah agak reda cemasnya, maka diceritakannya kepada istrinya segala apa yang terjadi atas diri beliau dengan perasaan cemas dan kuatir. Akan tetapi istrinya yang bijaksana itu sedikitpun tidak memperlihatkan kekhawatiran dan kecemasan hatinya bahkan dengan khidmat ia menatap muka suaminya, seraya berkata “Bergembiralah hai anak pamanku, tetapkanlah hatimu, demi Tuhan yang jiwa Khadijah didalam tanganNya, saya harap engkaulah yang akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. Allah tidak akan mengecewakan engkau. Bukankah engkau senantiasa berkata benar yang selalu menumbuhkan silaturahmi, bukankah engkau senantiasa menolong anak yatim, memuliakan tetamu dan menolong setiap orang yang ditimpa kemalangan dan kesengsaraan?” Demikianlah Sitti Khadijah menentramkan hati suaminya.
Karena terlampau lelah setelah mengalami peristiwa besar yang baru saja terjadi itu, maka beliaupun tertidur. Sementara itu Sitti Khadijah pergi kerumah anak pamannya “Waraqah bin Naufal”, seorang yang tidak menyembah berhala, telah lama memeluk Agama Nasrani dan dapat menulis dengan Bahasa Ibrany, telah mempelajari serta menyalin ke Bahasa Arab isi Kitab Injil dan Taurat, Usianya sudah lanjut dan matanya sudah buta, lalu diceritakannya oleh Sitti Khadijah tentang apa yang terjadi atas diri suaminya.
Setelah didengarnya cerita Khadijah itu, lalu ia berkata “Quddus, quddus, demi Tuhan yang jiwa Waraqaf didalam TanganNya, jika engkau membenarkan aku ya Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Muhammad) namus akbar (petunjuk yang Maha Besar) sebagai yang pernah datang kepada Nabi Musa AS. Dia sesungguhnya akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. Dan katakanlah kepadanya hendaklah ia tetap tenang”.
Siti Khadijah kembali ke rumahnya, lalu diceritakannya apa yang dikatakan oleh Waraqaf bin Naufal kepada Suaminya (Rasulullah) dengan kata-kata yang lemah lembut yang dapat menghilangkan kecemasan dan kekhawatiran Rasulullah.
Didalam kitab-kitab Tarikh diriwayatkan, bahwa setelah badan Nabi Muhammad SAW kelihatan telah segar kembali dan telah seperti sedia kala, suaranya sudah berangsur terang, maka Khadijah mengajak Nabi untuk segera pergi menemui Waraqaf bin Naufal di rumahnya, dengan maksud hendak bertanya lebih lanjut secara langsung kepadanya tentang peristiwa yang telah menimpa diri Nabi yang terjadi dalam Gua Hira itu.
Sesampai Nabi bersama Khadijah dirumah Waraqaf bin Naufal, satu sama lain menyampaikan penghormatannya. Kemudian Waraqaf menanyakan maksud kedatangan Nabi berdua dengan Khadijah.
Setelah Khadijah memperkenalkan Nabi kepada Waragaf, kemudian Nabi Muhammad SAW menceritakan apa-apa yang baru dialaminya. Kemudian Waraqaf berkata “Quddus, Quddus! Hai (Muhammad) anak saudaraku, itu adalah rahasia yang paling besar yang pernah diturunkan Allah kepada Nabi Musa AS. Wahai kiranya aku dapat menjadi muda dan kuat, semoga aku masih hidup, dapat melihat, ketika engkau dikeluarkan (diusir) kaummu”.
Nabi Muhammad SAW setelah mendengar perkataan Waraqaf yang sedemikian itu, lalu beliau bertanya “Apakah mereka (kaumku) akan mengusir aku??” Waraqaf menjawab “Ya semua orang yang datang membawa seperti apa yang engkau bawa ini, mereka tetap dimusuhi. Jikalau aku masih menjumpai hari dan waktu engkau dimusuhi itu, aku akan menolong engkau dengan sekuat tenagaku.”
Dengan keterangan Waraqaf itu, Nabi Muhammad SAW merasa telah mendapat keterangan dan penjelasan yang jelas tentang peristiwa yang baru dialaminya itu. Juga Khadijah memegang teguh keterangan-keterangan Waraqaf itu, dan memang itulah yang dinantikan selama ini, berita gembira tentang keangkatan suaminya menjadi Rasul.
Peranan Khadijah di saat-saat Nabi Muhammad SAW Menerima Wahyu
Sitti Khadijah adalah masih satu keturunan dengan Nabi Muhammad SAW yaitu bertemu di Qushai. Jika diuraikan silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW dan Sitti Khadijah adalah demikian (Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai) sedangkan (Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai). Jadi diantara istri-istri Nabi Muhammad SAW. Sitti Khadijah inilah yang paling dekat nasabnya dengan beliau.
Sitti Khadijah adalah seorang Janda keturunan bangsawan Quraisy. Ia telah dua kali menikah, yang pertama dengan ‘Atieq bin ‘Aabld Al-Makhzumy seorang laki-laki masih tergolong keluarga bangsawan Quraisy. Perkawinan Khadijah dengan suaminya yang pertama ini lama berlangsung, hanya menurunkan seorang puteri yang bernama Hindun, karena ‘Atieq meninggal dunia. Kemudian Sitti Khadijah kawin lagi dengan Nabbasy ini menurunkan seorang putera bernama Halal dan seorang puteri juga bernama Hindun. Perkawinan dengan suaminya yang ke dua inipun tidak lama berlangsung, karena Nabbasy meninggal dunia pula. Sehingga kedua kalinya Sitti Khadijah menjadi Janda.
Sitti Khadijah mempunya Pribadi yang luhur dan Akhlak yang Mulia. Dalam kehidupannya sehari-hari senantiasa memelihara kesucian dan martabat dirinya. Ia jauhi adat istiadat yang tidak senonoh wanita-wanita Arab Jahiliyah pada waktu itu, sehingga oleh penduduk Mekkah ia diberi gelar “At Thahirah”. Ia mempunyai pemikiran yang tajam, lapang dada, kuat himmah dan tinggi cita-citanya. Ia suka menolong orang-orang yang hidup dalam kekurangan dan sangat penyantun kepada orang-orang yang lemah. Disamping itu ia adalah seorang wanita yang pandai berdagang. Perdagangannya tidak dikerjakannya sendiri, melainkan dibawa oleh beberapa orang kepercayaannya atau oleh orang yang sengaja mengambil upah untuk membawakan dagangannya ke Negeri Syam dan lain-lain. Perdagangannya sangat maju, sehingga ia adalah terhitung seorang wanita yang kaya raya dan sangat dermawan dalam masyarakat Quraisy Kota Mekkah pada saat itu.
Meskipun Sitti Khadijah telah dua kali menikah dan telah pula menjadi janda dan mempunyai anak, akan tetapi masih banyak laki-laki yang meminangnya untuk mengambilnya menjadi istri. Tetapi semua pinangan yang diumajukan itu ditolaknya dengan cara yang bijaksana dan sangat halus sehingga laki-laki yang telah ditolak pinangannya itu tidak merasa tersinggung atau merasa dihina. Demikianlah pribadi dan ketinggian budi wanita pilihan yang akan menjadi seorang utusan Allah yang akan memperbaiki akhlak kaumnya dan mengangkat derajat kaumnya yang bergelimang dalam  kesesatan dan kehinaan, ke derajat kemuliaan dan kebahagiaan yang kekal abadi.
Adapun peranan Sitti Khadijah isteri Nabi Muhammad SAW yang patuh dan setia ini, disaat-saat Nabi menerima wahyu dan keangkatan sebagai Rasulullah (utusan Allah) secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sitti nKhadijah kenal benar akan jiwa, pribadi serta akhlak suaminya (Nabi Muhammad SAW) sejak kecil hingga dewasa dan kemudian menjadi suaminya, yang tidak puas bahkan sangat tidak suka kepada adat istiadat kaumnya yang menyembah dan mendewakan patung dan berhala. Demikian pula ia sangat benci pada kegemaran kaumnya berjudi dan meminum khamar serta melakukan perbuatan-perbuatan diluar peri kemanusiaan seperti membunuh bayi perempuan mereka hidup-hidup karena malu dan takut miskin.
2. Sitti Khadijah member suaminya kesempatan dan keleluasaan yang sebesar-besarnya untuk memasuki kehidupan berpikir dan alam nafsani untuk mencari hakikat yang benar dan mutlak. Suaminya diberi dorongan semangat, agar terus mencari hakikat yang benar dan mutlak itu. Dengan tidak dibebani persoalan-persoalan rumah tangga dan untuk membantu melancarkan roda perdagangannya, karena semuanya itu telah diurus oleh Sitti Khadijah sendiri. Dan ketika suaminya bertafakur atau bertahanuts di Gua Hira’ disediakannya perbekalanuntuk tinggal selama beberapa hari dalam melakukan tahannuts mencari hakikat yang benar itu.
3. Ketika Nabi Muhammad SAW dalam keraguan dan kebimbangan menghadapi kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam tidurnya (mimpi yang benar), Sitti Khadijah sebagai isteri yang setia meyakinkan suaminya bahwa dengan akhlaknya yang mulia dan tidak pernah berdusta atau menyakiti hati orang lain, mustahil ia akan diganggu atau digoda oleh Jin dan Syetan.
4. Ketika Nabi Muhammad SAW dalam kegelisahan dan kebingungan setelah menerima wahyu yang pertama. Sitti Khadijah menghibur dan meyakinkan hati suaminya bahwa suaminya akan menjadi Nabi dan akan mengangkat derajat kaumnya dari lembah kehinaan dan kesesatan ke derajat kemuliaan dan kebahagiaan abadi. Kemudian setelah hilang kecemasan dan keraguan suaminya, pergilah ia kerumah Waraqah bin Naufal menceritakan perihal yang dialami suaminya. Dan oleh Waraqah ditegaskan berdasarkan pengetahuannya dalam Kitab Injil yang dipelajarinya bahwa Muhammad SAW akan menjadi seorang Nabi.
5. Ketika suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah menyuruh mulai bekerja dan berjuang menyiarkan agama Allah dan mengajak kaumnya kepada Agama Tauhid, Sitti khadijah adalah seorang wanita yang pertama yang percaya bahwa suaminya adalah Rasulullah (utusan Allah) dan kemudian ia menyatakan ke-Islam-annya tanpa ragu-ragu dan bimbang sedikit juapun.
Peranan Sitti Khadijah sebagai seorang istri dan wanita pilihan yang memang telah ditetapkan oleh Allah dalam Qadar-Nya adalah sangat besar sekali dalam usaha suaminya untuk menyeru dan mengajak kaumnya kepada Agama Tauhid dan meninggalkan agama Berhala dan adat-istiadat Jahiliyah.
Tugas Nabi Muhammad SAW
Menurut riwayat selama lebih kurang dua setengah tahun lamanya sesudah menerima wahyu yang pertama, barulah Rasulullah menerima wahyu yang ke dua. Dikala menunggu-nunggu wahyu yang ke dua itu, kembali Rasulullah diliputi perasaan cemas dan khawatir kalau-kalau wahyu itu putus, malahan hampir saja beliau berputus asa. Akan tetapi ditetapkannya hatinya dan beliau terus bertahannuts sebagaimana biasa di Gua Hira. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit dan beliau menengadah dan tampaklah Malaikat Jibril AS. Sehingga beliau menggigil ketakutan dan segera pulang kerumah. Kemudian minta kepada istrinya Sitti Khadijah supaya menyelimutinya. Dalam keadaan berselimut itulah datang Malaikat Jibril AS menyampaikan wahyu Allah yang ke dua kepada beliau yang berbunyi :
Q.S Al-Muddatstsir 74 : 1-7
Artinya : Hai Orang yang Berselimut, Bangun dan Berilah Peringatan! Besarkanlah (nama) Tuhanmu, Bersihkanlah Pakaianmu, Jauhilah Perbuatan Maksiat, Janganlah kamu member, karena Hendak Mendapatkan yang Lebih Banyak, Dan Hendaklah Kamu Bersabar untuk Memenuhi Perintah Tuhanmu.
Menyiarkan Agama Islam Secara Sembunyi-sembunyi
Sesudah Rasulullah menerima wahyu yang ke dua yang menjelaskan tugas atas dirinya mulailah beliau secara sembunyi-sembunyi menyeru keluarganya yang tinggal dalam satu rumah dan sahabat-sahabat beliau yang terdekat seorang demi seorang agar mereka meninggalkan agama berhala dan hanya menyembah Allah Yang Maha Esa. Maka yang mula-mula iman kepadanya ialah isteri beliau sendiri Sitti Khadijah, kemudian disusul oleh putera pamannya yang masih amat muda Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah budak beliau yang kemudian menjadi anak angkat beliau.
Setelah itu lalu beliau menyeru ke Abu Bakar siddiq seorang sahabat karib yang telah lama bergaul dan Abu Bakar pun segera beriman dan memeluk Agama Islam. Dengan perantara Abu Bakar, banyak orang-orang yang memeluk Agama Islam antara lain ialah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidilah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Fatimah binti Khaththab (adik Umar bin Khaththab) beserta suaminya Said bin Zaid Al ‘Adawi dan beberapa orang penduduk Kota Mekkah lainnya dari Kabilah Quraisy. Mereka itu diberi gelar “As Saabiquunal awwaluun” artinya Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama masuk Agama Islam.
Mereka ini mendapat gemblengan dan pelajaran tentang Agama Islam dari Rasulullah sendiri di tempat yang tersembunyi di Arqam bin Abil Arqam dalam Kota Mekkah.
Menyiarkan Agama Islam secara Terang-terangan
Tahun lamanya Rasulullah SAW melakukan Da’watul Afraad yaitu ajakan masuk Agama Islam seorang demi seorang secara diam-diam atau secara sembunyi-sembunyi dari satu rumah ke rumah lainnya. Kemudian sesudah ini turunlah Firman Allah Surat Al Hijr 15 : 94 yang berbunyi ;
Artinya Maka Jalankanlah Apa Yang Telah Diperintahkan Kepadamu dan Berpalinglah dari Orang-orang musrik.
Ayat ini memerintahkan kepada Rasulullah agar menyiarkan Islam dengan Terang-terangan dan meninggalkan cara sembunyi-sembunyi itu. Maka mulailah Nabi Muhammad SAW menyeru kaumnya secara umum ditempat-tempat terbukauntuk menyembah Allah dan mengEsakan-Nya. Pertama kali seruan (Da’wah) yang bersifat umum ini beliau tujukan kepada kerabatnya sendiri lalu kepada penduduk Kota Mekkah pada umumnya yang terdiri dari bermacam-macam lapisan masyarakat baik golongan bangsawan, hartawan dan hamba sahaya. Kemudian pada Kabilah-kabilah Arab dari berbagai daerah yang datang ke Kota Mekkah untuk mengerjakan Haji.
Dengan seruan yang bersifat umum dan terang-terangan ini, maka Nabi Muhammad SAW dan Agama baru yang dibawanya (Islam)menjadi perhatian dan pembicaraan ramai dikalangan Masyarakat Kota Mekkah.
Pada mulanya mereka anggap gerakan nabi Muhammad SAW itu adalah suatu gerakan yang tidak mempunyai dasar dan tujuan dan bertahan hidup hanya sebentar saj. Oleh karena itu sikap mereka terhadap Nabi acuh tak acuh dan mereka membiarkannya. Gerakan Nabi Muhammad SAW semakin meluas dan pengikut-pengikutnya bertambah banyak dan seruan Nabi Muhammad SAW semakin tegas dan lantang. Beliau juga mulai mengecam agama berhala kaumnya dengan mencela sembahan mereka serta membodohkan pula nenek moyang mereka yang menyembah berhala-berhala itu.
Reaksi Orang Quraisy
Ketika orang-orang Quraisy melihat gerakan Islam serta mendengar bahwa mereka dengan nenek moyang mereka dibodoh-bodohkan dan berhala-berhala mereka dihina-hina, bangkitlah kemarahan mereka dan mulailah mereka melancarkan permusuhan terhadap Nabi dan pengikut-pengikutnya. Banyaklah pengikut Nabi yang terkena siksa diluar perikemanusiaan terutama sekali pengikut dari golongan rendah. Terhadap Nabi sendiri, mereka tidak berani melakukan gangguan badankarena beliau masih dilindungi paman beliau Abu Thalib dan disamping itu beliau adalah keturunan Bani Hasyim yang mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi dalam pandangan masyarakat Quraisy sehingga beliau disegani.
Pada suatu ketika datanglah beberapa pemuka-pemuka Quraisy menemui Abu Thalib meminta agar dia menghentikan segala kegiatan Nabi Muhammad SAW dalam menyiarkan Islam dan janganlah mengecam Agama mereka. Tuntutan mereka ini ditolak secara baik oleh Abu Thalib. Setelah mereka melihat perutusan itu tidak memberi hasil. Datanglah mereka kembali kepada Abu Thalib untuk menyatakan bahwa mereka tidak dapat membiarkan tingkah laku Nabi Muhammad SAW itu dan mereka mengajukan pilihan kepadanya : menghentikan ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW atau mereka sendiri yang melakukannya. Setelah Abu Thalib mendengar ketegasan perutusan itu, timbulah rasa kekuatiran akan terjadinya perpecahan dan permusuhan kaumnya, namun tak sampai hati juga ia melarang keponakannya itu. Akhirnya dipanggilnya Nabi Muhammad SAW dan ia berkata : “wahai anakku! Sesungguhnya aku dijumpai oleh pemimpin-pemimpin kaummu. Mereka mengatakan kepadaku supaya aku mencegah kamu melakukan penyiaran Islam dan tidak mencela agama serta nenek moyang mereka, maka jagalah diriku dan dirimu, janganlah aku dibebani dengan sesuatu perkara diluar kesanggupanku”. Mendengar ucapan itu Nabi Muhammad SAW mengira pamannya tidak bersedia lagi melindunginya. Beliau berkata :
“Demi Allah wahai paman! Sekiranya mereka meletakan matahari disebelah kananku dan bulan disebelah kiriku dengan maksud agar aku tinggalkan pekerjaan ini (menyeru mereka kepada agama Allah) sehingga tersiar (dimuka bumi ini) atau aku akan binasa karenanya, namun aku tidak akan menghentikan pekerjaan ini”.
Sesudah mengucapkan kata-kata itu Nabi Muhammad SAW berpaling seraya menangis. Ketika berpaling hendak pergi itu Abu Thalib memanggilnya : “Menghadaplah kemari wahai anakku!” Nabipun kembali menghadap. Berkatalah pamannya : “Pergilah dan katakanlah apa yang kamu kehendaki, demi Allah aku tidak akan menyerahkan kamu karena suatu alasanpun selama-lamanya”.
Demikianlah tekad dan pembelaan Abu Thalib terhadap Nabi seterusnya walaupun pemuka-pemuka Quraisy berkali-kali membujuknya, dalam pada itu beliau menginsyafi pula kekompakan orang-orang Quraisy menghadapi beliau. Oleh karena itu beliau mengingatkan Bani Hasyim dan Bani Muththalib agar tetap memelihara semangat setia keluarga bahwa bilamana salah seorang dari mereka teraniaya maka seluruh keluarga harus bangkit serentak membelanya. Peringatan Abu Thalib ini disambut mereka dengan sungguh-sungguh baik yang sudah Islam maupun yang masih kafir.
Ada beberapa faktor yang mendorong orang Quraisy menentang Islam dan kaum  muslimin antara lain ialah :
1. Persaingan berebut kekuasaan, Didalam Kabilah besar Quraisy sudah sejak lama terdapat golongan-golongan (keluarga besar) yang saling bersaing untuk merebut pengaruh dan kekuasaan. Tunduk kepada Nabi Muhammad SAW menurut pendapat mereka sama dengan tunduk menyerahkan pimpinan atau kekuasaan kepada keluarga Nabi Muhammad SAW yaitu Bani Abdul Muththalib. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
2. Ajaran persamaan Hak dan Derajat yang dibawa Islam, Orang Quraisy memandang diri mereka adalah lebih mulia dan tinggi dari golongan Bangsa Arab lainnya, sedangkan Agama Islam memandang manusia itu sama saja Hak dan martabatnya dan tidak berbeda antara hamba sahaya dengan tuannya, antara kulit putih dengan orang kulit hitam. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat 49;13 yang artinya : ……Sesungguhnya orang yang paling mulia pada sisi Allah ialah orang yang paling Taqwa…
Oleh sebab itu orang Quraisy enggan dan tidak mau masuk Agama Islam yang menurut anggapan mereka menurunkan martabat diri mereka dan merugikan kedudukan mereka.
3. Taklid kepada nenek moyang. Segala adat istiadat, kepercayaan-kepercayaan dan upacara-upacara keagamaan yang mereka dapati dari leluhur mereka. Diterima dan dipegangi secara membabi buta sebagaimana tersebut dalam AL-Qur’an
QS. Al Maa’idah 5;104 yang artinya : ….cukuplah bagi kami apa yang telah kami terima dari nenekmoyang kami…
Hijrah Ke Habsyah
Setelah orang-orang Quraisy merasa bahwa usaha -usaha mereka untuk melunakan Abu Thalib tidak berhasil, maka mereka melancarkan bermacam-macam gangguan-gangguan dan penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW dan memperhebat siksaan-siksaan diluar perikemanusiaan terhadap pengikut-pengikut beliau. Akhirnya Nabi Muhammad SAW tidak tahan melihat penderitaan sahabat-sahabatnya itu lalu menganjurkan agar mereka hijrah ke Habsyah (Abisinia) yang rakyatnya menganut Agama Kristen dan Nabi Muhammad SAW mengetahui bahwa Raja Habsyah yaitu Najasyi dikenal adil, maka berangkatlah rombongan pertama terdiri dari sepuluh orang laki-laki dan empat orang perempuan. Kemudian disusul oleh rombongan-rombongan yang lain hingga mencapai hampir 100 orang. Diantaranya Utsman bin Affan beserta Istri beliau Rukayyah (Putri Nabi), Zuer bin Awwam, Abdurahman bin Auf, Ja’far bin Abu Thalib dan lain-lain. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-5 sesudah Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul (615 M).
Setibanya di Negeri Habsyah mereka mendapat penerimaan dan perlindungan yang baik dari rajanya. Sikap baik yang ditunjukan oleh raja Najasyi membawa kegelisahan pada orang Quraisy. Karenanya mereka mengutus Amru bin Ash dan Abdullah bin Rabiah yang meminta agar mengembalikan orang-orang Mekkah yang Hijrah itu dan permintaannya di tolak raja.
Sementara itu Rasulullah tetap tinggal di Mekkah menyeru kaumnya kedalam Islam walaupun gangguan bertambah sengit. Seorang demi seorang pengikut beliau bertambah. Berkat Rahmat Allah SWT masuklah kedalam Agama Islam pada masa ini dua orang pemimpin Quraisy yang sangat perkasa yakni : Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Khaththab. Kedua orang ini pada mulanya penentang Islam yang sangat keras. Kehadiran mereka dalam barisan Islam menghidupkan semangat kaum muslimin, karena mereka akhirnya menjadi benteng Islam. Masuknya Umar kedalam Agama Islam itu menimbulkan kejengkelan dan reaksi yang kuat di pihak Quraisy. Oleh sebab itu mereka memperhebat usaha-usaha mereka untuk melumpuhkan gerakan Nabi Muhammad SAW.
Pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib
Sesudah orang Quraisy melihat bahwa segala jalan yang mereka tempuh untuk memadamkan da’wah (seruan) Nabi Muhammad SAW tidak memberikan hasil dikarenakan Bani Hsyim dan Bani Muththalib (dua keluarga besar Nabi Muhammad SAW baik yang sudah masuk Islam ataupun belum) tetap melindungi beliau, maka mereka mencari taktik baru untuk melumpuhkan kekuatan Islam. Mereka mengadakan pertemuan dan mengambil keputusan untuk melakukan pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib ialah dengan jalan memutuskan segala perhubungan yaitu hubungan perkawinan, jual beli, ziarah menziarahi dan lain-lain. Keputusan mereka itu ditulis diatas kertas dan digantungkan di Ka’bah.
Dengan adanya pemboikotan umum ini, maka Nabi Muhammad SAW dan orang-orang Islam serta keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib terpaksa menyingkir dan menyelamatkan diri keluar kota Mekkah. Selama tiga tahun lamanya menderita kemiskinan dan kesengsaraan. Banyak juga diantara kaum Quraisy yang merasa sedih akan nasib yang dialami keluarga Nabi itu. Dengan sembunyi-sembunyi pada waktu malam hari, mereka mengirim makanan dan keperluan lainnya kepada kaum kerabat mereka yang terasing di luar kota, seperti yang dilakukan oleh Hisyam bin Amr. Akhirnya bangkitlah beberapa pemuka Quraisy menghentikan pemboikotan itu. Dengan itu pulihlah kembali hubungan Bani Hasyim dan Bani Muththalib dengan orang Quraisy. Akan tetapi nasib pengikut-pengikut Nabi Muhammad SAW bukanlah menjadi baik bahkan orang-orang Quraisy lebih meningkatkan sikap permusuhan mereka.
Nabi Mengalami Tahun Kesedihan
Belum lagi sembuh kepedihan yang dirasakan oleh Nabi Muhammad SAW akibat pemboikotan umum itu, tibalah pula musibah yang besar menimpa beliau. Yaitu wafatnya paman beliau Abu Thalib dalam usia 87 tahun. Tidak beberapa lama kemudian disusul oleh istrinya Sitti Khadijah. Kedua musibah terjadi pada tahun ke-10 dari masa kenabian. Tahun ini dalam sejarah disebut “Aamul Huzni” (Tahun Kesedihan). Baik Abu Thalib maupun Sitti Khadijah telah banyak memberikan bantuan kepada Nabi Muhammad SAW secara moril dan materiil. Abu Thalib adalah orang amat berpengaruh dalam masyarakat; dia merupakan perisai yang setiap saat memberikan perlindungan kepada Nabi. Sedangkan Sitti Khadijah adalah seorang wanita bangsawan dan hartawan di Kota Mekkah. Dia juga mempunyai pribadi dan pergaulan yang baik dalam masyarakat. Dialah yang menghibur hati Nabi di waktu susah dan menghidupkan jiwa NAbi diwaktu mengalami kesukaran. Dikorbankannya hartanya untuk perjuangan suaminya Nabi Muhammad SAW. Kedua orang yang dicintainya itu telah meninggalkan beliau, disaat-saat permusuhan Quraisy terhadap beliau sedang menjadi-jadi. Mereka sudah mulai berani menyakiti badan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dengan macam musibah dan penganiayaan itu tidaklah mengendorkan semangat perjuangan beliau.
Sesudah beliau melihat bahwa Kota Mekkah tidak lagi sesuai menjadi pusat dakwah Islam, maka beliau berdakwah keluar Kota Mekkah. Negeri yang dituju ialah Tha’if daerah Kabilah Tsaqif. Beliau menjumpai pemuka-pemuka kabilah itu dan diajaknya mereka kepada Agama Islam. Ajakan Nabi Muhammad SAW itu ditolak dengan kasar. Nabi diusir, disorak-soraki dan dikejar-kejar sambil dilempari dengan batu sampai berlindung dibawah pohon anggur dikebun utba dan syaiba (anak Rabi’a).
Nabi Muhammad SAW Menjalani Isra’ dan Mi’raj
Disaat-saat menghadapi ujian yang maha berat dan tingkat perjuangan sudah pada puncaknya ini, gangguan dan hinaan, aniaya serta siksaan yang dialami beliau dengan pengikut-pengikutnya beliau semakin hebat, maka Nabi Muhammad SAW diperintahkan oleh Allah SWT menjalani Isra’ dan Mi’raj dari Mekkah ke Baitul Maqdis di Palestina terus naik ke langit ketujuh dan Sidratul Muntaha. Disitulah beliau menerima perintah langsung dari Allah SWT tentang Shalat lima waktu. Hikmah Allah SWT memerintahkan Isra’ dan Mi’raj kepada Nabi dalam perjalanan satu malam itu adalah untuk menambah kekuatan iman dan keyakinan beliau sebagai Rasul yang diutus Allah ketengah-tengah umat manusia untuk membawa risalah-Nya. Dengan demikian akan bertambahlah kekuatan batin sewaktu menerima cobaan dan musibah serta siksaan yang bagaimanapun juga besarnya dalam memperjuangkan cita-cita luhur, mengajak seluruh umat manusia kepada Agama Islam.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-11 sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Kejadian Isra’ dan Mi’raj ini disamping memberikan kekuatan batin kepada Nabi Muhammad SAW dalam perjuangan menegakan agama Allah juga menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri, apakah mereka beriman dan percaya kepada kejadian yang menakjubkan dan diluar akal manusia itu yaitu perjalanan beratus-ratus mil serta menembus tujuh lapis langit dan hanya ditempuh dalam satu malam saja.
Ilmu pengetahuan dewasa ini ditantang dengan membuka tabir rohani pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi melalui peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Penemuan ilmu membenarkan teori telepati transmisi masa dengan radio, telephotography (Facsmile) dan lain-lain yang semula dianggap pekerjaan lamunan mereka.
Orang Yatsrib Masuk Islam
Pada waktu musim Haji tiba, datanglah ke Kota Mekkah kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru tanah Arab. Diantara mereka itu terdapat jemaah Khazraj dari Yatsrib. Sebagaimana biasanya setiap musim Haji, Nabi Muhammad SAW meyampaikan seruan Islam kepada Kabilah-kabilah yang sedang melakukan Haji. Kali ini beliau menjumpai orang-orang Khazraj. Mereka ini sudah mempunyai pengertian tentang Agama ketuhanan, dan kerap kali mendengar dari orang Yahudi di negeri mereka tentang akan lahirnya seorang Nabi pada waktu dekat. Segeralah mereka mencurahkan perhatian kepada dakwah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada mereka itu. Pada waktu itu juga langsung ber-Iman setelah mereka yakin bahwa Muhammad itu Nabi yang dinanti-nantikan. Peristiwa ini merupakan titik terang bagi perjalanan risalah Nabi Muhammad SAW. Orang Khazraj yang masuk Islam ini lebih dari enam orang. Tetapi merekalah yang membuka lembaran baru sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW.
Setibanya mereka di Yatsrib dari Mekkah, mulailah mereka menyiarkan kepada kaum kerabat mereka tentang kebangkitan Nabi Akhir zama Muhammad SAWyang berada di Kota Mekkah. Berkat kegiatan mereka hampir setiap rumah di Madinah sudah mendengar dan membicarakan tentang Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun ke dua belas sesudah kenabian, datanglah ke Mekkah di musim Haji 12 orang laki-laki dan seorang wanita penduduk Yatsrib. Mereka menemui Rasulullah secara rahasia di Aqabah. Ditempat inilah mereka mengadakan bai’at (perjanjian) atas dasar Islam dengan Nabi Muhammad SAW bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri, berzina, membunuh anak-anak, fitnah memfitnah dan tidak akan mendurhakai Nabi Muhammad SAW. Perjanjian ini dalam sejarah dinamakan Bai’atul Aqabatil Ula (perjanjian Aqabah yang pertama) karena dilangsungkan di Aqabah untuk yang pertama kalinya. Dinamakan pula Bai’atun Nisaa’ (perjanjian wanita) karena dalam Bai’at itu ikut juga seorang wanita bernama Afra binti abid bin Tsa’labah. Sesudah selesai pembai’atan ini, Rasulullah mengirim Mushab bin Umair bersama mereka ke Yatsrib untuk mengajarkan Alqur’an dan Agama Islam. Maka Agama Islam pun tersebar kesetiap rumah dan keluarga penduduk Yatsrib, kecuali beberapa keluarga kecil orang Aus.
Pada tahun ke tiga belas dari kenabian, berangkatlah serombongan kaum muslimin dari Yatsrib ke Mekkah untuk mengerjakan Haji. Orang-orang Islam itu mengundang Rasul agar mengadakan pertemuan dengan mereka di Aqabah pada hari Tasyriq. Sesudah selesai melaksanakan upacara Haji, keluarlah orang-orang Islam dari perkemahan mereka menuju Aqabah secara sembunyi-sembunyi pada waktu tengah malam. Ditempat itulah mereka berkumpul menunggu Nabi. Jumlah mereka 73 orang laki-laki dan 2 orang wanita. Rasulullah pun datang dengan didampingi oleh Abbas, paman beliau yang dimasa itu masih belum menganut agama Islam. Setelah mereka duduk semuanya, maka yang berbicara yang pertama kali adalah Abbas, katanya :
“Para Khazraj! Kamu semua telah mengetahui bahwa Muhammad SAW ini adalah salah seorang diantara kaum kami. Kami telah membelanya, sebab itu dia terhormat dan terjaga di negerinya. Sekarang dia ingin menyebelah dan menggabungkan diri dengan kamu. Sekiranya kamu benar-benar bermaksud akan setia kepadanya dalam segala hal yang kamu kemukakan kepadanya dan kamu kamu akan membelanya dari semua orang yang menantangnya, dapatlah saya menyerahkan Muhammad kepada kamu, atas pertanggung jawab kamu sendiri. Akan tetapi sekiranya kamu akan menyerahkan kepada musuh-musuhnya dan mengecewakannya, maka tinggalkanlah dia dari sekarang”.
Pembicaraan Abbas ini dijawab oleh Khazraj “Telah kami dengar apa yang kamu katakana, ya Abbas. Maka cobalah Rasulullah sendiri yang berbicara. Ambillah ya Rasulullah apa yang kamu inginkan buat dirimu dan Tuhanmu”. Maka berbicaralah dan beliau baca ayat-ayat Al-Qur’an kemudian beliau berkata :
“Saya ingin mengambil perjanjian dari kamu semua, bahwa kamu akan menjaga saya sebagaimana kamu menjaga keluarga dan anak-anak kamu sendiri”.
Kemuadian berdirilah 12 orang pemuka-pemuka Khazraj dan Aus dari penduduk Yatsrib itu. Masing-masing mewakili golongan yang ada dalam kabilah mereka. Merekapun berjanji akan membela Nabi Muhammad SAW walaupun harta dan jiwa mereka habis tandas karenanya. Seorang demi seorang menjabat tangan Rasulullah tanda bai’at yang berarti peryataan dan sumpah setia. Peristiwa ini dalam sejarah dinamakan Bai’atul Aqabah Ats Tsaaniyah (perjanjian Aqabah kedua).
Hijrah ke Yatsrib
Sejak zaman dahulu kota Yatsrib (empat belas hari perjalanan ke sebelah utara Kota Mekkah) merupakan stasiun yang penting yang terletak dilalu-lintas perdagangan dari Mekkah ke Syiria. Orang yahudi dan orang Arab yang beragama Yahudi sejak sebelum masehi sudah berkuasa di negeri ini. Barulah pada abad ke-5 Masehi orang Khazraj dan Aus berpindah dari Arabia Selatan dan ikut menetap di Yatsrib. Karena hidup mereka berdekatan dengan orang Yahudi maka mereka sedikit banyaknya sudah mengerti tentang ketuhanan, kenabian, wahyu dan hari akhirat. Maka tidaklah mengherankan, apabila orang Arab Yatsrib mudah menerima Agama Islam.
Tatkala Nabi Muhammad SAW melihat tanda-tanda baik pada perkembangan Islam di Yatsrib, disuruhnyalah para sahabat-sahabatnya berpindah kesana. Berkatalah Rasulullah kepada para sahabat-sahabatnya “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla telah menjadikan orang-orang Yatsrib sebagai saudara-saudara bagimu dan Negeri itu sebagai tempat yang aman bagimu”.
Orang-orang Quraisy sangat terperanjat setelah mengetahui perkembangan Islam di Yatsrib itu. Mereka merasa khawatir jika Nabi Muhammad SAW berkuasa di Yatsrib itu, karena tentulah Muhammad dan pengikutnya akan menyerang Kafilah-kafilah dagang merekayang pulang pergi ke Syam. Hal demikian berarti kerugian bagi perniagaan mereka. Oleh karena itu sebelum terlambat mereka harus bertindak cepat dan tegas terhadap Nabi Muhammad SAW selagi dia belum ikut pindah ke Yatsrib. Maka bersidanglah pemuka-pemuka Quraisy di Daarun Nadwah untuk merencanakan tindakan apakah yang akan diambil terhadap Nabi. Akhirnya mereka memutuskan bahwa Nabi Muhammad SAW harus dibunuh. Demi keselamatan masa depan mereka. Untuk melaksanakan pembunuhan ini, setiap suku Quraisy mengirimkan seorang pemuda pilihan. Dengan demikian bilamana Nabi Muhammad SAW berhasil dibunuh, keluarganya tidak akan mampu menuntut kepada seluruh suku.
Rencana keji kaum Quraisy ini telah diketahui oleh Nabi Muhammad SAW dan beliau diperintahkan oleh Allah SWT agar segera berpindah ke Yatsrib. Hal ini beliau beritahukan kepada sahabatnya Abu Bakar. Abu Bakar minta kepada Nabi Muhammad SAW supaya diijinkan menemani beliau dalam perjalanan yang bersejarah ini. Nabi Muhammad SAW setuju dan lalu Abu Bakar menyediakan persiapan untuk perjalanan ini.
Pada malam hari waktu pemuda-pemuda Quraisy sedang mengepung rumah Nabi dan siap akan membunuh beliau, Rasulullah berkemas-kemas untuk meninggalkan rumah. Ali bin Abi Thalib disuruh menempati tempat tidur beliau supaya orang-orang Quraisy mengira bahwa beliau masih tidur. Kepada Ali diperintahkan juga, supaya mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepada beliau kepada pemiliknya masing-masing. Kemudian dengan diam-diam beliau keluar dari rumah. Dilihatnya pemuda-pemuda yang mengepung rumah beliau sedang tertidur tak sadarkan diri. “Alangkah kejinya mukamu” kata Rasulullah seraya melemparkan pasir diatas kepala mereka. Dengan sembunyi-sembunyi beliau pergi menuju rumah Abu Bakar. Kemudian mereka berdua keluar dari pintu belakang rumah dengan menaiki unta yang sudah disiapkan oleh Abu Bakar. Menuju ke sebuah Gua dibukit Tsuur sebelah selatan kota Mekkah. Lalu mereka bersembunyi didalam Gua tersebut.
Setelah pemuda-pemuda tersebut mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW tidak ada dirumah dan terlepas dari kepungan mereka, maka mereka menjelajahi seluruh Kota untuk mencari Nabi, tetapi tetep tidak juga bertemu. Akhirnya mereka sampai juga di Gua Tsuur tempat Nabi dan Abu Bakat bersembunyi. Tetapi dengan perlindungan dari Allah SWT, dimuka Gua itu terdapat sarang laba-laba yang berlapis-lapis seolah-olah terjadinya telah lama sebelum Nabi dan Abu Bakar masuk didalamnya. Melihat keadaan yang demikian, pemuda-pemuda Quraisy itu sedikitpun tidak menaruh curiga. Setelah tiga hari lamanya mereka bersembunyi dalam Gua tersebut dan keadaan sudah dirasakan aman, maka Nabi dan Abu Bakar (dengan penunjuk jalan Abdullah bin Uraiqit) barulah meneruskan perjalanan menyusur pantai Laut Merah, dan Ali bin Abi Thalib menyusul kemudian.
Dengan berpindahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ini berakhirlah periode pertama risalahnya, tidak kurang 13 tahun lamanya berjuang antara hidup dan mati menegakan agama Allah SWT ditengah-tengah masyarakat Mekkah. Peristiwa bersejarah tersebut dituangkan dalam Firman Allah SWT
Q.S 8 ; 30 dan lihat pula Q.S 9 ; 40
Artinya : Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Yatsrib menjadi Madinatun Nabiy
Setelah mengarungi padang pasir yang sangat luas dan amat panas, akhirnya pada hari senin tanggal 8 Rabi’ul awal tahun 1 Hijriyah tibalah Nabi Muhammad SAW di Quba sebuah tempat kira-kira 10 kilometer jauhnya dari Yatsrib. Selama empat hari beristirahat. Nabi Muhammad SAW mendirikan sebuah Masjid yaitu Masjid Quba, inilah masjid yang pertama kali didirikan dalam sejarah Islam.
Pada hari Jum’at tanggal 12 Rabi’ul awal tahun 1 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 24 September tahun 622 Masehi. Nabi Muhammad SAW Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib memasuki Kota Yatsrib dengan mendapat sambutan yang hangat, penuh kerinduan dan rasa hormat dari penduduknya. Pada hari itu juga Nabi Muhammad SAW mengadakan Sholat Jum’at yang pertama kali dalam sejarah Islam. Dan beliaupun berkhutbah dihadapan kaum Muslimin (Muhajirin dan Anshar). Sejak ini Yatsrib berubah namanya menjadi Nabiy artinya “Kota Nabi” yang selanjutnya disebut Madinah
Setelah menetap di Madinah, barulah Nabi Muhammad SAW memulai rencana mengatur siasat membentuk masyarakat Islam yang bebas dari ancaman dan tekanan, mempertalikan hubungan kekeluargaan antara kaum Anshar dan Muhajirin, mengadakan perjanjian saling membantu antara kaum muslimin dengan orang-orang yang bukan Islam dan menyusun siasat, ekonomi, social serta dasar-dasar Daulah Islamiyah.
Dalam usaha membentuk masyarakat Islam di Kota Madinah ini sekaligus beliau berjuang pula memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam yang dibina itu dari rongrongan musuh, baik dari dalam maupun dari luar. Dengan demikian gerak perjuangan Nabi Muhammad SAW di Madinah itu bersifat dua segi. Pertama yaitu membina masyarakat Islam dan Kedua yaitu memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam itu.
NABI MUHAMMAD SAW MEMBINA MASYARAKAT ISLAM
Dalam membina masyarakat Islam di Kota Madinah ini, usaha-usaha pokok yang terlebih dahulu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW antara lain :
1. Mendirikan Masjid
Beliau dahulukan mendirikan bangunan Masjid sebelum mengerjakan bangunan-bangunan lainnya selain rumah tempat kediaman beliau sendiri, dikarenakan masjid mempunyai potensi yang sangat vital didalam menyatukan umat dan menyusun kekuatan mereka lahir batin dan untuk membina masyarakat Islam atau Daulah Islamiyah berlandaskan semangat Tauhid. Didalam masjid Nabi Muhammad SAW dapat mengadakan benteng pertahanan yang bersifat Moril dan spirituil yaitu semangat jihad di jalan Allah SWT. Sehingga kaum muslimin yang waktu itu jumlahnya belum seberapa banyak, rela mengorbankan harta benda dan segenap kesenangan materi mereka. Didalam masjid beliau senantiasa mengajarkan pokok-pokok agama Islam kepada kaum Muhajirin dan Anshar. Dan didalam masjid pula kaum muslimin melakukan ibadat berjama’ah dan senantiasa dapat bertemu, bermusyawarah untuk merundingkan masalah-masalah yang bersama-sama mereka hadapi.
Masjid selain tempat untuk bersujud kepada Allah SWT juga digunakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pembinaan umat Islam yang berjiwa Tauhid. Karena Masjid adalah tempat yang paling efektif untuk menyusun dan menghimpun potensi umat Islam.
2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dengan Anshar
Kaum Muhajirin yang jauh dari sanak keluarga dan kampung halaman mereka, diper-erat oleh beliau dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum Anshar. Karena kaum Anshar telah menolong mereka dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan keuntungan-keuntungan yang bersifat materi, melainkan hanya karena mengharap keRidhaan Allah SWT semata-mata.
Abu Bakar, beliau persaudarakan dengan Haritsah bin Zaid. Ja’far bin Abi Thalib, beliau persaudarakan dengan Mu’as bin Jabal dan Umar bin Khatab, beliau persaudarakan dengan Itbah bin Malik. Begitu seterusnya tiap-tiap orang dari kaum Anshar dipersaudarakan dengan kaum Muhajirin dan persaudaraan itu hukumnya sebagai saudara kandung. Dengan demikian maka kaum Muhajirin yang bertahun-tahun terpisah dengan sanak saudara dan kampung halamannya merasa tenteram dan aman menjalankan syari’at agamanya. Ditempat yang baru itu sebagian dari mereka ada yang hidup berniaga dan ada pula yang bertani (seperti Abu Bakar, Utsman dan Ali) mengerjakan tanah kaum Anshar. Dengan ikatan yang teguh ini dapatlah Nabi Muhammad SAW mengikat setiap pengikut Islam yang terdiri dari bermacam-macam suku dan kabilah itu kedalam satu ikatan masyarakat Islam yang kuat dengan semangat kerja bergotong-royong, senasib sepenanggungan, seperasaan, sesakit, sesenang, dengan persaudaraan Islam.
Segolongan orang Arab yang menyatakan masuk Islam dalam keadaan miskin disediakan tempat tinggal dibagian masjid yang kemudian dikenal dengan Ashhab Shuffa. Keperluan hidup mereka dipikul bersama diantara Muhajirin dan Anshar yang berkecukupan.
3. Perjanjian Perdamaian dengan Kaum Yahudi
Guna menciptakan suasana tenteram dan aman dikota baru bagi Islam (Madinah), Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan kaum Yahudi yang berdiam didalam dan disekeliling Kota Madinah. Dalam perjanjian ini ditetapkan dan diakui hak kemeredekaan tiap-tiap golongan untuk memeluk dan menjalankan agamanya. Inilah salah satu perjanjian politik yang memperlihatkan kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW sebagai seorang ahli politik yang ulung. Tindakan seperti ini belum pernah dilakukan oleh Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang terdahulu, baik oleh Nabi Isa AS maupun Nabi Musa AS atau Nabi-Nabi sebelum mereka.
Kedudukan Nabi Muhammad SAW bukan saja hanya sebagai seorang Nabi dan Rasul, tetapi juga dalam masyarakat Islam beliau sebagai ahli Politik, Diplomat yang bijak. Ditengah-tengah medan pertempuran beliau sebagai pahlawan yang gagah berani dan didalam melakukan musuh yang sudah kalah beliau sebagai seorang yang ksatria yang tidak ada taranya.
Diantara isi perjanjian yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW dengan kaum Yahudi itu antara lain :
- Bahwa kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum muslimin. Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing.
- Kaum Muslimin dan kaum Yahudi wajib bertolong-tolongan untuk melawan siapa saja yang memerangi mereka dan orang-orang Islam memikul belanja mereka sendiri pula.
- Kaum Muslimin dan Kaum Yahudi wajib nasehat-menasehati, tolong-menolong, dan melaksanakan kebajikan dan keutamaan.
- Bahwa Kota Madinah adalah Kota Suci yang wajib dihormati oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu
- Kalau terjadi perselisihan diantara kaum Yahudi dengan Kaum Muslimin, sekiranya dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Maka urusan itu hendaklah diserahkan kepada Allah SWT dan Rasul.
- Bahwa siapa saja yang tinggal didalam atau diluar dari Kota Madinah, wajib dilindungi keamanan dirinya (kecuali orang yang zalim dan bersalah) sebab Allah SWT menjadi pelindung orang-orang yang baik dan berbakti.
Perjanjian politik yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW sejak 14 abad yang silam menjamin kemerdekaan beragama dan menyakini hak-hak kehormatan jiwa dan harta golongan bukan Islam. Perjanjian yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW ini merupakan peristiwa baru dalam dunia politik dan peradaban. Sebab waktu itu di berbagai pelosok bumi masih berlaku pemerkosaan dan perampasan hak-hak asasi manusia.
Disebabkan oleh perjanjian yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW dengan kaum Yahudi dan perjanjian-perjanjian lain yang dibuatnya dengan kaum Yahudi Bani Quraizhah, maka Kota Madinah menjadi sebuah kota yang suci atau “Madinatul Haram” dalam arti kata yang sebenar-benarnya karena setiap penduduk mempunyai tanggung jawab dan memikul kewajiban bersama untuk menyelenggarakan keamanandan guna membela serta mempertahankan terhadap setiap serangan musuh dari mana juapun datangnya.
4. Meletakan dasar-dasar politik, Ekonomi, dan Sosial untuk Masyarakat Islam
Karena masyarakat Islam telah terwujud maka sudah tiba saatnya bagi Nabi Muhammad SAW untuk menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat Islam yang baru saja terwujud itu, baik dilapangan politik, ekonomi, sosial maupun yang lain-lain. Hal ini disebabkan karena dalam periode perkembangan Agama Islam di Madinah inilah telah turun wahyu Ilahi yang mengandung perintah berzakat, berpuasa, dan hukum-hukum yang bertalian dengan pelanggaran atau larangan, jinayat (pidana) dan lain-lain. Ayat-ayat yang diturunkan dalam periode Madinah ini sebagian besar yang bersangkutan dengan pembinaan hukum Islam. Diantara ayat-ayat yang belum jelas dan belum ada keterangannya secara terperinci (detail), dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dengan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan beliau. Maka timbullah daripadanya dua buah sumber yang menjadi pokok hukum Islam yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah (Hadits).
Dengan ditetapkannya dasar-dasar politik, ekonomi, sosial dan lain-lain, maka semakin teguhlah masyarakat Islam. Sehingga dari hari kehari pengaruh Agama Islam di Kota Madinah semakin bertambah besar.
NABI MUHAMMAD SAW MEMELIHARA DAN MEMPERTAHANKAN MASYARAKAT ISLAM
Ada dua kekuatan yang ingin memadamkan api Islam di Madinah, yaitu kekuatan dari dalam dan dari luar. Kekuatan dari dalam ialah golongan orang Yahudi dan orang Munafik sedangkan kekuatan dari luar ialah Orang Quraisy dengan sekutunya.
1. Penggerogotan oleh orang Yahudi
Orang Yahudi sejak sebelum Masehi sudah hidup di Madinah (Yatsrib). Orang Yahudi di Madinah itu terdiri atas tiga golongan yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah. Dengan ketiga golongan ini Rasulullah sudah mengikat perjanjian persahabatan guna menjaga kesejahteraan dan keamanan Kota Madinah. Bangsa Yahudi memandang dirinya sebagai putera dan kekasih Allah dan kenabian itu hanyalah hak bagi orang Yahudi. Betapa sakitnya hati orang Yahudi itu ketika melihat Agama Islam dibawa orang bukan Yahudi kemudian Agama itu berkembang demikian cepatnya.
Maka dengan diam-diam mereka berusaha memadamkan Agama Allah ini. Mula-mula mereka tempuh dengan berdebat. Dengan jalan perdebatan ini mereka kira akan dapat menyelusupkan rasa sangsi dan ragu kedalam dada kaum muslimin. Dengan demikian kaum muslimin akan meninggalkan Nabi Muhammad SAW. Tipu muslihat mereka semacam ini disebutkan didalam Al-Qur’an dalam Surat Al-Baqarah 109 Artinya :
“Sebahagian Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman. Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkan mereka sampai Allah mendatangkan Perintah-NYA. sesungguhnyaAllah kuasa atas segala sesuatu”.
Usaha-usaha mereka yang hendak menjatuhkan Nabi Muhammad SAW melalui perdebatan itu tidak berhasil. Bahkan kepalsuan mereka dibongkar oleh Allah SWT. Mereka mengadakan perdebatan dengan Nabi bukan hendak mencari kebenaran tapi hanya untuk menjatuhkan beliau semata-mata. Kedudukan Nabi Muhammad SAW bertambah kuat dan pengikut beliaupun bertambah semakin banyak, karena dapat menunjukan kebenaran risalah beliau.
Orang Yahudi kemudian menempuh jalan yang tidak sah yaitu jalan kekerasan. Mereka mengadakan keonaran, hasut-hasutan serta propokasi dikalangan penduduk Kota Madinah. Yang mula-mula merusak perjanjian Nabi ialah orang Yahudi BAni Qainuqa.
Pada suatu hari seorang wanita Arab dianiaya dengan cara yang amat keji sewaktu dia masuk pasar Banu Qainuqa. Seorang Arab yang kebetulan lewat ditempat tersebut berusaha menolong wanita itu, tetapi dikeroyok oleh orang-orang Yahudi sampai mati. Perbuatan mereka ini membangkitkan kemarahan kaum muslimin. Oleh karena itu terjadilah perkelahian-perkelahian yang menumpahkan darah antara kedua belah pihak. Nabi Muhammad SAW datang ketempat tersebut dan mengambil tindakan tegas terhadap orang-orang Banu Qainuqa karena sudah acap kali mereka menunjukan sikap permusuhan terhadap kaum muslimin. Mereka tidak dapat dibiarkan lebih lama lagi tinggal di Madinah, karena amat membahayakan bagi masyarakat Islam yang baru tumbuh itu. Nabi Muhammad SAW segera menjatuhkan hukuman atas mereka dengan pengusiran dari Kota Madinah. Peristiwa itu terjadi habis perang Badar.
Kira-kira setahun kemudian sesudah peristiwa ini, orang Yahudi Banu Nadhir melakukan pula suatu penghianatan yang keji. Mereka mencoba melakukan pembunuhan atas diri Nabi Muhammad SAW, sewaktu beliau dengan beberapa orang sahabat berkunjung ke perkampungan mereka untuk suatu keperluan. Hanya berkat pertolongan Allah SWT, beliau selamat dari percobaan pembunuhan ini. Komplotan para penghianat ini akhirnya terbongkar. Terhadap mereka Nabi menjatuhkan hukuman yang serupa saudara mereka yang terdahulu Banu Qainuqa yaitu pengusiran dari Kota Madinah. Hukuman ini sebenarnya adalah terlalu ringan dibandingkan dengan akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan mereka itu. Allah SWT menyebutka kejadian ini sebagai suatu nikmat atas beliau dan sahabat-sahabatnya…QS. Al Maaidah 11 artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu. Diwaktu suatu kaum bermaksud hendak memanjangkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan berTaqwalah kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal”.
Pengusiran Banu Nadhir itu terjadi pada bulan Rabi’ul awal tahun 4 Hijriyah. Diantara orang Yahudi Bani Nadhir yang terkena usir itu ada yang menetap di Khaibar. Karena kekayaan mereka, mereka kemudian mendapat kedudukan sebagai ketua-ketua dan pembesar-pembesar di Khaibar itu. Orang-orang Banu Nadhir ini sama sekali tidak dapat merasakan belas kasihan Nabi Muhammad SAW atas hukuman yang mereka alami itu. Malahan mereka melanjutkan permusuhan kepada Nabi. Mereka menghasut kabilah-kabilah Arab yang besar seperti Quraisy dan Ghathfan serta kabilah-kabilah lainnya untuk sama-sama menghancurkan Nabi Muhammad SAW berserta umanya di Madinah. Hasutan mereka berhasil. Kedua kabilah yang besar itu dibantu oleh kabilah-kabilah lainnya termasuk Banu Nadhir yang mengadakan persekutuan untuk kemudian bersama-sama menghancurkan Nabi Muhammad SAW berserta umatnya di Kota Madinah
Peperangan ini dikenal dengan nama perang Al-Ahzab yang berarti persekutuan golongan-golongan, perang ini terjadi pada tahun 5 Hijriyah. Peperangan ini adalah yang teramat berat dirasakan olehkaum muslimin, karena mereka menderita kelaparan sampai-sampai mengikatkan batu ke perut mereka. Musuh-musuh mereka mengepung rapat Kota Madinah. Pada saat yang kritis ini orang Yahudi Bani Quraizhah, warga Kota Madinah, mengkhianati kaum Muslimin dari dalam. Pemimpin mereka Ka’ab bin As’ad dihasut oleh pemimpin dari Banu Nadzir Huyai bin Akhthab dan diajaknya agar membatalkan perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW. Serta menggabungkan diri kepada Al Ahzab yang sedang mengepung Kota Madinah itu.
Berita penghianatan Bani Quraizhah ini menggemparkan kaum Muslimin. Rasulullah segera mengutus dua orang sahabatnya Sa’ad bin Mu’adz kepala suku Aus dan Sa’ad bin Ubadah kepala suku Khazraj kepada Banu Quraizhah untuk menasehati mereka agar mereka jangan meneruskan penghianatan itu. Setibanya kedua utusan itu ke tempat Kepala Banu Quraizhah Ka’ab bin As’ad, kedua utusan itu segera menyampaikan pesan-pesan dari Rasulullah. akan tetapi mereka ditolak dengan sikap kasar dan penuh keangkuhan dan kesombongan dan penghianatanpun terus dilakukannya.
Penghianatan Banu Quraizhah ini sangat menyusahkan kaum Muslimin dan menakutkan hati mereka, dikarenakan orang Yahudi ini berada didalam Kota Madinah. Dengan pertolongan Allah SWT pasukan sekutu (Al Ahzaab) itu bercerai berai pulang kembali ke Negeri masing-masing tanpa membawa hasil sama sekali. Tinggalah sekarang Bani Quraizhah sendirian. Nabi Muhammad SAW beserta kaum muslimin segera membuat perhitungan dengan para penghianat ini. Setelah dua puluh lima hari lamanya mereka diepung didalam benteng, mereka mau menyerah kepada Nabi Muhammad SAW dengan syarat bahwa yang akan menjadi hakim atas perbuatan mereka ialah Sa’ad bin Muadz kepala suku Aus. Lalu Nabi Muhammad SAW menerima syarat itu. Sesudah mempertimbangkan dengan sematang-matangnya, Sa’ad kemudian menjatuhkan hukuman mati: laki-laki mereka dibunuh, sedang yang wanita dan anak-anak mereka ditawan.
Hukuman demikian adalah wajar bagi pengkhianat-pengkhianat masyarakat yang sedang dalam keadaan perang, lebih-lebih pengkhianatan itu dilakukan ketika musuh sedang melancarkan serangannya. Masyarakat Islam di Kota Madinah adalah masyarakat yang baru tumbuh, masyarakat yang sedang ber-revolusi. Mereka membina suatu Negara diatas konsepsi baru (islam) dengan mengadakan pendobrakan unsur-unsur lama secara revolusioner. Maka wajarlah bila pada hukuman yang dijatuhkan kepada Bani Quraizhah yang menjadi pengkhianat itu, berlaku hukum perang, hukum revolusi karena sifat perbuatan mereka itu penggerogotan dari dalam. Akibat perbuatan mereka itu dapat mematikan semangat Islam. Dengan dilenyapkannya orang-orang Yahudi itu, berakhirlah riwayat mereka di Kota Madinah. Umat Islam merasa aman dan tenteram dalam Kota Madinah. Mereka mendapat kesempatan seluas-luasnya menyusun dan membangun masyarakatnya.
2. Penggerogotan orang-orang munafik.
Disamping orang-orang Yahudi, ada pula satu golongan di Kota Madinah yang selalu berusaha melemahkan perjuangan umat Islam. Mereka itu ialah orang-orang munafik. Golongan orang munafik ini tidaklah begitu berpengaruh, sebab mereka tidak memegang peranan penting dalam masyarakat. Pada diri mereka masih tersimpan suatu rahasia yang tidak baik, yaitu kegemaran mereka menyembah berhala. Mereka ini dikepalai oleh Abdullah bin Ubaiy. Abdullah mempunyai kedudukan sebagai kepala suku yang selalu memimpikan akan menjadi raja di Kota Madinah. Untuk kepentingan ini, ia mengumpulkan orang-orang disekelilingnya untuk dijadikan pengikut-pengikutnya. Segala sesuatu telah disiapkan untuk setiap waktu sedia merebut kekuasaan. Rencana itu akan mereka laksanakan bilamana Nabi Muhammad SAW tidak ada lagi. Usaha mereka yang utama ialah orang-orang Islam masuk Islam. Mereka sama sekali tidak dapat kesempatan untuk bertindak terhadap kaum muslimin, karena Nabi Muhammad SAW terhadap masyarakat Islam yang baru itu tidak putus-putusnya. Sikap Nabi Muhammad SAW terhadap golongan munafik ini adalah teramat lunak sekali, tidak seperti halnya orang Yahudi. Beliau selalu berusaha memberikan pengajaran-pengajaran terhadap mereka dengan penuh harapan supaya mereka pada suatu ketika insyaf dan beriman dengan iman yang sebenar-benarnya. Harapan Nabi Muhammad SAW itu terbukti sesudah Abdullah bin Ubaiy mati, maka golongan ini tidak nampak lagi dalam masyarakat Islam. Golongan munafik ini mengadakan hubungan yang baik dengan orang-orang Yahudi. Mereka ini pernah menjanjikan bantuan kepada Bani Quraizhah sewaktu mereka sedang mengkhianati kaum Muslimin. Untunglah bantuan itu tidak jadi mereka berikan.
Diwaktu Nabi Muhammad SAW pergi memimpin barisan kaum Muslimin untuk menghadapi perang Uhud, golongan munafik ini keluar dari barisan secara demonstratif untuk tidak mengikuti peperangan. Dalam peristiwa “Qishshatul ifki” (cerita bohong) yang menyangkut diri pribadi Siti Aisyah, isteri Nabi, maka orang munafik ini pula yang menjadi biang keladinya. Banyaklah perbuatan-perbuatan mereka yang merugikan kaum Muslimin. Namun demikian Nabi Muhammad SAW tetap tidak mengadakan tindakan-tindakan terhadap orang munafik ini. Beliau dengan penuh kesabaran dan harapan terus membimbing sampai mereka beriman sebaik-baiknya. Didalam Al-Qur’an, pada surat-surat yang diturunkan di Mdinah banyak diceritakan keadaan orang-orang muafik ini. Surat yang ke-63 bernama Al Munafiqun menggambarkan sifat-sifat mereka itu.
3. Rongrongan orang Quraisy dan sekutu-sekutunya
Orang Quraisy sejak masa permulaan Islam lahir, sudah berusaha keras untuk memusnahkan Islam. Tiga belas tahun lamanya NabiMuhammad SAW di Kota Mekkah menegakan Islam mendapatkan perlawanan yang sengit dari mereka. Sedangkan pengikut-pengikut beliau pada waktu itu di siksa diluar peri-kemanusiaan. Oleh sebab demikian Beliau meninggalkan daerah yang penduduknya menentangnya dengan sangat itu dan mencari daerah yang subur untuk perkembangan Islam yaitu Kota Madinah.
Walaupun umat Islam sudah meninggalkan Kota Mekkah, orang Quraisy masih tetap juga memusihinya dan bertekad untuk menghancurkannya. Pendirian orang-orang Quraisy ini disadari oleh Rasulullah bahwa selama Beliau menyebarkan Agama Islam maka selama itu pula orang-orang Quraisy memusuhinya. Segala harta milik orang-orang Islam yang ditinggalkan di Kota Mekkah, semuanya disita oleh orang-orang Quraisy dan mereka bagi-bagikan sebagai harta rampasan.
Nabi Muhammad SAW bukanlah hanya sebagai seorang pemimpin agama saja, yang setiap waktu memberikan wejangan-wejangan dan pelajaran-pelajaran kepada pengikut-pengikutnya. Akan tetapi Beliaupun juga seorang pemimpin dari suatu masyarakat yang sedang membangun suatu Negara yang sedang berjuang untuk menegakan keadilan dan kebenaran yang Hakiki. Oleh karena itu Beliaupun mempunyai kewajiban pula membela masyarakat itu dari setiap rongrongan yang membahayakannya. Untuk tugas ini, Allah SWT menurunkan Ayat yang mengijinkan kepada Nabi dan umatnya mengangkat senjata guna membela diri.
Allah SWT ber-Firman dalam Surat Al-Haj ayat 39-40
Artinya : “Diizinkan berperang kepada mereka yang diperangi , karena mereka sesungguhnya dianiaya dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa menolong mereka; yaitu orang-orang yang diusir keluar dari kampungnya tanpa suatu alas an yang patut kecuali karena mereka berkata Tuhan Kami ialah Allah….”
Inilah ayat yang pertama kali mengenai peperangan. Dengan turunnya ayat tersebut diatas, rasulullah lalu membentuk pasukan-pasukan tentara yang berkewajiban pertama-tama untuk berjaga-jaga di luar Kota Madinah terhadap serangan mendadak yang mungkin dilakukan oleh suku-suku Badui ataupun kaum Quraisy.
Suatu peperangan pertama kali terjadi antara kaum Muslimin dengan kaum Quraisy disuatu tempat yang bernama Badar pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H. Peperangan ini didalam sejarah dinamakan Perang Badar. Dalam peperangan Badar ini kaum muslimin memperoleh kemenangan yang besar. Walaupun kekuatan mereka lebih kecil dari kaum Musyrikin Quraisy. Al-Qur’an menamakan peperangan ini dengan “Yaumul Furqaan” yang berarti hari memisahkan antara yang Hak dengan yang Batil. Peperangan inilah yang menentukan jalannya sejarah perkembangan agama Islam. Sekiranya umat Islam kalah dalam peperangan ini, maka leyaplah Islam untuk selama-lamanya. Kedudukan umat Islam sesudah peperangan ini menjadi kuat dan kokoh. Orang Yahudi sesudah mendengar kemenangan kaum Mslimin ini, merasa kecewa dan geram. Oleh sebab itu mulailah mereka membuat huru-hara dan keonaran didalam Kota Madinah dan berusaha menusuk umat Islam dari belakang. Sebagaimana telah dikemukakan sewaktu membicarakan tentang penggerogotan orang Yahudi. Orang-orang Quraisy merasakan kekalahan Perang Badar itu sebagai suatu pukulan yang yang besar atas mereka. Karena itu mereka bertekad untuk mengadakan pembalasan. Maka disiapkanlah perbekalan yang cukup dan tentara dengan senjata yang lengkap berjumlah tidak kurang dari 3000 orang. Turut pula membantu orang-orang Quraisy ini beberapa kabilah Arab lain seperti Arab Kinanahdan Tihamah. Pada pertengahan bulan sya’ban tahun 3 H berangkatlah pasukan kaum musyrikin ini menuju Kota Madinah. Setelah Nabi Muhammad SAW mendengar gerakan musuh ini, beliaupun keluar Kota Madinah dengan kekuatan 1000 orang tentara untuk menyongsong musuh yang menyerang. Akan tetapi baru saja beliau berangkat , keluarlah dari barisan segolongan kaum Munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay yang jumlahnya hampir seper tiga dari barisan itu. Laskar pasukan yang masih setia kepada Nabi Muhammad SAW terus berangkat bersama beliau.
Di kaki Gunung Uhud yang terletak disebelah utara Kota Madinah, bertemulah kedua pasukan yang bermusuhan itu. Mula-mula kaum Muslimin menguasai jalannya pertempuran itu, akan tetapi karena ada diantara mereka yang tidak disiplin, maka berubahlah keadaannya. Umat Islam terdesak dan menderita kerugian yang tidak sedikit. Pahlawan Islam Hamzah paman Nabi, gugur dalam pertempuran ini, sedangkan Nabi sendiri mendapatkan luka-luka. Dalam peperangan ini kaum Muslimin gugur sebagai syuhada 70 orang. Peperangan ini dalam sejarah Islam disebut Perang Uhud. Karena terjadinya dikaki Gunung Uhud pada bulan Sya’ban than 3 Hijriyah.
Kaum Muslimin mendapat pengalaman yang tidak sedikit dari peperangan Uhud ini, walaupun mereka pada lahirnya menderita kekalahan. Mereka tetap berusaha untuk mendapatkan kembali kedudukan mereka semula. Sementara itu orang-orang yang bukan Islam, menggiatkan pula kerja sama mereka untuk menyempurnakan kemenangan yang telah dicapai oleh Quraisy dalam perang Uhud ini. Terutama sekali orang-orang Yahudi yang ada di Kota Madinah. Orang Yahudi dari Bani Nadhir melakukan percobaan pembunuhan atas diri Nabi. Akan tetapi usaha mereka gagal dan mereka di usir dari Kota Madinah. Tetapi kemudian mereka menggabungkan diri dengan Quraisy untuk menggempur kaum Muslimin yang berada di Kota Madinah. Pada bulan Syawal tahun 5 Hijriyah berhimpunlah lascar Al Ahzab (Persekutuan golongan-golongan) yang terdiri dari Kaum Quraisy, Ghathfaan, Bani Salim, Bani Asad, Bani Murrah, Bani Asya’ dan orang Yahudi dari Bani Nadhir.
Peristiwa inilah pertama kali dalam sejarah Arabia mempersaksikan Laskar yang berjumlah 10.000 orang memanggul senjata yang menyerbu Kota Madinah. Perang inilah yang dalam sejarah disebut dengan Perang Al-Ahzaab yang dikarenakan melibatkan diri dalam peperangan ini beberapa kabilah Arab. Dalam peperangan ini posisi kaum Muslimin, mempertahankan dan membela diri. Mereka telah membuat parit yang dalam dan lebar sebelah utara Kota Madinah. Oleh karena itu peperangan ini dinamakan pula Perang Khandaq (Perang Parit) Bagian kota lainnya mereka jaga dengan rapid an kuat. Rumah-rumah dihubungkan dan lorong-lorong ditutup, sehingga Kota Madinah merupakan sebuah benteng. Ketika tentara Al-Ahzaab tiba dipinggir kota Madinah, mereka tidak dapat menyeberangi Parit karena selalu dihujani anak panah oleh kaum Muslimin. Pihak penyerang terus berusaha menembus garis-garis pertahanan lainnya, akan tetapi selalu dapat digagalkan. Lebih dari 20 (dua puluh) hari lamanya mereka mengepung kota Madinah. Sehingga kaum Muslimin menderita kekurangan makanan. Pada saat kritis inilah, orang Yahudi dari Bani Quraizhah yang masih menjadi warga Kota Madinah melakukan penghianatan terhadap kaum Muslimin dari dalam Kota Madinah. Seperti yang sudah pernah diceritakan diatas. Oleh suatu sebab terjadilah perselisihan paham diantara kaum penyerang yang menyebabkan keretakan diantara mereka. Memang wajar hal itu terjadi, karena mereka itu terdiri dari golongan-golongan yang tidak sama tujuandan kepentingan mereka dalam peperangan itu dan masing-masing ingin merebut pimpinan. Pada waktu yang tepat inilah, Allah SWT menurunkan di malam hari hujan lebat dan angina kencang kepada pasukan Al-Ahzaab itu dan menyapu bersih kemah-kemah dan perbekalan mereka serta mengkucar-kacirkan pasukan-pasukannya.
Akhirnya masing-masing golongan dari penyerang itu pulang ke Negerinya tanpa membawa hasil apa-apa selain kegagalan. Dalam peperangan ini, dipihak kaum Muslimin gugur sebagai Syuhada enam orang diantaranya Sa’ad bin Mu’adz akibat luka yang dideritanya. Dia meninggal sesudah selesai menjatuhkan hukuman kepada Bani Quraizhah. Di pihak kaum Musyrikin jatuh korban 3 orang. Cerita perang Al-Ahzaab ini dituturkan dalam Al-Qur’an dalam surat 33 yang namanya sesuai dengan peperangan itu yaitu “Surat Al-Ahzaab”. Sesudah peperangan ini masuklah kedalam agama Islam 2 (dua) orang pemimpin yang gagah perwira dari Quraisy yaitu Amr bin ‘Ash Asahmi dan Khalid bin Walid Al Makhzuumi. Peristiwa ini adalah pertanda bahwa perang akan berakhir Antara Quraisy dengan kaum Muslimin, karena sesudah ini tidak akan terjadi lagi peperangan Antara kedua belah pihak.
Pada tahun ke-6 Hijriyah, Nabi Muhammad SAW beserta pengikut-pengikutnya amat rindu kepada Baitullah yang merupakan Kiblat umat Islam dan mereka ingin berziarah ke kota Mekkah mengunjungi sanak family dan kampong halaman yang sudah lama ditinggalkan. Pada bulan Zulqaedah tahun itu, berangkatlah beliau Nabi Muhammad SAW dan pengikut-pengikutnya yang berjumlah tidak lebih dari 1000 orang menuju Kota Mekkah dengan niat semata-mata melakukan Umrah dan Haji. Untuk menghilangkan persangkaan yang bukan-bukan dari pihak Quraisy maka kaum Muslimin pakain ihram dan membawa hewan-hewan untuk disembelih (hadya) di Mina. Mereka umat Muslim tidak memanggul senjata hanya membawa pedang dalam sarungnya sekedar menjaga diri dalam perjalanan. Setelah sampai disuatu tempat yang bernama “Hudaibiah”, Rasulullah berhenti bersama kaum Muslimin lainnya. Disinilah Nabi Muhammad SAW bermusyawarah dengan para sahabat-sahabatnya untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. Akhirnya Nabi Muhammad SAW mengutus Usman bin ‘Affan kepada kaum Quraisy untuk mengadakan pembicaraan dengan kaum Quraisy serta menjelaskan maksud kaum Muslimin ke Mekkah.
Tetapi yang terjadi malahan Utsman di tahan oleh orang Quraisy dan kemudian terdengar desas-desus ia dibunuh. Mendengar berita itu, Rasulullah pun mengadakan “Bai’atur Ridhwaan” dengan sahabat-sahabatnya yaitu Bai’at untuk berperang mati-matian sampai tercapai kemenangan. Berita dibunuhnya Utsman bin ‘Affan oleh kaum Quraisy teryata tidak benar terjadi. Karena Utsman kembali dengan membawa berita keberhasilan melunakan hati kaum Quraisy. Sesudah ini datanglah utusan dari kaum Quraisy Suhail bin Amruh Aamiri menjumpai Nabi Muhammad SAW untuk mengadakan perundingan. Dalam perundingan ini tercapai persetujuan damai yang dalam sejarah dikenal dengan “Ahulhul Hudaibiyah” (Perdamaian Hudaibiyah). Diantara isinya ialah kaum Muslimin membatalkan rencana mereka ke Mekkah tahun ini dan dibolehkan ke Mekkah di tahun berikutnya, dan perjanjian damai selama 10 (sepuluh) tahun antara kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian damai ini kaum Muslimin berkesempatan mengkonsolidasikanmasyarakat mereka.
Nabi Muhammad SAW mulai menyebarkan Islam kepada kabilah-kabilah Arab lainnya dan banyak pula diantara mereka yang memeluk agama Islam. Kemudian beliau mengirim surat-surat yang dibawa oleh utusan-utusannya kepada kaisar-kaisar dan raja-raja, diantara lain Khusru Parvis, Kisra -Parsia dan kepada Heraclius sang kaisar Romawi. Hal tersebut dilakukan oleh Beliau dengan maksud agar kaisar-kaisar dan raja-raja tersebut masuk agama Islam. Seorang utusan yang lain telah dikirimkan pula, kemudian kepada Amir Ghassan, pangeran dibawah Heraclius yang bertempat tinggal di Busra dekat dengan Damaskus. Utusan Nabi Muhammad SAW ini ditolak secara kasar oleh raja itu dan kemudian dibunuh oleh kepala suku orang Ghasan yang lain. Perbuatan yang melanggar adat internasional ini, menyebabkan timbulnya peperangandan konflik Antara pasukan Islam dengan pasukan romawi. Nabi Muhammad SAW mengirim satu pasukan yang terdiri dari 3000 orang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah. Tentara Romawi yang berada di Syiria yang jumlahnya mencapai 100.000 orang itu, setelah mendengar gerakan tentara Islam itu, segera menyongsong mereka. Disuatu tempat yang bernama Mu’tah, ditempat itulah bertemulah kedua pasukan tersebut. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke 8 H. yang dalam sejarah disebut dengan “Perang Mu’tah”. Karena kekuatan musuh terlalu besar, maka tentara Islam mengundurkan diri dari medan perang. Gugur dalam medan peperangan ini Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Tentara yang masih tinggal dipimpin oleh Khalid bin Walid dan kiembali dan kembali di Madinah. Dalam tahun itu juga (8 H) orang Quraisy menyerang Bani Khuza’ah sekutu kaum Muslimin. Menurut perjanjian Antara kedua belah pihak tidak boleh ada penyeranganterhadap sekutu masing-masing. Maka tindakan orang Quraisy menyerang Bani khuza’ah itu berarti pembatalan terhadap perjanjian yang sudah disepakati. Memerangi sekutu kaum Muslimin sama dengan memerangi kaum Muslimin sendiri. Pada Tanggal 10 bulan Ramadhan 8 H, berangkatlah Rasulullah dengan 10.000 orang laki-laki menuju Kota Mekkah. Orang Quraisy mendengar berita pasukan besar yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW menjadi gemetar ketakutan dan putus asa. Akhirnya Abu Sofyan pemimpin Quraisy pergi menemui Nabi Muhammad SAW diluar Kota Mekkah untuk menyerah dan menyatakan ke Islamannya. Rasulullah kemudian memerintahkan pasukannya untuk memasuki Kota Mekkah dari empat jurusan. Dengan demikian Kota Mekkah jatuh kedalam kekuasaan kaum Muslimin tanpa perlawanan sama sekali. Patung-patung dan berhala-berhala disekeliling Ka’bah, mereka hancurkan seraya meneriakan QS. AL-Israa 17; 81).
Artinya : “…Telah dating Kebenaran dan telah lenyap kebatilan, sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap”.
Orang Quraisy yang dahulu mengejar-ngejar dan menyakiti Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya dan terus-menerus memusuhi mereka, sekarang berkerumun di sekeliling beliau laksana sekumpulan orang-orang tawanan yang sedang menunggu putusan terakhir. Berkata Nabi Muhammad SAW kepada bekas musuh-musuhnya itu: “Tindakan apakah yang menurut perkiraan kalian yang akan kuambil terhadap kamu sekalian??”. Mereka semua menjawab : ” Engkau , Wahai Muhammad adalah saudara kami yang mulia dan putera dai saudara kami yang mulia”. Kemudian Rasulullah menyahut : “Ya, Pergilah! Sekarang kalian bebas semuanya “. Dengan demikian padamlah api permusuhan selama bertahun-tahun Antara Quraisy dengan kaum Muslimin pada hari yang bersejarah itu. Sesudah selesai penaklukan Kota Mekkah beberapa hari lamanya, Nabi Muhammad SAW menghadapi lagi kabilah-kabilah Arab yang masih membangkang dan memusuhi kaum Muslimin. Dua Kabilah Arab yang terkenal berani dan kuat yaitu Hawazin dan Tsaqif memilih tempat pertempuran yang strategis yaitu tanah pegunungan yang berbukit-bukit menunggu tentara kaum Muslimin lewat di jalan sempit dibawahnya. Ketika kaum Muslimin tiba di tempat tersebut yang dinamakan lembah Hunain, maka datanglah serbuan yang mendadak dari musuh. Tentara kaum Muslimin menjadi panick dan lari bercerai-berai. Peristiwa ini diceritakan dalam AL-QUR’AN QS.AT-TAUBAH 9; 25
Artinya : Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukmin) di medan peperangan yang banyak, tetapi dipeperangan Humain diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfa’at kepadamu sedikitpun. Dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu. Kemuian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.
Berkat ketenangan dan ketrampilan Nabi Muhammad SAW dapatlah beliau menghimpun kembali pasukan kaum Muslimin yang kacau balau itu. Serangan pembalasan kemudian dilancarkan sampai musuh dapat dikalahkan. Sisa pasukan musuh yang kalah melarikan diri ke Tha-if. Dalam benteng Tha-if inilah musuh mempertahankan diri. Beberapa waktu lamanya kaum Muslimin mengepung Benteng ini, namun tidak berhasil juga menundukannya. Akhirnya Nabi Muhammad SAW pulang ke Ja’ranah tempat tawanan dan rampasan-rampasan, meninggalkan benteng itu tapi memblokir daerah disekitarnya. Di Ja’ranah Nabi Muhammad SAW didatangi oleh delegasi Hawazin. Mereka menyatakan bertaubat kepada Tuhan dan masuk Islam. Hawazin memohon kepada Nabi Muhammad SAW supaya harta benda dan kaum keluarga mereka yang ditawan dibebaskan dan dikembalikan kepada mereka. Rasulullah SAW dan kaum Muslimin tiada keberatan mengabulkan permohonan mereka itu. Semua tawanan dan rampasan dari mereka dikembalikan kepada mereka seluruhnya. Sedangkan penduduk Tha-if karena tidak tahan menderita akibat blockade kaum Muslimin akhirnya mereka mengirimkan delegasi kepada Rasulullah SAW untuk menyampaikan keinginan mereka menganut agama Islam. Dengan demikian berakhirlah peperangan dengan kabilah Tsaqif itu.
Pada tahun ke-9 Hijriyah Nabi Muhammad SAW mempersiapkan pasukan untuk menghadapi tentara Romawi di sebelah utara. Banyak kesulitan yang dihadapi oleh Nabi ketika menyusun tentara, karena mulai datangnya musim panas dan di Kota Madinah kebetulan waktu itu sedang musim panen dan lagi medan perang yang dituju amatlah jauh serta lawan yang bakal dihadapi pun bukan sembarangan yaitu tentara Romawi yang terkenal kuat dan terlatih. Di samping itu ada segolongan umat Islam (orang Munafik) yang tidak mau memenuhi perintah Rasul sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an surat (9) At-Taubah Antara lain ayat 38, 42, 81-83. Orang-orang munafik mendapat kesempatan untuk melemahkan iman orang-orang Islam. Akan tetapi pahlawan-pahlawan Islam yang jiwa mereka sudah pasrah kepada Tuhannya, selalu senantiasa siap bersedia memanggul senjata untuk mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Rasullah telah berhasil membentuk tentara yang dinamakan “Jaisyul ‘Usrah” (Laskar Saat Kesulitan). Pasukan Islam ini kemudian bergerak meninggalkan Kota Madinah menuju ke Utara. Orang-orang Romawi yang semula mau menyerang, amatlah terkejut menyaksikan bala tentara Islam itu dalam jumlah yang besar dan dipimpin oleh Nabi sendiri dan pahlawan-pahlawan padang pasir yang tidak mengenal mundur. Oleh karena itu mereka (tentara Romawi) mundur kembali kedalam Negerinya untuk membela diri. Laskar Islam tidaklah mengejar mereka, akan tetapi berkemah disuatu tempat yang bernama Tabuk. Karenanya perang ini dinamakan “Perang Tabuk”. Dari tempat inilah Nabi Muhammad SAW mengirimkan pasukan-pasukannya kepada kabilah-kabilah Arab yang tinggal di tapal batas tanah Arabia dan Syam, untuk mengadakan perjanjian-perjanjian dengan kaum Muslimin. Sesudah 10 malam lebih berkemah di Tabuk. Nabi pun beserta pengikut-pengikutnya kembali pulang ke Kota Madinah. Dengan demikian selesailah peperangan Tabuk dan peperangan inilah yang paling terakhir diikuti oleh Rasulullah SAW.
Sesudah Kota Mekkah ditaklukan dan peperangan Tabuk telah selesai, Rasulullah tidak lagi menghadapi tugas-tugas berat. Dalam tahun kesembilan Hijriyah ini Nabi Muhammad SAW menerima utusan-utusan kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru yang dating berduyun-duyun menghadap Rasulullah SAW. Mereka semua menyatakan bahwa suku mereka menjadi pemeluk Agama Islam. Peristiwa yang menggembirakan ini diceritakan dalam Al-Qur’an QS. An-Nashr 110; 1-3
Artinya : Apabila pertolongan Allah dan kemenangan itu telah datang dan telah kamu lihat manusia dengan berduyun-duyun memasuki agama Islam. Maka bertasbihlah memuji Tuhanmu dan meminta ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Allah itu Penerima Taubat.
Jatuhnya Kota Mekkah dan Baitullah kedalam kekuasaan Islam serta masuknya orang Quraisy kedalam agama Islam, mempengaruhi pendirian dan sikap orang Badui itu terhadap agama Islam. Menurut anggapan mereka tidaklah dapat menguasai Baitullah yang suci itu kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa yang disembah oleh masing-masing mereka. Oleh sebab itu mereka yakin bahwasannya disamping kaum Muslimin ada kekuatan yang menolongnya.
Demikianlah agama Islam telah dapat merata keseluruh jazirah Arab. Nabi Muhammad SAW telah dapat menyaksikan buah (hasil) perjuangannya yang dilakukannya selama lebih dari dua puluh tahun lamanya. Bangsa Arab yang tadinya hidup dalam perpecahan dan saling bermusuhan, kini hidup bersatuy dibawah satu pimpinan dan bernaung dibawah satu panji, yaitu panji Islam.
4. Tugas Nabi Muhammad SAW Selesai.
Ketika para utusan kabilah-kabilah Arab datang menghadap Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pemeluk agama Islam kemudian disusul dengan turunnya surat An-Nashr (110) yang menggambarkan kedatangan utusan-utusan itu serta menyuruh Nabi memohonkan ampun untuk mereka, maka terasalah oleh Beliau bahwa tugasnya hamper selesai. Karena merasa bahwa pekerjaannya telah hampir pada akhirnya. Beliau berniat untuk melaksanakan “Haji Wada” (Haji Perpisahan) ke Mekkah. Pada tanggal 25 Zulqaedah tahun 10 Hijriyah, Rasulullah SAW meninggalkan Madinah menuju Mekkah dengan kaum Muslimin yang ikut mengerjakan haji kira-kira 100.000 orang.
Sebelum menyelesaikan ibadah haji, Rasulullah SAW mengucapkan sebuah pidato amanat yang bernilai dihadapan kaum Muslimin di Bukit ‘Arafah pada tanggal 8 Zulhijjah tahun 10 Hijriyah, bersamaan dengan 7 Maret 632 Masehi. Setelah selesai mengerjakan ibadah haji, Nabi pun kembali ke Madinah.
Kira-kira 3 (tiga) bulan sesudah mengerjakan haji wada’ itu, Nabi menderita demam beberapa hari sehingga tidak dapat mengimami shalat jamaah, maka disuruhnyalah Abu Bakar menggantikan Beliau menjadi Imam.
Pada tanggal 12 Rabi’ul awwal tahun 11 Hijriyah bertepatan dengan 8 Juni 632 Masehi, Nabi Muhammad SAW kembali ke hadirat Allah SWT dalam usia 63 Tahun. Dua puluh tiga tahun lamanya sejak beliau diangkat menjadi Rasul Allah, berjuang tidak mengenal lelah dan derita untuk menegakan agama Allah, agama Islam.
Nabi Muhammad SAW telah wafat dan telah meninggalkan umatnya. Tidak ada harta benda yang berarti yang akan diwariskan kepada anak istrinya tetapi Beliau meninggalkan dua buah pusaka yang diwariskannya kepada seluruh umatnya. Sabdanya :
TAROKTU FIIKUM AMROINI, MA IN TAMASSAKTUM BIHIMA LAN TADHILLU ABADAA, KITABALLAHI WA SUNNATA ROSUULIHI
Artinya : Kutinggalkan untuk kamu dua perkara (pusaka), tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
IV. PERUBAHAN YANG DIBAWA OLEH AJARAN NABI MUHAMMAD SAW TERHADAP BANGSA ARAB
Perubahan yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW terhadap bangsa Arab meliputi segala segi dan bidang kehidupan. Apa yang telah dicapainya untuk kejayaan bangsanya itu merupakan suatu sukses besar yang menakjubkandalam sejarah dunia. Dia bangkitkan bangsanya dari lembah kebodohan untuk kemudian diserahi mengemban tugas suci yakni membawakan risalahnya (agama Islam) kepada seluruh umat manusia.
Sebab utama dari kemenangan yang besar itu terletak dalam kebenaran agama yang dibawanya, agama yang diturunkan dari Allah Rabbul Alamin, agama Islam yang memuat ajaran-ajaran tentang kepercayaan, kemasyarakatan, politik, dan lain-lain yang kesemuanya itu diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW kedalam kehidupan bangsa Arab. Karena itu pengaruh atau efek dari agama Islam Nampak pula di berbagai segi dan bidang kehidupan bangsa Arab. Secara ringkas dapatlah dikemukakan garis besar perubahan yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW terhadap bangsa Arab sebagai berikut :
1. Segi Keagamaan
Bagsa Arab di zaman Jahiliyah menyembah patung-patung dan batu-batu berhala dan mereka menyembelih hewan-hewan korban dihadapan ptung-patung itu untuk memuliakannya. Mereka pada umumnya tenggelam dalam kemusyrikan dan dalam kehidupan yang berpecah belah serta saling bermusuhan dan berperangan. Setiap sengketa yang timbul dikalangan mereka, mereka serahkan penyelesaiannya kepada pemimpin-pemimpin mereka . kemudian datanglah agama Islam membawa Undang-Undang dari Allah SWT yskni AL-QUR’AN, yang mengatur kehidupan mereka baik yang mengenai hubungan Antara individu-individu maupun yang mengenai kepercayaan seperti percaya kepada ke Esaan Allah, Hari Berbangkit, dan yang mengenai Ibadat seperti ; Shalat, Puasa dan Zakat dan lain-lain. Kitab Suci Al Qur’an benar-benar telah menghidupkan jiwa Bangsa Arab. Dan sudah pula berjalin menjadi satu dengan jiwa mereka. Dengan demikian Bangsa Arab telah mencapai kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Adalah suatu hal yang Unik dalam sejarah Dunia, satu bangsa yang sederhana setelah menaklukan bangsa-bangsa yang sudah berkebudayaan tinggi, dia tidak luluh kedalam kebudayaan bangsa taklukannya itu. Bahkan dia telah memberi bentuk yang lebih positif kepada kebudayaan bangsa itu.
2. Segi Kemasyarakatan.
Satu pengaruh yang menonjol dari Islam terhadap mental bangsa Arab ialah timbulnya kesadaran akan arti dan pentingnya disiplin dan ketaatan. Sebelum Islam keinsyafan yang demikian itu sangat tipis bagi mereka. Padahal untuk membina suatu masyarakat yang teratur dan tertib amat diperlukan disiplin dan kepatuhan kepada pimpinan, hal ini pada masa Jahiliyah belum jelas kelihatan. Dalam mengatur masyarakat, Islam mengharamkan menumpahkan darah, dan dilarangnya orang menuntut bela dengan cara menjadi hakim sendiri-sendiriseperti zaman Jahiliyah. Akan tetapi Islam menyerahkan penuntutan bela itu kepada pemerintah. Banyaklah Islam telah meletakkan dasar-dasar umum masyarakat yang mengatur hubungan Antara individu dengan individu, Antara individu dengan masyarakatnya Antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya. Hukum keluarga sampai kepada soal bernegara.
Islamlah yang pertama-tama mengangkat derajat wanita, memberikan hak-hak kepada wanita sesuai dengan kewanitaannya. Islam menegakkan pula ajaran persamaan Antara manusia dan memberantas perbudakan.
3. Segi Politik
Bangsa Arab sebelum Islam, hidupnya bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri satu sama lainnya, malahan terkadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan masional. Yang ada pada diri mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar perhubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa Ashabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bila mana terjadi salah seorang diantara mereka teraniaya maka seluruh anggota-anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka “tolong saudaramu baik dia menganiaya atau teraniaya”.
Sesudah bangsa Arab memeluk agama Islam kekabilahan itu ditinggalkan dan timbullah kesatuan persaudaraan dan kesatuan agama yaitu kesatuan umat manusia dibawah satu naungan panji kalimah syahadah. Dasar pertalian darah diganti dengan dasar pertalian agama. Demikianlah bangsa Arab yang tadinya bercerai-berai dan berkelompok-kelompok. Berkat agama Islam, mereka menjadi satu kesatuan bangsa, kesatuan umat, yang mempunyai pemerintahan pusat dan mereka tunduk kepada satu hokum Allah SWT dan Rasul-Nya.


Mukjizat Rasulullah SAW :

Ø Mukjizat Akhlak
Sejak masa muda, Nabi Muhamad saw telah dikenal dengan kejujuran, amanat, kesabaran, ketegaran, dan kedermawana
. Beliau tida pernah duduk dan bangun (dari duduk) kecuali dengan menyebut nama Allah dan mayoritasnya, beliau duduk menghadap ke arah Kiblat. Beliau tidak pernah menentukan tempat duduk khusus bagi dirinya. Beliau tidak banyak berbiacara dan tidak pernah memotong pembicaraan seseorang kecuali ia berbicara kebatilan.                Beliau pernah menulis enam surat dalam satu hari kepada para raja penguasa masa itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam, raja-raja yang menganggap diri mereka berada di puncak kekuatan dan meremehkan kaum Arab.

         
Ketika surat beliau sampai ke tangan raja Iran dan melihat nama beliau disebutkan di atas namanya, ia marah seraya memerintahkan para suruhannya untuk pergi ke Madinah dan membawa Muhammad ke hadapannya.



Ø Mukjizat Ma’nawiyah
Umat Muslim meyakini bahwa Mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Quran, yaitu kitab suci umat Islam. Hal ini disebabkan karena kebudayaan Arab pada masa itu yang masih barbar dan tidak mengenal peradaban, namun oleh Al-Qur'an hal itu berubah total.
Ø Mukjizat Keturunan
Salah satu mukjizat beliau yang lain adalah keturunan suci beliau yang terjaga dari dosa. Hanya kedudukan tinggi kenabianlah yang mampu menghaturkan putri-putri dan para imam ma’shum seperti ini kepada masyarakat.       

Ø Mukjizat Amaliah
         Dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, beliau telah berhasil melakukan empat pekerjaan besar dan fundamental meskipun banyak aral melintang dan problema yang melilit.






















Kronologi Kehidupan Rasulullah SAW :

1.     569 Meninggalnya ayah, Abdullah
2.     571 Tanggal lahir
3.     570 Tahun Gajah, gagalnya Abrahah menyerang Mekkah
4.      576 Meninggalnya ibu Aminah
5.     578 Meninggalnya kakek, Abdul Muthalib
6.     583 Melakukan perjalanan dagang ke Suriah
7.     595 Bertemu dan menikah dengan Khadijah
8.     610 Wahyu pertama turun dan menjadi Nabi sekaligus Rasul, kemudian mendapatkan sedikit pengikut: As Sabiqun Al Awwalun
9.     613 Menyebarkan Islam di Makkah
10.                        614 Mendapatkan banyak pengikut
11.                        615 hHijrah pertama ke Habsyah
12.                        616 Awal dari pemboikotan Quraisy terhadap Bani Hasyim
13.                         619 Akhir dari pemboikotan Quraish terhadap Bani Hasyim
14.                        619 Tahun kesedihan: Khadijah dan Abu Tahlib meninggal
15.                        620 Dihibur oleh Allah melalui Malaikat Jibrildengan cara Isra’ dan Mi’raj sekaligus menerima perintah shalat 5 waktu
16.                        621 Bai’at Aqabah pertama
17.                        622 Hijrah ke Madinah
18.                        Tahun 624 Pertempuran Badar
19.                        Tahun Pengusiran Bani Qaynuqa
20.                        Tahun 625 Pertempuran Uhud
21.                        Tahun 625 Pengusiran Bani Nadir
22.                        Tahun 625 Pertempuran Zaturiqqa’
23.                        Tahun 626 Penyerangan ke Dumat al-Jandal: Suriah
24.                        Tahun 627 Pertempuran Khandak
25.                        Tahun 627 Penghancuran Bani Quraizhah
26.                        Tahun 628 Perjanjian Hubaidiyah
27.                        Tahun 628 Melakukan umrah ke  Ka’bah
28.                        Tahun 628 pertempuran Khaybar
29.                        Tahun 629 melakukan ibadah haji
30.                        Tahun Pertempuran Mut’ah
31.                        Tahun 630 Pembukaan Kota Makkah
32.                        Tahun 630 Pertempuran Hunain
33.                        Tahun 630 Pertempuran Autas
34.                        Tahun 630 Pendudukan Thaif
35.                        Tahun 631 Menguasai sebagian besar Jazirah Arab
36.                        Tahun 632 Pertempuran Tabuk
37.                        Tahun 632 Haji Wada’

38.                        Dan pada Tahun 632 Rasulullah SAW (Tanggal 8 Juni) di madinah beliau menghembuskan nafas terakhir dan ketika beliau mengalami sakaratul maut, beliau berdoa supaya semua kesakitan umatnya ketika sakaratul maut beliau yang menanggung. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar